07 - Hal Tepat : Menjadi Asing

68 11 0
                                    

Happy Reading, FahRisa 🌻

Enjoy dan have fun, ya!
Jangan lupa bahagia^_^

▪️▪️▪️▪️▪️

"Menjadi asing itu bukan pilihan, tapi keharusan untuk kesembuhan hati."

▪️▪️▪️▪️▪️

Hubungan tak baik Risa dan Fahrul sudah sampai ke telinga teman-temannya. Teman Risa dan Fahrul sama-sama menyalahkan Fahrul atas terjadinya apa yang mereka alami sekarang. Mereka semua memberikan dukungan pada Risa dan menyalahkan Fahrul atas sikapnya.

Mereka menilai bahwa Fahrul memaksa Risa untuk menerima semuanya setelah apa yang Fahrul lakukan beberapa tahun silam. Bahkan teman-teman Fahrul tak menyangka jika Fahrul merupakan sosok yang seperti itu dulu. Padahal sekarang dia sangat menghormati perempuan.

Malam ini, Fahrul diajak bertemu oleh ketiga temannya di angkringan yang biasa mereka datangi untuk sekedar mengobrol dan kumpul-kumpul. Fahrul yang baru saja tutup distro dan tidak ada kegiatan lainnya, langsung melajukan motornya menuju ke tempat yang di bicarakan ketiga temannya.

Setelah sampai sana, Fahrul langsung memarkirkan motornya lalu turun dan menghampiri teman-temannya. Fahrul tidak lupa berjabat tangan ala laki-laki setelah bergabung duduk bersama Erwin dan Aksa.

"Si Esta kemana?" tanya Fahrul.

"Di telpon Ibu Negara," jawab Erwin.

Usaha Semesta mendekati bulan beberapa bulan lalu membuahkan hasil yang manis. Mereka berakhir pacaran setelah Esta menyatakan perasaanya berkali-kali dan tak kenal menyerah mendekati Bulan.

"Rul," panggil Aksa yang membuat Fahrul menoleh. Padahal baru saja Fahrul menyomot satu sate yang ia yakini adalah di piring Semesta, karena ada jaketnya disana. "Kenapa?"

Fahrul mengernyitkan dahinya mengenai pertanyaan Aksa yang membuatnya bingung. Bukan hanya Fahrul, tapi Erwin juga sama bingungnya tentang kenapa yang menjadi pertanyaan Aksa.

"Kenapa lo bangsat?" tanya Aksa.

Fahrul akhirnya sadar kemana arah tujuan Aksa berbicara. "Gue udah jelasin 'kan, otak gue dajjal waktu itu. Gue nggak mikir apapun di lain kepuasan gue ngerjain orang."

"Lo nggak ngerti hati perempuan yang tulus apa, Rul?" kata Erwin.

"Nggak. Gue nggak ngerti perasaan."

"Udah beneran sinting lo," kata Erwin.

"Kalau gue waras, nggak mungkin gue lakuin itu, kan?"

"Bener juga, sih," kata Erwin menyetujui perkataan Fahrul.

"Luka pasti membekas," kata Aksa.

"Rul, gue emang payah kayak kambing. Tapi, gue nggak banci kayak lo. Pasti sulit banget jadi Risa 'kan setelah hari itu. Perasaan sakit tuh nggak ada obatnya."

"Gue tahu."

"Kenapa lakuin itu?" kata Aksa.

"Eh, bego, kalau gue sadar waktu itu. Kalau gue nggak banci. Kalau gue nggak fuckboy. Kalau gue nggak kayak pengecut. Apa gue bakal lakuin itu? Gue nggak tahu. Kalau gue bisa ubah diri gue waktu itu, gue juga nggak mau dia kayak bangsat."

"Pergi. Pasti sakit liat lo terus buat Risa," kata Aksa.

"Lo enak ngomong kayak gitu. Yang bangsat 'kan gue. Lo tahu, gue merasa bersalah bertahun-tahun karena hal ini. Emang yang kena impact Risa aja? Gue juga. Gue udah cobain segala hal, tapi nggak ada yang berhasil dapat maaf dan hilangin rasa bersalah gue. Gue tahu, gue salah. Tapi, jangan hakimin gue, kasih gue solusi."

[✓] - FahRisa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang