Tertusuk Pedang Bermata Dua (1)

3 2 1
                                    

"Pak Arfan tadi pingsan dan sekarang berada di rumah sakit." Itu percakapan Alena dengan salah satu rekan kerja ayahnya lewat telepon.

Mendengar hal itu, Alena langsung panik tak karuan. Semua abangnya tidak bisa dihubungi, dan saat ini hanya ada dirinya sendiri di rumah. Ia pun segera berlari ke rumah mamah untuk mengajaknya ikut ke rumah sakit.

"Mah, Ayah masuk rumah sakit," seru Alena dengan napas terengah-engah.

Mamah yang sedang di dapur menyiapkan pesanan kue segera menghampiri Ale. "Ayah sakit, Le?"

"Ale enggak tahu, Mah. Teman ayah bilang, kalau ayah pingsan dan sekarang lagi di rumah sakit," jawab Ale masih panik. Jelas saja, ia sangat khawatir.

"Abang enggak ada yang bisa dihubungi, aku udah spam chat juga dari tadi tapi belum ada balasan," lirih Ale hampir ingin menangis.

"Ale tenang dulu ya, kita ke rumah sakit sekarang, di mana rumah sakitnya?" tanya Mamah seraya berlalu menyiapkan diri dan mengambil kunci motornya.

"Ini, Mah." Ale sambil menunjukkan alamat yang dikirimkan oleh teman ayahnya tadi.

Mereka pun segera pergi menuju rumah sakit tersebut. Sesampainya di sana, rekan ayah segera menghampiri dan mengantar mereka ke UGD.

"Pak Arfan baik-baik saja kok. Kata dokter, kadar kolesterolnya naik dan mengakibatkan penyumbatan di pembuluh arteri, akhirnya karena sirkulasi oksigen terhambat ke otak, Bapak jadi pusing dan pingsan, kalau enggak salah sih begitu." Rekan ayah menjelaskan.

"Alhamdulillah ... Le, kamu enggak usah panik lagi. Ayahmu udah baik-baik aja," ujar Mamah.

Ale bernapas lega mendengar hal itu. Ia pun kembali mengecek ponselnya berharap abangnya sudah membalas pesan Ale. Namun, masih tak ada jawaban.

"Bu, tadi walinya Pak Arfan disuruh ikut ke ruangan dokter, dan saya bilang kalau anaknya akan ke sana nanti, mungkin Ibu bisa bertanya ke suster," ucap rekan ayah kepada Mamah.

"Oh iya, Pak. Terima kasih banyak, ya ..." jawab Mamah.

Rekan ayah segera pamit karena masih harus melanjutkan pekerjaannya di kantor. Mamah pun mengajak Ale untuk ke ruangan dokter. Mereka bertanya kepada salah satu suster yang sedang berjaga. Suster itu akhirnya mengantar mereka menuju ruangan tersebut,

***

"Selain makanan yang harus dijaga, beban pikiran juga harus dikurangi, karena dengan terus menerus berada di bawah tekanan mental atau stres dapat meningkatkan kadar kolesterol Bapak. Stress itu dapat menyebabkan pelepasan dua hormon, adrenalin dan kortisol. Hormon-hormon ini yang merangsang hati untuk memproduksi dan melepaskan lebih banyak kolesterol. Apa lagi sekarang Bapak sudah berumur di atas 50 tahun ya. Harus lebih diperhatikan pola makannya ya." Itu yang dokter katakan tadi ketika Mamah dan Ale ke ruangannya.

Setelah itu, Mamah segera membayar biaya rumah sakit dan pamit pulang karena ada pesanan kue yang harus ia selesaikan.

"Ale enggak apa-apa nih sendirian nungguin Ayah?" tanya Mamah.

"Iya, Mah. Lagi pula Ayah langsung bisa pulang kan ya kalau infusnya sudah habis?" jawab Ale.

"Iya, nanti nunggu Ayah bangun dulu ya, kamu nunggu abangmu datang aja, nanti coba Mamah ke rumahmu, siapa tahu Aldin atau Arga udah pulang," timpal Mamah.

Mamah dengan terburu-buru segera pergi dari rumah sakit. Sebelumnya, Ale mendengar kalau salah satu pelanggan Mamah menelepon dan meributkan tentang kenapa pesanan kuenya belum sampai di rumah padahal harusnya sudah datang. Ale tahu, Mamah merasa tidak enak untuk meninggalkan Ale sendirian sampai tadinya Mamah memutuskan untuk mengembalikan uang si pembeli. Karena tidak mau merepotkan Mamah, akhirnya Ale membujuk Mamah untuk pulang saja.

Tak lama, ponsel Ale berdering. Layar itu menunjukkan bahwa Arya sedang meneleponnya.

"Ale, kamu di rumah sakit? Abang baru ngecek hp, Ayah kenapa?" tanya Arya lewat telepon.

"Iya, Bang. Kolesterol Ayah naik sampai pingsan gitu, Bang," jawab Ale singkat.

"Kamu sama siapa di sana? Ada Aldin sama Arga? Bang Alwi udah pulang kerja?" tanya Arya bertubi-tubi, cemas dengan adiknya itu.

"Sendirian, Bang ... Semuanya enggak bisa dihubungi ..." balas Ale lirih, bahkan rasanya ia ingin menangis. Ayahnya sedang sakit, dan tak ada satu pun dari keluarganya yang bisa dihubungi. Sejujurnya, ia merasa tak baik-baik saja sendirian di sana. Ia takut terjadi hal lain dengan Ayahnya dan Ale tak tahu harus bagaimana. Ini pertama kalinya Ayah sakit sampai harus dibawa ke rumah sakit, dan Ale secemas itu dengan melihat Ayah terbaring lemas di sana. Ale takut kehilangan Ayah.

"Ale, tenang di sana, jangan nangis, semuanya baik-baik aja kok, Abang coba hubungi yang lain yaa," ucap Arya ikut panik mendengar Ale yang ingin menangis.

"Abang, enggak bisa pulang aja?" tanya Ale ragu, ia sangat berharap abangnya itu pulang ke rumah.

"Iya, nanti Abang usahain, kalau ada apa-apa langsung telepon Abang aja ya, ini Abang mau coba teleponin Arga sama Bang Alwi, kamu coba hubungi Aldin," jawab Arya.

"Iya, Bang ..." Ale segera mengusap matanya, berusaha untuk tidak menangis.

***

masa lalu Arga udah selesai, sekarang kembali ke beberapa minggu setelah Arga berhenti kuliah.

terima kasih sudah baca ceritaku!!!! <3333

UNKNOWN ERRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang