Bagian Sepuluh; [Satu Hati]

360 47 23
                                    

"Kenapa kita jadi satu hati?
Aku jatuh, kamu jatuh.
Aku bangkit, kamu juga bangkit haha."
—Devano

"—Devano

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Abang..."

"Devano, kenapa? Bang Gara lagi ngantri ini, rame banget yang beli nasi goreng. Tunggu sebentar ya, sabar."

"..."

"Van?"

"..."

"Devano, kenapa diem?"

"Tolong Vano Bang, hiks..."

Piip

Sagara segera menyimpan ponselnya kembali ke saku. Tangan kanannya menerima plastik putih berisi dua bungkus nasi goreng, pesanan sang adik. Membayarnya segera, dan pergi berlalu dari tempat itu.

Ia takut, Sagara takut Devano kambuh dirumah. Adiknya ditinggalkannya sendiri, tak ada satu orang pun yang menemani saat Sagara membi nasi goreng didepan kompleks tadi. Ia takut Devano melakukan hal-hal yang bisa melukainya. Seperti saat itu, tangan sang adik yang menjadi korbannya.

Rumahnya mulai terlihat, langkah kakinya dipercepat. Perasaannya semakin tak enak, semoga saja tak terjadi apa-apa. Sagara membuka pintu dan segera berlari menuju kamar Devano. Lampu yang digunakan sebagai penerangan pun tak menyala, ia tak bisa melihat adiknya disana.

"Vano...Vano dimana?"

Sagara berjalan perlahan, sembari meraba-raba sekitarnya. Setelahnya, suara tangisan terdengar, Sagara yakin pasti itu Devano.

"Devano, ini saklar lampu dimana? Bang Gara lupa," ucapnya pelan.

"Hiks...Hiks...Abang."

Klek!

Seketika ruangan itu diterangi cahaya, Sagara dapat melihat sang adik yang duduk diatas kasur dengam selimut yang membelit badannya. Sagara menghampiri Devano, menariknya untuk dipeluk. Badan Devano bergetar hebat, diiringi isak tangis yang semakin menjadi. Untung Devano tak kenapa-napa, perasaannya saja yang salah.

"Ssstt...udah, Bang Gara disini."

Bahkan suara Sagara ikut bersedih. Dadanya sesak seperti ada yang menghimpit. Ia sedih terus-terusan melihat sang adik ketakutan. Ingin rasanya menggantikan, tapi disini dia satu-satunya yang bisa menenangkan.

"Hiks...Vano—Bang Gara, tolongin Vano."

"Abang disini Van."

"Vano takut di—"

"Hmm... Devano jangan takut, Bang Gara udah disini. Bang Gara sedih kalau Vano terus-terusan gini."

Mereka masih berpelukan, biasanya Ayah dan Bunda mereka ikut menenangkan sang adik, juga Sagara yang pasti panik. Ikut berpelukan bersama, mencoba membantu Devano bangkit melupakannya. Tapi sekarang berbeda, waktu sudah berjalan berganti Sagara seorang diri yang harus bertanggung jawab atas adiknya.

You, Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang