H-5. Kedatangan Sely

10 4 0
                                    

Sesuai dengan keinginan Derral waktu istirahat tadi. Kini, ia sudah berada didepan kelasku. Ku lengkungkan bibir tipis kala ia pandanganku beradu dengannya.

Dirasa sudah tak ada lagi yang ketinggalan, ku langkahkan kaki menuju pintu kelas.
Tatapanku tak lepas dari mata Derral yang terus menatap perjalananku yang akan mengarahkan padanya.

Tiba-tiba....

"Ahhh." Aku terjatuh tepat dihadapan Derral berdiri.

"Ups, sorry gue gak sengaja," ungkap Veli dengan nada dibuat-buat.
Ah, dasar anak itu!

Buru-buru Derral menjongkokkan badannya dan membantuku berdiri. "Lo gak papah?" tanya Derral terkejut.

Aku tak menggubris ucapan Derral, ku layangkan tatapan tajam pada wajah Veli. "Lo apaan sih, Vel?!" ungkapku geram.

"Gue gak papah, lagian lo kalo jalan pake mata," cercanya dengan raut wajah menjengkelkan.

"Udah, Derral. Kamu gak usah pegang-pegang dia, lagian dia juga masih berdiri," lanjut Veli meraih tangan Derral guna melepaskan pegangannya padaku. Dengan sigap Derral menepis kasar tangan Veli.

"Jangan sentuh gue!" peringat Derral membuat Veli dongkol.

"Ih, Derral kok kamu gitu si?" tanya Veli kembali seraya menghentak-hentakan kaki.

Emang enak lo dicuekin?! Cibirku dalam hati.

"Lo, gak papah Nay?" timpal Derral menatap lututku yang sedikit berdarah.

"Gue gak papah."

Aku melirik sekilas wajah masam Veli dan menyeringai kearahnya.

"Ya udah yuk," ajak Derral kemudian marangkul bahuku. Membuat Veli berteriak memanggil nama Derral keras. Ia terus saja berjalan tanpa memperdulikan ocehan Veli. Untung kebanyakan siswa sudah pulang, jadi tidak banyak orang yang menyaksikan kami.

"Lutut lo berdarah," imbuh Derral ketika kita sudah berada dimana motor Derral terparkir.

Aku melirik sekilas dimana luka itu berada, "Ah, ini hanya sedikit, gak sakit kok."

"Kalo gak diobatin bisa infeksi lho, Nay," balas Derral seraya berjongkok melihat lututku lebih dekat.

Aku terkejut dan sedikit melangkah mundur. " Lo apaan sih, dibawah sana. Minggir lo, kalo nggak gue tendang lo," peringatku kala ia hendak menyentuh luka.

Kemudian ia segera bangkit. "Tenang aja kali, gue gak bakalan ngintip punya lo," balasnya datar.

Mataku sontak membulat, Derral gila. "Ih, Derral lo mesum," hardikku sembari berjalan sedikit mundur lagi.

"Heh! Jangan GR-an lo, lagian gue hanya mau liat luka lo doang. Otak lo tuh yang kotor," kilahnya. Ia melangkah maju mendekatiku.

"Stop! Jangan dekati gue, lo mesum!"

Derral nampak geleng-geleng kepala, "Lo harus cuci otak Nay, otak bersih lo mulai ada noda membandelnya," usul Derral seraya meraih tanganku.

"Eh! Apaan lo pegang gue? Lepasin gak?!" omelku melotot padanya.

"Ah Naya! Lo apaan sih, minggir dulu gue mau ambil motor yang ada dibelakang lo," sanggahnya sedikit kesal.

Kemudian aku melepaskan cengkraman tangannya dan segera minggir.

"Lagian, tu otak isinya prasangka buruk mulu ke gue," gerutu Derral seraya menarik motornya supaya menghadap gerbang.

Aku mengerucutkan bibir tak suka.

"Yuk naik, cepat. Katanya lo mau kerja," kata Derral datar.

Kemudian aku naik dan motor pun melaju dengan kecepatan sedang.

D E R R A Y ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang