H-10. Paman Derral?

7 1 0
                                    

Tautan tanganmu seperti memberiku rasa aman dan kenyamanan yang hangat. Rasanya aku mau tautan ini selama akan terus bersamaku.

*****

"

Nay, hari ini jadikan lo keluar dari pekerjaan itu?" tanya Derral dan langsung diangguki olehku samar.

Sesuai janji kemarin, Derral akan membawaku pada cafe yang katanya ada didekat apartemennya. Dan hari ini jadinya, dan juga aku harus keluar dulu dari pekerjaanku yang sekarang.

Akhirnya disinilah kami sekarang masih berada dikantin sekolah yang tentunya udah sepi. Hanya ada segelintir orang yang masih berkeliaran seperti mereka anak-anak yang mengikuti eskul voli hari ini.

"Oke, yuk!" ajaknya yang langsung diberi tatapan tanya olehku. Lantaran aku masih belum menghabiskan batagor ini.

"Kemana?"

"Pergi, katanya mau cari kerja," timpalnya, gelagatnya sih seperti marah.

"Nanti dulu, batagor gue belum abis. Lo maen tinggal-tinggal aja," ketusku, bukannya memakan kembali batagor, aku malah mengaduk-ngaduknya dengan tatapan nanar.

"Salah lo sendiri, makannya lama," dengus Derral.

Aku mendongakkan kepala dan menatap Derral dengan tatapan sedikit kesal. "Tungguin dulu." Setelah itu aku langsung memakan kembali makanan tersebut.

Derral tak berucap apa-apa, aku masih saja fokus dengan batagorku itu. Hingga akhirnya ini adalah suapan terakhirnya, sambil mengunyah aku mendongakkan kepala dan langsung disajikan dengan wajah Derral yang menatapku tanpa berkedip.

Aku langsung mengambil es teh yang ada dihadapannya, kemudian aku meneguknya hampir kandas.

"Derral!" panggilku sembari memukul tangannya yang memegang ponsel. Sontak ia terkejut dan buru ia mengusap wajahnya beserta rambutnya.

"Iya, a-apa? Udah selesai yuk!" ujarnya agak terbata kemudian ia bangkit dan mulai berjalan duluan meninggalkanku yang masih menyisakan raut bingung diwajah. Kenapa dia?

*****

"Lo yakin Ral? Kalo gue keluar dulu dari pekerjaan ini, cafe yang didekat apartemen lo bakal nerima gue?" tanyaku ragu dan tentunya masih setia duduk di atas motor Derral.

"Lo gak usah khawatir, lagian gue yakin nanti disana lo juga bakal keterima langsung. Soalnya lo udah berpengalaman," ujarnya terdengar sedikit bernada semangat. "Sekarang lo turun, Nay. Sampai kapan lo mau terus namplok disana. Malu diliatian orang," sambungnya. Seolah diingatkan, mataku langsung mengedarkan pandangan kesekitarnya.

Aishh, malu!

Kemudian, aku langsung turun dan melepaskan helm.

"Gue takut Ral, gue takut kalo gue berhasil keluar dari sini. Gue takut kalo gue gak keterima kerja disana," ungkapku menatap dengan tatapan sedih. Takut jika aku akan kehilangan pekerjaan.

"Astaga Nay, takut takut takut. Dalam satu tarikan nafas lo udah ngucapin kata takut lebih dari dua kali," jawabnya dengan mengangkat kedua jarinya yang berbentuk huruf V ke depan wajahku. "Lo gak usah takut, kalo lo takut gue temenin." Tanpa aba-aba Derral langsung merangkul bahuku dan menyeret  badanku kedalam cafe.

Aku mengarahkan langkahku menuju ruang manajer, setelah sampai didepan pintunya, ku lepaskan rangkulan Derral.

"Lo tunggu disini aja, atau gak disana aja sambil pesen minum," titahku seraya menunjuk meja yang kosong disekitaran sini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

D E R R A Y ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang