Part 9

499 45 2
                                    

Sinar mentari mulai menembus celah-celah jendela kamar Arsel namun sang pemilik masih enggan membuka matanya

Bukan, bukan karena ia malas tapi pening yang ia rasa belum juga mereda padahal semalaman ia juga merasakan itu apakah belum puas juga menyiksa fisiknya? Bahkan ia bisa terlelap saat langit sudah mulai berganti warna menjadi lebih terang

Lemas juga masih ia rasa ia juga melewatkan ibadah wajibnya karena untuk bangkit saja ia kesusahan. Dengan sisa tenaganya ia bangkit, ia tidak boleh lemah atau penyakit ini akan terbahak-bahak menertawakanya ia tidak boleh kalah

Keberuntungan untuk hari ini karena sekolah sedang libur jadi ia masih punya waktu untuk beristirahat sebelum ia memulai aktivitas kerjanya hari ini.

Setelah selesai acara mandinya ia sedikit merasa lebih baik pening juga mulai berkurang, niat hati ingin kembali merebahkan tubuhnya namun, ia masih ada pekerjaan sekolah yang belum selesai ia memilih untuk menuntaskannya terlebih dahulu

Tidak butuh waktu lama untuk menuntaskan soal-soal itu sudah di bilang Arsel itu berbeda, tak lama ia merasa lapar ia juga mengingat kapan terakhir makan dengan benar dan juga nikmat

Arsel pun memilih untuk memesan makanan online, badannya masih sedikit lemas untuk pergi keluar lagi pula juga montornya masih di cafe.

Namun belum sempat ia menekan tombol ok suara ketukan pintu lebih dulu mengalihkan antensinya, ia berfikir sejenak siapa yang mengetok pintunya? Keluarganya? Ah Arsel rasa itu mustahil tidak mau menduga-duga ia segera bergegas membuka pintu

Saat ia membuka pintu pertama kali yang ia lihat adalah wanita perubaya yang mungkin seumuran dengan mamanya, wanita itu membawa nampan berisi makanan dan juga segelas susu putih

"Bibi?" ia wanita itu adalah Bi Fatma

"Aden belum sarapan kan? Ini bibi bawa sarapan buat aden dimakan ya, bibi ga tega liat kamu kurusan gini"

Ah kemarin Renan sekarang Bi Fatma, mengapa orang-orang yang tidak ada hubungan darah dengannya selalu saja lebih memperhatikan Arsel, mengapa keluarga nya sendiri susah sekali, ya itu yang Arsel pikirkan saat ini

Remaja itupun tersenyum namun setelah nya tersirat raut wajah khawatir

"Bibi nanti kalau ketahuan papa bisa kena marah loh"

"Tenang aja den, mereka semua pergi liburan ke pantai pagi ini jadi ibu bisa bawain ini buat aden"

Liburan? Ah lagi-lagi ia harus di lupakan tapi tak apa setidaknya dengan begini ia bisa kembali merasakan masakan Bi Fatma yang selama ini ia rindukan

Arsel pun tersenyum lagi sembari mengambil alih nampan tersebut

"Makasih ya bi"

"Iya makan yang banyak ya den, nanti bibi ambilin lagi kalo kurang"

"Arsel bukan kakak ya bi yang makannya porsi kuli, em bibi udah sarapan belum?" Bi Fatma menggeleng

"Sini makan berdua sama Arsel, ini kebanyakan nanti Arsel ga abis itu sih kalo ibu ga jijik makan sepiring berdua sama Arsel"

Bi Fatma tersenyum di fikirnya harusnya dialah yang mengatakan itu.

"Harusnya ibu yang ngomong gitu ke aden, emang aden ga jijik makan berdua sama bibi?" Arsel menggeleng cepat

Kemudian Arsel menggandeng tangan Bi Fatma menuju meja belajarnya yang cukup luas, lalu ia menarik kursi di dekat lemari dan menyuruh Bi Fatma untuk segara duduk

ARSELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang