H-4. Khawatir ya?

21 6 0
                                    

"Nay, lo kenapa mau pacaran sama gue?" tanya Derral tanpa mengalihkan pandangannya dari langit yang sudah terlihat mulai sedikit orange itu.

Aku termenung sebentar, "Ya, karena gue gak mau lo sebarin vidio itu."

"Kalo gue sebarin, lo mau apa?" tanyanya masih dengan posisi yang sama.

"Ya janganlah, gue malu."

"Nah, itu lo malu," ujarnya seraya mengacak rambutku. Aneh benae ni anak.

Sontak aku kaget dibuatnya, ku layangkan tatapan tak suka padanya sembari berdecak. "Ah, Derral. Rambut gue."

"Rambut lo bau," ejeknya sambil mencium tangannya.

"Sembarang lo," cibirku sengit.

"Ya udah pulang yuk!" ajaknya tiba-tiba.

"Pulang? Katanya mau liat senja, lagian kita disini baru juga 15 menitan. Masa mau pulang," rengekku sedikit kesal.

"Iya, besok-besok aja," kata Derral tersenyum manis padaku.

"Derral...." rayuku dengan wajah memelas.

"Nggak, besok-besok lagi aja. Gue janji, kali ini badan gue lagi gak enak," terangnya sambil memegang bahuku.

Tak sempat aku membalas ucapannya, dengan sigap tangannya kini sudah membalikkan badanku membelakanginya. Ia mendorongku supaya cepat pergi dari tempat ini.

Derral melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Angin sore ini cukup dingin menggigit badanku yang masih dibaluti seragam sekolah.

"Lo gak papah, Ral?" tanyaku memastikan apabila Derral tidak baik-baik saja.

"Hmm. Gue gak papah," balasnya seraya membelokan motornya menuju gang yang akan mengarahkan ke kost-an.

Tak lama dari itu, motor Derral sudah berhenti didepan kost-an ku.

"Lo masuk gih," titahnya, setelah aku turun dari motor.

"Iya, lo juga pulang. Kalo udah sampe kabari gue."

Derral tersenyum seraya mengangguk patuh. "Iya, gue pulang dulu. Bye."

Setelah megucapkan itu, Derral menghidupkan kembali motornya kemudian pergi dari tempat ini

"Kok gue rada khawatir ya, sama itu anak," gumamku sembari masuk kedalam kost-an dan melepas sepatu.
"Akhir-akhir ini, kok ada yang beda." heranku garuk-garuk kepala. "Udah ah, jangan dipikirin." Ku gelengkan kepala kuat-kuat guna menghapus perasaan itu.

*****

"Astaga! Derral. Lo lagi apa disini?!" pekikku kaget kala Derral sudah ada didepan pintu kost ku.

Ia mengedikkan bahu. "Gue mau jemput lo," jawab Derral enteng.

"Gue kira, lo gak bakal sekolah."

"Gue anak rajin, dan gue pasti gak bakalan bolos," imbuhnya dengan nada bangga.

"Ah ya udah, terserah lo deh. Ya udah ayo," putusku akhirnya.

"Tapi lo udah sarapan?"

"Udah."

"Bagus," ungkapnya sembari mengacak rambutku kembali.

Aku memajukan mulutku kesal. Derral masih saja menampilkan wajah tanpa dosanya.

Tangan nakalnya kini, beralih mengusap wajahku kasar. "Udah, lo jangan mayun-mayunkan bibir, cantik nggak jelek iya."

Seketika wajahku berubah masam. "Ya udah ayo!" hardikku sambil memasang sepatuku.

D E R R A Y ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang