3

584 77 6
                                    





Masih sama seperti hari-hari biasanya yang menurut Karin biasa saja dan sangat membosankan, bel pulang sudah berbunyi dua puluh menit yang lalu. Saat semua teman-temannya sudah pulang, Karin harus tinggal bersama beberapa teman sekelasnya karena jadwal piket kelas.

Iris rubbynya memperhatikan salah satu teman sekelasnya, alisnya mengkerut, sedikit heran karena biasanya gadis bermarga Hyuga itu sudah di jemput sepupunya, karna memang membersihkan kelas tak sampai dua puluh menit, terlebih sepupu gadis Hyuga itu sangat protective terhadap gadis lemah lembut itu.

"Karin, ingin pulang bersama?"

"Uh ya itu.. kau duluan saja Hinata, mungkin aku akan menyusul sebentar lagi haha," gadis berkaca mata itu menjawab dengan gelagapan.

''Kita pulang bersama saja aku akan menunggu,''

''Em, bagaimana ya... kau pasti sangat lelah, kurasa sebaiknya kau pulang duluan saja, Hinata'' tolak Karin halus, sejujurnya ia merasa tidak enak karena menolaknya, tapi bagaimana pun Karin tidak ingin merepotkan lebih banyak lagi,

Hinata menghela napas dan tersenyum lembut, "tap---"

"Hinata sudah selesai?"

Karin dan Hinata menoleh ke arah pintu, diam-diam Karin menghela napas lega karena Neji sepupu Hinata sudah datang. Jadi tidak ada alasan lagi untuk Hinata bersikeras.

"Iya kak, sudah." iris amethsyst Hinata menatap Karin yang terlihat canggung dengan kehadiran sepupunya, Hinata menghela napas pasrah, "baiklah Karin lain kali ya?"
"kalau begitu aku pulang, sampai jumpa Karin!"

''Ya, hati-hati.... ''

Menghela napas sejenak kemudian melangkah keluar kelas dengan senyuman manis di bibirnya.

.
.
.
.
.
.
.

"Aku pulang Mama!"

Alisnya mengkerut bingung saat tidak ada sautan, seharunya mamanya sudah pulang sejak setengah jam yang lalu, apa mamanya tidak dengar.

"Ma!!"

Teriaknya lagi, Karin mengedikan bahu saat kembali tak ada sautan lalu menuju ke lantai dua tempat kamarnya berada. Mungkin mamanya ada di halaman belakang.

''Oh, kau sudah pulang?''

Dan detik saat Karin membuka pintu kamarnya matanya melotot sempurna, tubuhnya mendadak kaku saking terkejutnya.

'Tidak, tidak mungkin dia berada di sini.
Apa karena sangat merindukannya, aku jadi berhalusinasi'

"Aku bukan hantu, dan aku yakin jika aku masih sangat cantik kenapa reaksi mu seperti itu?"

Lamunan Karin buyar saat suara yang begitu familiar menyapa indra pendengarannya. Melangkahkan kakinya pelan menuju seseorang yang tengah duduk bersila dan memandang dirinya dengan alis terangkat.

"Ada apa deng--"

"SAKURA!" teriak Karin memotong ucapan gadis yang di panggil Sakura itu dan langsung menerjangnya dengan pelukan erat.

.
.
.
.
.
.
.

Kaki jenjangnya melangkah anggun dengan sepasang emerlard yang fokus menyusuri deretan bingkai foto yang berjejer rapi di dinding. Langkahnya terhenti saat jari lentiknya mengelus sebuah bingkai foto yang terdapat potret dua gadis kecil tersenyum lebar saling bergandengan tangan mengenakan gaun cantik berwarna tosca.
Ah, dia ingat foto ini di ambil saat dia dan Karin berulang tahun yang ke sembilan tahun.

Melirik pada jam dinding yang menunjukan pukul 14.45 pm. Alisnya mengkerut, "ck, bukankah seharusnya dia sudah pulang." decaknya berjalan ke arah ranjang sambil memainkan ponsel miliknya.

Jari lentiknya bergerak lincah membalas pesan dua sahabat gilanya, decakan dan dengusan kadang keluar dari bibir mungilnya saat kedua sahabatnya membrondong dirinya dengan pesan berisi pertanyaan.
"Sialan! mereka pikir jari-jari ku tidak pegal apa huh." umpatnya melempar ponsel nya dan mengibaskan kedua tangannya.

Saat menolehkan kepala merah mudanya kearah nakas, jemarinya meraih kaca kecil yang terletak di sana.

'Hmm, aku memang selalu cantik'

Perhatiannya teralihkan saat telinganya mendengar suara pintu di buka, menampakan gadis berkacamata dan berseragam yang berdiri mematung di depan pintu.

''Oh, kau sudah pulang?''

'Oii, ada apa dengannya....' Kesal juga batinnya di tatap dengan mata melotot seperti itu.

"Aku bukan hantu, dan aku yakin jika aku masih sangat cantik kenapa reaksi mu seperti itu?" sungut gadis berambut merah muda sambil memandang bosan kembarannya.

'Oke, akhirnya dia sadar.'

Matanya menyipit melihat gadis merah yang mulai mendekatinya.

"ada apa deng--"

"SAKURA!"

'Oh, telinga ku, dan... dan tulangku rasanya akan remuk.'

"Ka-karin" ssstt, sungguh ia tidak gagap hanya saja pelukan penuh kasih sayang dari saudari kembarnya ini bisa membunuhnya.

"Hiks... hiks kenapa tidak memberi tau ku hiks..." Karin tidak percaya jika yang di hadapannya ini nyata, kembarannya.

Sakura dapat merasakan pelukan di tubuhnya mengendur saat isakan keluar dari saudari merahnya.

''Kejutan,''

Karin memanyunkan bibirnya mendengar ucapan Sakura yang terdengar sangat menyebalkan.

Sakura sangat bersyukur karena akhirnya Karin mengendurkan pelukannya. Di tatapnya gadis merah itu dengan senyum setengah, mendengus lalu menghapus jejak air mata kembarannya.

"Aku pulang dan kau menyambutku dengan tangisan? dasar payah!" sahutnya judes seraya memandang remeh Karin.

"Maaf, aku sangat merindukanmu." Karin tersenyum manis melihat raut menggemaskan Sakura. Sedangkan gadis merah muda itu hanya mengangguk malas.

Kerutan tipis muncul di dahi Karin saat memikirkan banyaknya pertanyaan di kepala merahnya, menyerah. Dari pada pusing lebih baik ia tanyakan langsung.
"Bukankah libur masih lama? kenapa kau ada di sini? kau tidak sedang menjalani aksi kabur-kaburan, kan?"

"Aku tinggal di sini mulai sekarang." menjawab malas dan melirik sekilas ke arah Karin kemudian berbaring tengkurap.

"Wah, benarkah?" tanya Karin sambil menggoncang brutal tubuh Sakura

"Hmmm," bergumam malas menjawab Karin.
Tuhan. Sungguh ia sangat lelah karna baru saja tiba beberapa jam yang lalu dan sekarang ia sedang malas berbicara, batin dan fisiknya sungguh lelah. Ia jadi heran kenapa Karin yang pendiam jadi begitu cerewet saat bersamanya.

'Ah, sudahlah, aku benar-benar malas berpikir.'

"Aku ingin tidur, jangan ganggu aku dulu."

''Kau ingin tidur, yah?''

''Yaaa, hush... hush pergi sana....''

Karin tersenyum lebar dan beranjak untuk menemui papanya, hmm, pantas saja mamanya tidak menjawab saat ia berteriak, pasti mamanya sedang bersama papanya, mendengus geli sebelum menghilang di balik pintu.

...

...

...

The Bond Between Sister Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang