"Jadi, kamu mau ngapain hari ini?" tanya Ayah kepada Arga.
"Aku mau ke tempat bimbingan belajar yang dibuat guru SMA aku, Yah. Sebenarnya, Abang udah dapat tawaran untuk ngajar dari awal masuk kuliah. Tapi karena sibuk, belum bisa datang ke sana. Untuk sekarang sih, mau nyoba ngajar di sana dulu," ucap Arga menjelaskan.
"Abang yakin? Enggak mau nyoba daftar kuliah lagi? Kalau pun enggak di perguruan tinggi negeri atau tanpa beasiswa, Ayah siap kok biayain kamu," tawar Ayah dengan lembut berusaha membujuk Arga.
"Enggak Yah, Abang yakin kok. Lagi pula, Abang emang udah enggak bisa daftar SBM di PTN lagi. Kalau di swasta, kayaknya enggak dulu deh, Aldin kan tahun depan udah kuliah. Sayang uangnya kalau buat aku," bisik Arga, takut Aldin mendengar omongannya dan marah lagi kepadanya.
Saat ini pukul 5 pagi, Arga sedang menyiapkan sarapan untuk keluarganya dan Ayah sedang menunggu cucian untuk dijemur. Sedangkan yang lain, masih sibuk di kamarnya masing-masing.
Ayah menghela napas, seraya berkata, "Sebenarnya Ayah enggak setuju Abang berhenti kuliah. Ayah mau Abang enggak usah mikirin biaya apa pun itu, terutama untuk pendidikan Abang. Ayah sama Bang Alwi masih bisa nanggung kamu, Aldin, dan juga Ale."
"Tapi, kalau memang itu keputusan terbaik yang udah Abang pertimbangin. Ayah bakalan dukung Abang," sambung Ayah sambil menepuk pundak anaknya itu.
Arga tersenyum getir, entah harus senang karena Ayah menyetujui keputusannya. Atau malah merasa kecewa karena tak dapat mengungkapkan yang sebenarnya.
"Sana panggil Bang Alwi dan adik-adikmu," ucap Ayah sambil berlalu pergi menuju ruangan mencuci.
***
"Bang Arga, anterin aku ke sekolah ya," ucap Ale setelah selesai mencuci piring.
"Eh enak aja, anterin Aldin aja, Bang," timpal Aldin yang sedang mencuci piring.
"Abang kan masih marahan sama Bang Arga, mana mau Bang Arga nganterin, ya kan, Bang?" tanya Ale kepada Arga.
"Aku udah enggak marahan sama Bang Arga kok." Aldin segera menghampiri Arga sambil merangkulnya.
Arga yang merasa risih pun melepaskan rangkulan paksa Aldin, seraya berkata, "Abang enggak mau nganterin siapa pun, udah sana kalian berangkat."
Ayah dan Alwi sudah berangkat kerja sejak tadi. Tersisa Ale dan Aldin yang masih sibuk berdebat memperebutkan Arga. Awalnya Aldin berniat untuk meminjam paksa motor abangnya itu, namun ia terlalu sungkan untuk mencari keributan dengan Arga setelah perdebatan kemarin.
"Ya udah, bertiga aja naik motor. Gimana, Bang?" usul Aldin.
"Enggak mau ah malu, pokoknya aku yang dianterin Bang Arga." Alena segera menghampiri Arga dan menariknya keluar rumah.
Arga yang malas mendengarkan perdebatan Ale dan Aldin, akhirnya memutuskan untuk menuruti kemauan adiknya.
"Salah satu aja, jangan bertiga," ucap Arga sebelum beranjak keluar rumah.
Mendengar hal itu, Ale dan Aldin segera berlari mengekori Arga ke luar rumah. Ale tiba lebih dahulu dan segera naik ke atas motor, Aldin yang tidak mau kalah tetap memaksa naik ke atas motor. Jadilah mereka bertiga duduk di atas motor tanpa ada yang mau mengalah.
"Turun satu," cetus Arga. Hampir saja ia jatuh dari motor karena Ale dan Aldin yang tidak bisa diam duduk di belakangnya.
"Enggak mau, Bang Aldin aja, kan aku duluan yang naik," protes Ale.
"Harus adil ih, kalau Ale naik motor, aku juga harus naik motor," balas Aldin tak mau kalah.
"Kalian jangan gerak-gerak mulu dong," teriak Arga kewalahan.
Mamah yang sedang membuka pagar rumahnya, ikut menimbrung perdebatan mereka, "Ale ... Aldin ... sekali aja, enggak ribut, bisa?"
"Mah, Bang Aldin nih enggak mau ngalah," adu Ale.
"Sini Aldin sama Mila aja berangkatnya, Mila ... cepat keluarin motornya," teriak Mamah memanggil anak semata wayangnya.
"Iya ..." jawab Mila. Ia keluar sambil menaiki motor, mulutnya masih mengunyah makanan, dan tangannya masih menggenggam sandwich yang belum selesai ia makan.
Aldin pun langsung turun dari motor Arga dan berlari menghampiri Mila.
"Sekolah ya, Mas, goceng enggak pakai nego," canda Aldin seraya menaiki motor Mila.
Mila yang sudah hafal tabiat Aldin, hanya terkekeh mendengar candaan Aldin. Arga dan Ale langsung berangkat setelah berpamitan dengan Mamah. Mila dan Aldin ikut menyusul di belakang.
***
to be continued!
can you vote and comment this story, please? hehehe
thank you for reading it, have a nice day!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
UNKNOWN ERROR
Ficción GeneralAlena selalu merasa bahwa keluarga itu ibarat rumah. Tempat berpulang dari hiruk pikuknya dunia luar. Tempat berlindung dari hujan dan badai. Tempat saling menceritakan dan berbagi banyak hal. Setidaknya Alena selalu berpikir demikian. Namun siapa...