E : That Place Called Warkop

596 131 109
                                    

Setelah acara saling meneriaki itu, Ushijima dan Semi capek. Capek tenggorokan dan capek hati. Semi membutuhkan asupan agar tembok di hati nggak mudah rubuh karena serudukan sapi kurban. Raawwrr-!

"Su, cabut yuk?" Ajak Semi. "Kemana, nggak langsung ke sekolah?"

"Menurut maneh (kamu/elo)? Ntar weh (aja) balik pas jam istirahat kedua." Semi melengos.

"Memang dikasih masuk?" Tanya Ushijima. Semi mengiyakan. Lagian, siapa juga yang mau masuk lewat gerbang depan? Nyeludup dong, brandal handal yeuh. Sat set sat set.

"Hayu (ayo) ah buru, aus gue." Semi jalan. Disusul sama Ushijima. Ushijima jadi merasa berat badannya bakal turun beberapa kilo karena dari tadi dipake jalan mulu. Bolak-balik sana sini kayak setrikaan. Padahal mah bisa naik mobil yak, tapi si nyai ronggeng nya ogah (gak mau). Yowis (yaudah) lah, ngalah aja.

"Su, ada duit nggak?"

Ushijima menggeleng, "Ah payah lu. Masa holkay nggak pegang duit?"

"Saya bawanya kartu kredit."

"Mana bisa dipake." Semi menghela nafas. "Padahal gue pengen jajan." Lanjutnya. Murni kasih info bukan kode minta dijajanin. Eh tapi kalau dikasih pun Semi nggak akan nolak sih.

"Mau jajan dimana?"

"Di ... "

.

"Bang JALEEE, ASSALAMUALAIKUM WAHAI AHLI KUBUR!!" Semi dateng-dateng mericuh, dia sembarangan duduk ngangkang di kursi kayu. Pake celana legging lagi kok, tenang yeorobun.

"Waalaikumsalam, wahai timbangan amal." Bales Tsukasa. Temen nongkrong Semi dari SMAN yang nggak begitu jauh dari Internasional high school Gajah Mada.

"Cuk." Semi menengadah kan tangan di depan muka Tsukasa. "Bagi duit." Pintanya. Walau dulu Abi pernah bilang tangan di atas lebih mulia dari tangan di bawah. Tapi Semi nggak mau munafik karena di saat-saat BU gini tangan di bawah lebih kane daripada tangan di atas.

Cowo berbadan tegap itu memberikan selembar uang lima ribu. "Medit (pelit) lu anying, kok cuma goceng, mana butut deui (jelek lagi)." Protes Semi tapi tetep jalan ke dalem warkop buat beli kopi item sama gorengan.

"Kamana wae sia teh (kemana aja lu tuh), meuni* jarang amat kesini lagi." Magma sohibnya Tsukasa bertanya.

(*dibeberapa keadaan 'meuni' bisa cuma sebagai aksen atau kata imbuhan {?} diselipkan ke dalam kalimat yg menunjukkan kalau 'hal' tsb berlebihan)

"Au tuh, sombong amat." Tambah Suna. Ini temen main Semi kebanyakan emang cowo semua. Semi menyibakkan rambut, "Aah biasalah siga teu nyaho wae (kayak gak tau aja), gue pan (kan) orang penting. Sibuk nih sibuk."

Crome. Anak baru gede banget alias murid SMP kelas sembilan nyasar—sepupu jauh Suna—nyeletuk, "Alah kehed (sialan). Dapet temen kaya yang susah bareng jadi lupa semua."

Semi nyuntrung kepala Crome. "Yeuuh pitnah wae (aja) lu cil."

"Pemirsah, apa tidak kasihan sama mas mas ini?" Nishinoya, cewe kecil kelas sebelas. Dateng bawa gitar, sedikit kasian liat Ushijima yang keliatan nggak faham sama pembicaraan mereka.

Semi tepok jidat, "Eeh aduh poho (lupa) gue. Sori Ushi, come here. Moo moo." Semi jentik-jentik jari. Ushijima nggak berani mendekat. Tempat kumuh bernama warkop atau entahlah itu, terlihat seperti sumber kuman berbahaya di mata dia.

Break All The Rules - ushisemi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang