H-9. Kerjaan baru

11 1 0
                                    

Jika aku bisa meminta rasa cintaku akan jatuh kesiapa. Aku akan meminta untuk tidak jatuh cinta padanya, Tuhan.

_Hanaya_

"Nay atuh sok cepet naik, itu pacarnya udah nungguin," ucap Mbak Kian tetangga kosku.

Aku menoleh kesamping dimana Mbak Kian berada, kemudian aku tersenyum canggung. 

"Jangan dianggurin loh Nay, cowok cakep kayak gitu banyak yang incar," lanjutnya cengengesan, melanjutkan kembali menyapu terasnya.

"Cakep darimana? Nyebelin yang ada," dumelku pelan buru-buru memalingkan wajah ke arah lain.

"Jangan dianggurin, Nay. Gue 'kan cakep," kata Derral tiba-tiba, aku segera menoleh ke arahnya dan ia hanya tersenyum jahil sambil menaik turunkan alisnya.

Aku bergidik ngeri dibuatnya.

"Iya Mbak ya! Cowok cakep kok dianggurin," teriak Derral pada Mbak Kian.

"Gak papah mas sabar aja. Emang si Naya ini suka so' jual mahal," balas Mbak Kian dengan wajah dramatisnya.

Sebelum Derral berucap lagi, aku segera memukul pundaknya. Sontak sang empu langsung menoleh.

"Yuk berangkat," ucapku segera naik keatas motornya. "Mbak, Naya berangkat dulu ya. Dadah," pamitku seraya melambaikan tangan pada Mbak Kian.

"Gak papah mas sabar aja. Emang si Naya ini suka so' jual mahal," balas Mbak Kian dengan wajah dramatisnya.

Sebelum Derral berucap lagi, aku segera memukul pundaknya. Sontak sang empu langsung menoleh.

"Yuk berangkat," ucapku segera naik keatas motornya. "Mbak, Naya berangkat dulu ya. Dadah," pamitku seraya melambaikan tangan pada Mbak Kian.

"Cepetan Ral," bisikku seraya mencubit pinggang anak itu. Kemudian ia segera bergegas menghidupkan motornya dan kami pun pergi dari sini.

Jika aku tak segera menyuruh Derral pergi maka perbincangan absurd mereka pasti akan terus berlanjut.

"Lo kenapa? Diem mulu perasaan dari tadi?" tanya Derral saat kita sudah berada lumayan jauh dari daerah kosan.

Aku hanya berdehem tak berniat untuk menjawab pertanyaannya.

"Lo kenapa, Nay?" ulang Derral.

"Gue gak papah," jawabku singkat dan dingin.

"Ya terus lo kenapa diam aja dari tadi, mana tadi pas berangkat lo so' so' an gak mau. Emang lo kenapa?" lanjutnya.

Aku mendelik, seharusnya dia paham dong aku kenapa? Seharusnya juga dia peka kenapa aku diam saja dari tadi. Dia yang mulai tak bercerita soal kejadian kemarin, seharusnya dia cerita kenapa dia bisa berkelahi dengan David. Wajar dong kalau aku sekarang diam aja dihadapannya orang Derral duluan yang bungkam atas masalah kemarin.

"Nay turun, mau sampai kapan lo duduk terus dibelakang?!" ucap Derral menepuk pipiku pelan.

Aku terkesiap dibuatnya, segera ku edarkan pandangan kesekeliling sekolah. Ah, ternyata benar kita sudah sampai.

Tanpa berucap apapun, aku segera melepaskan helm dan segera turun dari motornya.

Langsung saja aku melangkahkan kakiku dengan cepat tanpa mengucapkan terimakasih pada Derral.

*****

Aku segera menghilangkan raut wajah kesalku pada Derral sebelum akhirnya aku masuk ke dalam kelas, dan menyapa Selly.
"Hai, Sel," sapaku pada Selly yang tengah menonton sesuatu di ponselnya.

D E R R A Y ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang