Pagi itu, sarapan sudah tertata rapi. Bekal makan siang kelima anggota keluarga tersebut juga sudah terkemas dan siap dibawa oleh pemiliknya masing-masing. Jelas saja, Alena sudah bangun sejak pukul 3 pagi tadi. Ia tak mau terlambat sekolah untuk kesekian kalinya. Ia juga berinisiatif untuk menggosokkan seragam sekolah Aldin, agar tidak ada lagi kehebohan di pagi hari.
Ayah yang baru bangun sekitar pukul 4, cukup terkejut melihat anak gadis semata wayangnya telah sibuk di dapur. Dan saat Ayah hendak mencuci pakaiannya pun, ternyata seluruh pakaian kotor anggota keluarga itu telah selesai dicuci oleh Alena. Alena tersenyum bangga ketika ayah memujinya.
"Tapi Ayah yang jemurin ya, Ale enggak sempet hehe," ucapnya cengengesan.
Padahal ia ingin mengikuti jejak superior Arga kemarin, namun berakhir keteteran dan tidak sempat menjemur pakaian.
Sekitar pukul 6 pagi, semua penghuni rumah itu tengah fokus menyantap sarapannya masing-masing. Kecuali Aldin yang tidak bisa diam karena terharu melihat bajunya sudah digosok.
"Ale sayang makasih ya, ih makasih banget, besok-besok gosokin juga ya, ayolah Ale, ya, ya, ya, nanti aku jajanin deh, ongkos busway, HAHAHAHA," celoteh Aldin sambil menyenggol-nyenggol bahu Alena.
Alena hanya memutar bola matanya, malas menanggapi candaan Aldin.
"Kemarin, Abang sama Ayah ke dokter," ucap Alwi setelah Aldin sudah mulai fokus makan.
"Ayah sakit apa?" tanya Alena cemas.
"Ayah cuma pusing biasa kok, makanya ngajak Alwi ke dokter, ternyata kolesterol Ayah tinggi," jawab Ayah.
"Berarti Ayah enggak boleh makan yang aneh-aneh gitu ya," balas Alena.
Ayah pun mengangguk dan menyebutkan beberapa makanan yang harus ia hindari. Arga dan Alwi hanya menyimak pembicaraan tersebut. Sedangkan Aldin malah sibuk mengetik sesuatu di ponselnya.
"Notulensi, buat laporan ke Bang Arya, pasti dia kepo," jawab Aldin ketika ditanya lagi sibuk ngetik apa di saat mereka semua khawatir dengan kesehatan ayah.
"Din, serius dikit napa," balas Arga yang akhirnya angkat bicara.
Memang benar, hanya Aldin yang bisa membuat Arga bersuara.
***
"Arga, katanya udah libur? Kok enggak cerita-cerita sih ke Ayah," ujar Ayah.
"Iya, Yah. Udah dari beberapa minggu yang lalu sih, tapi waktu itu masih sibuk organisasi dan ada beberapa urusan di kampus, jadi belum sempat bilang kalau udah libur," balas Arga.
"Lain kali, Abang cerita-cerita dong sama Ayah, apa aja yang ada di kampus, kayak Aldin tuh, semuanya diceritain sampai gosip di sekolah juga," nasihat Ayah sambil terkekeh.
"Ayah jangan bandingin Abang Aldin sama Abang Arga, itu mah jauh banget, hahahaha," timpal Ale.
"Tuh, Bang, dengerin kata Ayah, ceritain juga gosip di kampus Abang," ledek Aldin kepada Arga. Yang diledek hanya diam, fokus menyantap sarapannya.
"Arya belum ada kabar pulangnya kapan ya?" tanya Ayah.
Sudah hampir setahun Arya tidak pulang ke Jakarta. Katanya semester akhir sedang sibuk-sibuknya, sehingga tidak sempat untuk pulang.
"Mau minggat kayaknya, Yah, makanya enggak mau pulang," canda Aldin.
"Kemarin aku teleponan sama Bang Arya, katanya masih belum bisa pulang, Yah," ucap Ale.
"Nanti aku tanyain Arya deh, mungkin dia enggak pulang karena mikirin ongkosnya yang lumayan gede," balas Alwi.
Bisa dibilang Alwi itu sebelas dua belas sama Arga. Sama-sama irit ngomong. Kalau kata Mamah dan Papah (tetangga sebelah), Alwi sama Arga itu emang dua sejoli, kalau sekamar pasti bakalan saling diam-diaman. Bertolak belakang dengan Arya, Aldin, dan Ale yang kalau sekamar pasti kerjaannya ribut terus.
Kalau Arga yang setiap bersuara cuma ngomel-ngomel dan sewot sama Aldin (kadang Ale juga kena imbasnya), Alwi lebih cenderung bersuara kalau memang ada hal yang serius. Kayak tadi contohnya, mungkin karena Alwi anak pertama sehingga ia lebih dewasa dibandingkan adik-adiknya yang lain.
Bahkan, Aldin si tukang komentar yang selau meledek semua orang sekali pun Ayah, enggak pernah nyoba untuk usilin Alwi, katanya takut, muka Alwi serius banget. Bisa terbayang kan, seberapa seriusnya Alwi selama ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
UNKNOWN ERROR
General FictionAlena selalu merasa bahwa keluarga itu ibarat rumah. Tempat berpulang dari hiruk pikuknya dunia luar. Tempat berlindung dari hujan dan badai. Tempat saling menceritakan dan berbagi banyak hal. Setidaknya Alena selalu berpikir demikian. Namun siapa...