H-3. Mau liat senja?

24 5 0
                                    

Drrttt... Drrrttt...

"Euhh, siapa sih pagi-pagi gini udah nelpon?" gumamku seraya berjalan keruang tengah untuk mengambil ponsel.

Aku mengerutkan kening bingung dengan nama yang tertera dilayar.

"Derral Ganteng❤"
📞Calling...

Ah, pasti si pengganggu Derral kemarin saat meminjam ponselku.

Ting...

Kali ini bukan dering telepon, melainkan sms masih dari dia.

"Angkat, woi!"

Aku memutar mata jengah, kemudian tak lama dari itu ponselku mulai berdering kembali. Dengan ogah-ogahan aku menggeser icon hijau dan menempelkan ponsel didaun telinga.

"Gila, lo lama amat sih angkat teleponnya." Bukannya mengucapkan salam atau berkata manis, anak itu malah berbicara dengan nada tingginya.

"Lo apaan sih pagi-pagi udah ngajak ribut aja."

"Gilaaa, ini udah siang cepet keluar!" perintahnya.

"Siang dari mana, baru juga jam setengah 7," sahutku seraya melihat jam yang bertengger manis ditanganku.

"Ck, ini tuh udah siang. Buruan. Keluar, gue ada didepan pintu lo."

"Hah! Didepan pintu?!" pekikku kaget. Bagaimana bisa ia tahu kost-an ku?

Dengan cepat aku berlari menuju pintu depan. "Lo, ngapain disini?" tanyaku setelah membuka pintu dengan ponsel yang masih menempel ditelinga.

Ia menyeringai dengan polosnya, kemudian ia mematikan sambungan teleponnya dan aku juga mengikutinya.

"Berangkat sekolah," ujarnya dengan wajah polosnya.

Tadi, ditelepon ngomongnya ngegas minta ampun. Sekatang kok bisa dia tampilkan wajah polosnya. Pikirku heran.

"Kenapa lo? Yuk berangkat," ajaknya seraya melambaikan tangannya didepan wajahku.

Aku mengerjapkan mata dan menetralkan kembali raut wajahku. "Duluan aja, gue nanti nyusul."

"Gue mau bareang sama lo."

"Nggak ah, duluan aja. Gue belum sarapan, gue kalo makan suka lama," kilahku mencari alasan, padahal aku tak mau saja jika berangkat sekolah bareng Derral. Bisa-bisa telingaku langsung terbakar.

Bukannya menggubris ucapanku Derral malah memasang wajah bingung dan hidung yang mengendus-ngendus seperti mencium bau yang aneh.

"Kenapa lo?" tanyaku penasaran.

"Lo ga cium bau gosong gitu?" ungkapnya masih dengan eksperesi yang sama.

Aku mencoba melakukan hal yang Derral lakukan.

"Astaga! Derral! Telur gue!" Bak siang hari disambar petir, lantas dengan cepat aku berlari menuju dapur.

Sesampainya disana aku mematikan kompor, aku menatap nanar telur satu-satunya yang tadinya hendak aku makan untuk sarapan. Sekarang sudah tak layak makan dengan tampilan serba hitam dan mengenaskan.

D E R R A Y ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang