Bagian Tiga; [Sudah Biasa]

945 85 32
                                    

"Ketika aku memikirkanmu setiap saat, aku selalu lupa rasanya kesendirian."
—Sagara Tinta Dilandre

"Nggak usah berangkat Vano, istirahat dirumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nggak usah berangkat Vano, istirahat dirumah."

Sudah kalimat sama yang kedua belas ia ucapkan kepada adiknya. Tapi Devano tetap diam pura-pura menyantap sarapannya. Sagara sudah menyumpah serapahi telinga sang adik tuli asli. Sudah membuat darah tinggi saja pagi-pagi.

Hingga kelereng polos itu bertemu mata elang disana, Devano segera bicara. Mata elang itu seperti menemukan mangsa, bahkan bisa dibilang ingin menghabisinya. Vano menunjukkan senyumnya, menundukkan badannya di sebelah sang kakak agar lebih dekat katanya.

"Kan kemarin-kemarin Bang, sekarang Vano nggak papa kok," ucapnya membela.

"Kalau nggak masuk kan sia-sia Vano kemarin ikut kerja kelompok, toh nanti akhirnya Vano cuman numpang nama," lanjut Vano memelas.

Yang lebih tua menghembuskan napas kasar, memang susah mengatur adiknya. Apa boleh buat selain mengizinkannya? Daripada dirumah sendiri tak ada pengawasan, lebih baik disekolah membuat ulah tapi ada pengawasan.

"Hmm."

Deheman itu membuat senyum Vano mengembang dan tangannya bertepuk. "Makasih Bang," ucapnya.

Sagara mengangguk,

"Berangkat bareng Abang tapi, habisin sarapannya."

Mereka melanjutkan acara sarapan yang sempat tertunda karena Vano tadi. Devano tak henti-hentinya mengucap 'enak' setelah menyuap nasi ke mulutnya. Seingat Vano dulu, kakaknya belajar memasak karena dipaksanya ikut lomba. Dan hari itu juga mereka belajar memasak dipandu dari video internet.

Dua cowok bersaudara turun dari mobil berwarna putih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua cowok bersaudara turun dari mobil berwarna putih. Manusia-manusia yang kebetulan lewat atau memang niat menunggu langsung datang mengerumuni. Didominasi cewek, ada yang meminta foto, tanda tangan sampai semua disana diisi teriakan.

Atensi mereka hanya pada Devano, sang idola sekolah. Mengindahkan sosok yang berdiri menatap Devano sambil meringis, kasihan sekali adiknya. Tangan kanannya dimasukkan kedalam kantong kanan sebelah. Menunggu adiknya untuk mengurusi manusia-manusia yang membuat resah.

You, Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang