1. PERSA

380 224 274
                                    

Natasya Manggia Damastian panggil saja Asya, jangan ditambah "nti" nanti dikira istrinya Anang Hermansyah.

Seorang dara berparas cantik, berkulit cerah dan berambut panjang bergelombang.

Bertemu dengan Saka sepertinya selalu membuat Asya ingin bunuh diri. Tapi urung niat, takut mati katanya.

Satu kelas dengan Saka dari SD sampai SMP adalah penderitaan terbesar Asya. Cowok itu selalu mengusik ketenangan dan kemalasan Asya.

Dulu, dengan menjabat ketua kelas, Saka mengatur semua urusan kelasnya. Sampai-sampai ia membuat peraturan seenak jidatnya.

PERSA (Peraturan Saka) :
Dimohon untuk penghuni kelas ini, untuk mematuhi aturan di bawah ini. Jika terdapat ada yang melanggar, persiapkan diri untuk duduk manis di kursi BK. Peraturan tersebut antara lain:

1. Dilarang molor apalagi sampai ngiler saat pembelajaran berlangsung.
2. Dilarang ngegibah, ngerumpi saat pembelajaran berlangsung.
3. Semua anak harus produktif dan kreatif.
4. Dilarang menggunakan peralatan kelas untuk konser.
5. Dilarang piknik di kelas apalagi sampai rebahan di belakang.


Mengingat peraturan Saka membuat Asya ingin mencabik-cabik tubuh jakung cowok itu.

Tapi tenang. Kini Asya telah menginjak bangku SMA. Dia akan terlepas dari penderitaan PERSA.

Saat hendak pendaftaran SMA, Asya dengar Saka tak satu sekolah dengannya. Aishh, Asya sangat senang mendengarnya. Besok dia harus mentraktir Sandra makan mie instan.

***

Pagi ini Asya tengah menatap dirinya di depan cermin. Seragam putih abu-abu melekat pas di tubuh. Rambutnya disisir, dibiarkan tergurai anggun.

Setelah MOS nya berakhir Asya murung, ia tak ingin menerima pelajaran. Apalagi ia sudah masuk SMA pasti lebih sulit materinya. Otaknya yang lambat menerima pelajaran adalah kelemahannya.

Tapi, hatinya sangat bahagia. Dia tak sabar disambut senior-senior tampan di depan gerbang SMA Kelintang. Apalagi disambut sama kak...Euhmm membayangkannya membuat Asya berguling-guling sendiri.

Asya menatap cermin untuk ke tujuh kalinya. Memastikan wajah cantiknya tidak kusut.

"Kamu cantik banget sih, Sya," pujinya sendiri.

Dirasa penampilannya sudah perfect, Asya mengambil tas, beranjak pergi meninggalkan kamar.

Satu persatu anak tangga ia lewati. Lalu menghampiri mamah dan abangnya di ruang makan.

Terlihat mamah dan abang Asya telah berkumpul di meja makan. Ayah Asya? Sejak masih umur 2 tahun, Asya telah kehilangan ayahnya.

Jihan---- mamahnya membesarkan 2 anak sekaligus tanpa seorang suami. Sebab itulah, Asya sangat menyayangi mamahnya.

Asya menarik kursi. Bergabung sarapan pagi bersama.

"Pagi, Mah, " sapanya seperti biasa.

"Pagi, juga sayang."

"Abang lo yang ganteng ini gak disapa? " celetuk Dewa. Merasa sekali dikacangin.

"Anda siap yah? " Asya bertanya ngawur.

Dewa berdiri, hendak mengenalkan diri layaknya anak yang baru saja masuk sekolah.

"Perkenalkan nama saya Dewa Gencara Damastian. Orang terganteng, terkece, terpintar sedunia. Amin. " Dewa membungkukkan badan, mengakhiri perkenalannya.

"Terimakasih. Silahkan duduk kembali, " tutur Asya. Dewa pun menurut, duduk kembali.

Pagi-pagi sudah mengdrama!

"Udah jangan bercanda mulu," seru Jihan menahan tawa.

Keduanya kicep kembali sebelum tawa mengakhiri. Fokus menyantap makanan kembali.

Asya memiliki abang bernama Dewa. Dewa Gencara Damastian. Anak sulung dari keluarga Damastian kini telah menjadi seorang pemilik caffe, penerus bisnis ayahnya.

Dewa menjadi satu-satunya lelaki di keluarganya. Sudah semestinya ia menjaga dua wanita yang sangat dicintainya.

"Dek, lo beneran mau jadi anak SMA?" tanya Dewa.

"Udah lah. Nih, gak liat apa gue udah dandan cantik kayak gini. " Asya berdiri. Memamerkan seragam barunya.

Dewa terkagum. "Wah...bener cantik banget. "

Asya tersenyum sumringah. Baru kali ini Dewa mengakui dirinya cantik.

"Muka gue tuh memang cantik dari jabang bayi, " ucap Asya sembari mengibaskan rambutnya.

Biasa, sekali dipuji Asya langsung ngefly.

"Tapi dipikir-pikir pakaiannya aja sih yang cantik, kalau muka mah pasaran." Dewa mengralat pujiannya tadi. Membuat Asya memasang muka masam.

"Mah, suruh abang buat periksa mata, deh. Kayaknya ada masalah sama matanya. " ujar Asya.

Jihan hanya mengangguk tersenyum. Sementara Dewa memicingkan mata.

"Bacot!! "

"Eh, abang ngomongnya di jaga. Gak boleh kayak gitu! " Jihan menasehati. Asya tersenyum melihat abangnya mendapat khotbah singkat dari mamahnya

"Astagfirullah. Khilaf, mah. "

"Jadi pengin nyanyi lagunya Zaskia Gotik yang judulnya seribu alasan. " Sindir Asya.

Jihan menengahi. "Udah nyanyinya nanti aja. Sekarang makan dulu. " Seru Jihan.

Mereka kembali menyatap sarapan pagi. Meski Dewa dan Asya kadang saling memberi tatapan sinis nan tajamnya.

"Dek, teman kamu yang namanya Saka itu satu sekolah sama kamu lagi, kan?" Jihan bertanya.

Menelan habis nasinya, Asya menjawab, "Alhamdulillah." Syukur Asya sambil mengangguk.

"Alhamdulillah satu sekolah? " tanya Dewa memastikan.

Asya menggeleng cepat. "Alhamdulillah gak satu sekolah, " ucapnya diiringi senyum merekah.

Jihat mengernyit, bingung. "Kok, kamu malah seneng sih, dek? "

"Harus dong mah. Orang macam dia mah cuma gangguin hidup orang lain." Asya berseru kencang. Mengobarkan demo untuk menglenyapkan makhluk bernama Saka itu.

"Mah hati-hati, nanti Asya di sekolah makin bobrok gak satu sekolah sama Saka." Dewa mengompori. Ingin sekali dirinya membuat Asya menderita.

Tapi, betul juga ucapannya. Hanya Saka seorang lah yang mampu mengontrol kelakuan Asya di sekolah, meski tak seratus persen.

Asya bersedekap dada. "Udah ah jangan ngomongin Saka terus. Jadi males deh. " Asya cemberut. Ia sangat tak suka sama Saka apalagi sampai membahasnya. Bikin hati kaya neraka, Hareudang euy!!

"Yaudah gapapa kalau gak satu sekolah sama Saka, tapi belajar di rumah tetep sama Saka!" finally Jihan semakin membuat Asya berhati gondok.

Yah, rumah Saka tak berjauhan dengan rumah Asya. Cuma beda rt. Jadi, tak masalah kan kalau belajar bersama.

"T-tapi kan Mah... " Asya hendak protes namun, mulutnya terkatup saat Jihan menyarkasnya.

"Gak pake tapi-tapian. Kalau gak mau nama kamu akan Mamah hapus dari KK, " ancam Jihan.

Dewa tersenyum licik. "Tarikkk siss..."

Nextt...

SAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang