Berawal dari...

85 9 0
                                    

"Nay, pesanannya tolong dianter kemeja depan sana, ya," titah kak Reska padaku seraya menunjuk orang yang tengah duduk didekat jendela itu.

Aku menurut dan segera mengantarkannya. Setibanya disana, orang itu menatapku lapar. Bukan, bukan karena ia menatap makanan ini. Melainkan ia menatap tubuhku yang dibaluti baju pegawai yang terlalu seksi menurutku.

"Selamat menikmati, Tuan," ucapku. Kemudian aku segera beranjak pergi namun orang itu dengan sengaja memegang tanganku. Alhasil aku berhenti dan menghadap kembali kearahnya.

"Apa perlu sesuatu, Tuan?" tanyaku lembut sembari tersenyum.

"Perlu, saya perlu anda untuk malam ini. Jadi bisakah anda menemui saya ditempat ini?" tutur pria itu seraya menaruh kertas berisi alamat dimejanya.

"Maaf tuan, saya harus kembali berkerja. Permisi," pamitku padanya. Aku pun segera buru-buru pergi.

Namun, perbuatan seperti itu. Bukan terjadi sekali dua kali melainkan sering terjadi. Juga bukan padaku saja bahkan kepegawai yang lainnya pun sering begitu.

Akhirnya setelah sekian lama menunggu, jam sudah menunjukan pukul 11 malam. Itu artinya cafe ini akan tutup dan aku pun bersiap untuk pulang.

"Nay, gue pulang duluan ya," pamit Kak Reska. Aku melambaikan tangan padanya tanpa perlu membalikan badan.

Setelah aku menyelesaikan cuci piring aku beranjak untuk membuang sampah kebelakang cafe. Tentu saja aku masih belum berganti pakaian dan masih memakai setelan seragam.

Sesusai aku membuang sampah dan hendak ingin kembali kedalam. Namun, dengan cepat ada seseorang membekamku dari belakang. Sontak aku kaget dan mencoba memberontak.

Percuma. Tenaga ku terlalu lemah untuk pria berumur ini. Ia terus menyeredku dan membanting badanku kedinding.

Seakan tak memberi kesempatan untukku bergerak. Pria tua itu langsung menyerangku dengan lengannya yang mengusap rakus pahaku.

Aku mencoba memberontak dan mencari akal supaya pria itu menghentikan aktivitasnya.

Kepalanya pun terus aktif mengendus-endus leherku dengan liarnya. Mengendus-endus, emangnya aku masakan, pake diendus-endus segala?

Tubuhnya terlalu besar hingga menghalangi pandanganku, dan dengan pencahayaan yang minim ini. Mana mungkin aku bisa mengenali orang ini?

Lantas aku menginjak kaki pria tua berjas itu. Ia mengaduh sakit kemudian menjauh menempati cahaya.

Aku ternganga kaget. "Pak manajer? apa yang bapak lakukan?" tanyaku.

Iya, pria tua itu manjer cafe ini. Bagaimana aku tak kaget?

Ia menyeringai padaku kemudian berucap. "Lakukan apa yang saya lakukan Nay! Besok kamu naik gajih setelah ini."

Dasar pria gila! umpatku dalam hati. Tanpa pikir panjang lagi, aku segera berlari menuju dapur dan menguncinya rapat-rapat. Gedoran pintu pun terdengar keras akibat amukan pria tua itu.

Aku tak peduli. Aku fokus saja mengganti pakainku. Kemudian aku pergi lewat pintu depan dan membawa kunci cafe.

Aku berlari layaknya orang kesetanan. Takut jika pria itu mengejarku.

Namun, tiba-tiba...

Brukk...

Bokongku tiba-tiba saja mencium aspal dengan cantiknya. Itu semua akibat kelalaianku menabrak seseorang. Aku mengaduh sakit dan bangkit.

"Kalo jalan pake mata dong! Jalan segede ini lo gak liat apa?!" hardikku pada orang yang aku tabrak tadi. Tanpa rasa bersalah aku pun memarahinya.

"Harusnya lo yang jalan pake mata! Kenapa lo? Kayak udah ketahuan mantap-mantap aja pake lari-lari segala."

Apa katanya? Mantap-mantap? Aku menatap tajam orang didepanku itu. Tanpa rasa berdosanya ia menyeringai.

"Derral! Lo ngapain disini hah! Mana ngalangin jalan lagi?! Minggir!" usirku padanya dengan tatapan tajamku.

Bukannya menyingkir Derral malah semakin mensejajarkan tubuhnya supaya menghadapku.

"Mau kemana lo? Lo habis ngapain si kok malem-malem gini lo baru pulang? Lo habis ngelonte ya?" tanyanya dengan wajah menyebalkan.

Seketika emosiku meluap. Perkataannya membuat aku seakan naik pitam. "Lo bisa minggir gak?! Gue mau pulang, dan masalah gue pulang jam segini bukan urusan lo!" seruku seraya melenggang pergi.

Tiba-tiba tanganku pun dicekal olehnya.

"Gue mau lo jadi pacar gue!" katanya tegas.

Sontak aku membulatkan mata kaget. Aku mundur beberapa langkah dan menatap wajah tengil itu. Dengan mudahnya ia berbicara seperti padaku. Wajahku merah karena kesal.

Namun, aku mencoba menghela nafas mengontrol kembali emosi yang sudah memuncak diubun-ubun ini.

"Lo apaan sih? Gila ya?" tanyaku mencoba sabar.

"Gak ada penolakan, Nay!" gertaknya padaku.

Hey! Memangnya dia siapa berani bicara seperti itu padaku? Ibu bukan, teman bukan. Dasar Derral gila!

"Ini bukan dunia orange yang seenaknya lo nge-klaim gue jadi pacar lo! Kebanyakan baca wattpad lo!" Usai mengucapkan itu, aku melangkah pergi melewati Derral dengan datarnya.

"Gue yakin, setelah lo liat ini. Lo gak bakal nolak, Nay!" ungkapnya seraya mengacungkan ponselnya diudara.

Sontak aku membalikan badan dan mengerutkan dahi bingung.

"Apa?" tanyaku dingin.

Kemudian Derral membalikan badannya menghadapku. Ia mencoba menekan suatu vidio yang berdurasi 20 detik itu. Aku menatap ponselnya dengan seksama.

Durasi waktu kini kian berjalan. Menampilkan aku yang tengah dilecehkan oleh pria tua berjas rapih. Sontak aku menutup mulutku. Bak disambar petir, bagaimana vidio ini bisa ada diponsel Derral?

Aku mencoba merebutnya. Namun, nampaknya tangan Derral lebih lihai dan mengamankan kembali ponselnya.

"Jadi, gimana lo mau kan jadi pacar gue?" tanyanya sembari tersenyum.

Bagaimana bisa? Derral mengancamku dengan cara kotor seperti itu?

"Berengsek! Cara lo kotor. Gue gak mau!" tolakku mentah-mentah.

Derral tersenyum devil dan menatapku intens. "Kalo lo gak mau, gue yakin besok vidio ini akan nyebar digrup angkatan. Dengan caption, "Seorang siswa sekolah kita dengan bangganya menjual dirinya ke om-om." Begitu? Lo mau?"

Aku terdiam, aku menatap tajam anak itu. Mulai detik ini. Aku benci Derral!

"Ya udah gue mau! Asal lo gak sebarin ini!" tegasku. Aku tak punya pilihan lain selain menyanggupi permintaannya. Mana mungkin aku dicap sebagai murid nakal dan kotor. Bahkan kemungkinan jika itu terjadi aku bisa saja dikeluarkan.

Derral tersenyum senang, "Oke, gue gak butuh waktu lama buat pacaran sama lo. Gue hanya butuh waktu 40 hari," ungkapnya seraya menampilkan hitungan jarinya.

Aku cengo dibuatnya. Dasar anak aneh. Tapi gak papah, hanya 40 hari. Ayo kamu bisa Nay!

"Oke gue setuju."

Derral kemudian mengulurkan tangan, dan tanpa basa-basi aku pun menjabatnya.
Ia menyunggingkan senyum, kemudian berucap.

"Selamat datang Hanaya. Lo resmi berpacaran dengan Derral Argatha Setyo selama 40 hari."

D E R R A Y ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang