"Kayaknya, porsi sayang dia sama kayak porsi sayangnya Ayah Bunda ke aku."
—DevanoKedua netra itu saling bertumpu satu sama lain. Kemudian kembali mereka lihat seseorang yang tengah duduk di tengah lapangan. Dipikiran mereka, siapa yang rela duduk panas-panasan apalagi ini di tengah-tengah lapangan luar sekolah mereka. Kecuali orang kurang akal yang mau melakukan kegiatan itu.
Rion dan Xavier, yang sedari tadi mengamati sang sahabat pun, berjalan perlahan ke tengah lapangan. Geleng-geleng kepala melihat kelakuan satu sahabat sekaligus idola sekolah itu.
"Van, ngapain panas-panasan di tengah lapangan gini?" tanyanya mendekati Devano, yang menjadi pelaku utama.
Xavier ikut menyahut, "Nanti item, dimarahin Bang Gara," ucapnya.
"Yang jadi item gue, kenapa harus Bang Gara yang marah?"
Keduanya menepuk dahi, memang susah sekali berbicara dengan anak ini. Kenapa semakin lama semakin menjengkelkan.
"Gue baru selesai main basket—"
"Ayo, ke pinggir lapangan aja."
Tangan Rion menarik kerah baju sahabatnya yang sedang duduk. Mengarahkannya untuk mencari tempat duduk di tepi lapangan yang lebih teduh. Mereka berdua juga ikut mendudukkan diri dikedua sisi Devano. Masih menatap Devano yang bersender pada pohon dibelakang mereka sembari menutup mata, sepertinya kelelahan.
"Bang Gara belum keluar kelas?" tanya Rion.
Devano menggeleng, membuka matanya dan membenarkan posisi duduknya. "Nggak tau, tumben lama keluarnya. Mungkin ada tambahan?" jawabnya pelan.
"Jadwal tambahannya kapan?" tanya Xavier kali ini.
"Senin, Selasa, sama Rabu seinget gue."
"Ini Kamis."
"Iya tau, harusnya nggak ada tambahan dikelas Bang Gara."
"Piket mungkin?"
"Piket apaan kok lama banget, dari tadi gue nunggu sampe habis anak-anaknya."
Rion tertawa sebentar, "Sejak kapan seorang Devano ngeluh, cuman karena nunggu?"
"Setiap orang punya batas kesabaran," jawab Devano tak mau kalah.
Keduanya saling menatap, seperti mempunyai pemikiran yang sama. Rion tersenyum dan Xavier mengangguk. Sepertinya tidak masalah mereka ikut menemani Devano menunggi sang kakak keluar kelas.
"Kita temenin lo deh, nunggu Bang Gara," ucap Rion.
"Hmm."
"Kayaknya lo sayang banget ya sama Bang Gara?"
Devano menoleh kearah Rion sambil menautkan kedua alis. "Kenapa? Kok tanyanya gitu?" tanyanya bingung.
Rion terdiam. Hanya ada suara ranting dan dedaunan yang tertiup angin setelahnya. Surai hitam legam itu pun, ikut bergerak menjadi tak beraturan jadinya. Mereka sama-sama terlarut dengan pikiran masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
You, Me ✔
Teen Fiction[S E L E S A I] [B R O T H E R S H I P] Gosipnya menyebar, secepat angin yang membawa dedaunan berguguran. Hampir satu sekolahan sudah mengetahui. Bahkan itu belum diberi keterangan dari pihak yang bersangkutan. Mereka langsung percaya begitu saja...