CHAPTER 4 || I am Not Perfect

19 6 1
                                    

Holla Guys, selamat bertemu kembali dengan Ayana di I am Not Perfect.
Jangan lupa vote, komen, and share!

Jangan lupa vote, komen, and share!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Hai, bulet. Apa kabar nih?” tanya salah satu teman kelasku.

Aku hanya diam karena aku merasa, namaku Ayana bukan bulet. Aku hendak mengambil buku novel dari dalam tasku, tapi tanganku dicekal oleh Garnis. Dia memegang tanganku begitu erat. Bahkan, sampai menimbulkan bekas di pergelangan tanganku.

“Cengeng banget si lu.”

“To-long, lepaskan. Tanganku sakit,” jawabku.

Garnis bukan melepaskan genggaman eratnya, namun semakin ia eratkan genggamannya. Aku meringis menahan rasa sakit. Pipiku telah penuh sebagai tampungan air mata kepedihan. Dia menarik tanganku untuk ikut bersamanya melenggang pergi ke halaman belakang sekolah.
Di sana ada gudang yang sudah tidak terpakai. Kondisinya pun usang tidak terawat. Dindingnya tumbuh dengan lumut hijau yang telah merata. Rumput-rumput tumbuh dengan liar.

“MASUK!”

Aku didorong sampai memasuki gudang itu. Dia menutup pintu gudang dengan keras. Tapi, tidak ia kunci. Tentu saja, dia tidak memiliki kunci cadangan gudang itu. Kunci aslinya saja aku tidak tahu masih ada atau tidak.

“BAGUS!!” Dia bertepuk tangan dengan tatapan sinisnya.

Aku terduduk dilantai yang begitu jorok. Lantai yang penuh genangan air, sampah-sampah berserakan, dan debu yang bertebaran.

“Lu, mau nyari muka dihadapan guru-guru?” tanyanya sarkasme.

“Maksud kamu apa?”

“Itu, kemarin lu telat, tapi guru ga ada yang hukum lu. Sedangkan, siswa atau siswi lain kalau telat pasti hukuman ga bakal bebas.” Tangannya bergerak maju menarik bajuku.

“Bulet si ulet buluk, lu itu harusnya ga di sini!” timpal Sarah.

“Tau, mending lu pindah deh dari sini,” sambungnya.

“Aku salah apa sama kalian?”

“Lu ga ada salah. Cuma, lu itu ga pantes sekolah di sini. Apalagi, lu manfaatin kekurangan lu biar dapet perhatian dari guru-guru.”

Mereka berdua pergi meninggalkan aku di gudang belakang sekolah. Aku berdiri membenarkan penampilanku yang sudah hancur. Baju putihku yang kusut, rok abu-abuku yang kotor, dan rambutku yang benar-benar sudah berantakan.
Aku berjalan untuk kembali ke kelas sebelum bel masuk terdengar. Rupanya, aku berangkat pagi-pagi malah membuatku terkena masalah. Bukan lagi tentang umpatan melainkan berkaitan dengan fisik. Ketika aku sampai di kelas paling ujung—lebih tepatnya wilayah kelas X—mereka menghinaku sesuka hatinya.

“Eh, lu habis mandi di coberan belakang sekolah?”

“Kemarin katanya mandi keringat, eh sekarang mandi air coberan.”

I am Not Perfect [ UPDATE SETIAP HARI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang