Sweet 17 - 2

186 30 0
                                    

Pagi hari, mentari membangunkanku dengan sinarnya yang menyelinap dari celah tirai. Aku terbangun dengan perasaan lebih tenang dari semalam. Semua yang terjadi hari kemarin seakan hilang begitu saja. Aku pun berdoa agar hari ini bisa menjadi hari yang lebih menyenangkan. Apalagi nanti sore akan pergi berpesta di tempat Sandra.

Kupergi ke sekolah dengan penuh semangat. Aku tidak ingin tampak murung meski masih merindukan teman-teman lamaku. Jika saja aku sedih, pasti ayah dan ibu pun akan ikut sedih. Jadi aku tidak mau membuat mereka merasa seperti itu.

Kupikir hari ini akan menjadi hari yang cerah pula. Tapi, semua itu berubah saat aku baru saja melangkahkan kaki masuk ke dalam kelas. Entah kenapa aura di dalam kelas terasa kelam. Aku berharap tidak ada hal buruk yang terjadi. Tapi semua firasatku ternyata menjadi kenyataan.

"Ada apa, Lis?" tanyaku pada Lissa yang duduk di bangku paling belakang.

"Sandra..." ucapnya sembari berbisik. "Masuk rumah sakit."

"Hah! Kenapa bisa?"

"Mereka bilang karena asmanya kambuh semalam. Tapi... aku pikir karena hal lain..."

Aku mengerti benar apa yang Lissa maksud. Padahal aku berharap dia tidak mengingatkanku tentang hal itu. Karena berita buruk di pagi ini, aku jadi semakin merasa tidak enak dan tidak bisa mengabaikan mitos yang kemarin baru kudengar.

'Sebenarnya apa yang terjadi pada Sandra?' pikirku dalam hati. Selama pelajaran berlangsung aku bahkan tidak menangkap satu pun yang dijelaskan oleh guru. Kepalaku terlanjur penuh dengan hal lain.

Aku berusaha untuk tidak terlalu menghubung-hubungkan apa yang terjadi pada Sandra dengan mitos yang ada. Tapi semakin berusaha kubuang dari dalam kepala, semakin sering hal itu membuatku merasa tidak tenang. Apalagi saat kutahu jarak dengan waktu ulang tahunku hanya tinggal tiga hari lagi. Aku ingin sekali kabur untuk beberapa hari ke depan. Tapi tidak mungkin kulakukan karena hal itu hanya akan membuat ayah dan ibu merasa cemas.

Akhirnya aku memantapkan niat. Dibandingkan merasa cemas berlebihan yang menyiksaku perlahan, aku memilih untuk mempercepat hingga melewati waktu pertambahan umurku. Aku meyakinkan hati bahwa apapun yang terjadi, aku pasti bisa melewatinya. Setidaknya aku sempat merasa sangat yakin hingga tibalah hari di mana besok adalah saat yang aku tunggu-tunggu. Aku sudah tidak sabar menikmati sinar mentari di hari ulang tahunku besok.

Sejak berangkat sekolah di pagi ini, aku terus waspada. Aku tidak ingin lalai dan membuat diriku terluka. Di sekolah pun aku memilih untuk tidak jajan dan membawa bekal dari rumah. Pulang sekolah, aku meminta untuk dijemput ayah dengan alasan kebetulan ayah pulang cepat hari ini. Hingga sampai di rumah aku merasa semua berjalan dengan baik. Mungkin aku yang terlalu berpikir berlebihan.

Malam hari pun tiba. Aku makan malam seperti biasanya bersama ayah, ibu dan adik. Tidak ada yang aneh. Aku merasa sedikit lega karena bisa segera tidur dan melewati hari penuh ketegangan ini. Bahkan diam-diam kumakan sebutir pil tidur agar bisa lekas terlelap.

Obat tidur pun bekerja dengan baik. Jam sembilan aku sudah mulai menguap dan memilih untuk merebahkan diri di atas kasur. Aku sudah bersiap untuk beristirahat dan merasa bersyukur karena sepertinya hari esok akan datang dengan cepat.

Akan tetapi... baru saja semenit rasanya kumemejamkan mata, kurasakan kasurku bergetar dan bergoyang-goyang semakin kencang. Aku segera terbangun karena tersadar sedang ada gempa. Spontan kumemanggil ayah dan ibu tanpa beranjak dari tempat tidur. Tapi tentu saja mereka tidak akan mendengarnya.

Gempa masih belum berhenti, aku memilih untuk segera keluar dari kamar dan menuju kamar adik. Tapi pintunya terkunci dan tampaknya dia tidur dengan pulas. Segera kumenuju lantai satu untuk membangunkan ayah dan ibu. Tapi pintu kamarnya sama-sama terkunci.

Other DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang