Chapter 12

1.5K 112 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

Pippppppppppp....


"Sial!!!!" Kaget Pluem saat ia malah ketiduran dimobilnya saat menunggu Chimon pulang sekolah, kepalanya tertumbuk dengan stir mobilnya  dan menekan klakson mobil hingga membuatnya kaget sendiri, Pluem mengelus dahinya yang lumayan sakit juga. Ia melirik jam tangganya dan sudah jam 6 sore, ia panik, bisa-bisanya ia ketiduran begitu lama, dan Chimon entah kemana sampai sekarang tak muncul. Pluem melihat langit dari jendela mobilnya dan langit sudah menjingga menandakan hari sudah petang
"Astaga, Chimon kemana lagi" stres Pluem.

Ia menghubungi Chimon berkali-kali namun tak diangkat, membuat Pluem sangat khawatir akan kekasihnya itu, baru kali ini Chimon mengabaikan panggilan telponnya
"Ahh sial, kenapa aku malah ketiduran disini sih" kesal Pluem pada dirinya sendiri. Saat ia bersandar pada jok mobilnya, tak sengaja matanya melihat keluar jendela, dahinya mengerut melihat siswa SMA berdiri diatas atap pembatas gedung sekolah yang tinggi itu. Ia terus menatapnya, seolah tak asing. Sweater merah maron itu, bentuk tubuh itu, mata Pluem membulat, jantungnya seakan berhenti melihat kekasihnya akan melompat dari atas gedung sekolah.

Tak buang-buang waktu Pluem keluar dari mobil, berlari kencang bahkan ia yakin sudah melebihi atlet pelari internasional. Tak tunggu menit, Pluem sampai digedung SMA itu dan berlari menaiki setiap anak tangga, ia sempat melihat tas Chimon ditangga, ia berdoa dalam hati semoga ia belum terlambat menyelamatkan kekasihnya itu. Pluem sukses sampai diatas atap berlantai beton, ia tak peduli bila ia kehabisan nafas berlari, dengan cepat ia menangkap tangan Chimon dan menarik pinggangnya agar turun dari pembatas, lambat sedetik saja , Chimon bisa saja lompat.

"Apa yang kau lakukan!!!" Teriak Pluem emosi, siapa tak emosi saat melihat pacar mau bunuh diri, ia takut kehilangan kekasih manisnya itu, jantungnya hampir saja Copot. Pluem mengatur nafasnya, ia sangat kelelahan berlari tadi bahkan berlari melewati tangga. Chimon hanya menunduk dan menangis pilu, seolah mengeluarkan semua yang menyesakkan dadanya. Pluem terdiam, ia memandang kekasihnya dengan menyesal, mungkin ia tak seharunya membentak Chimon tadi
"Jangan melakukan hal yang konyol" Pluem kembali berbicara dengan tenang
"Kenapa kau melakukan ini ? Apa yang sebenarnya terjadi ?" Tanya Pluem mendekati kekasihnya itu.

Chimon menghapus air matanya, dengan gemetar ia mengeluarkan selembar kertas kusut dari saku celananya. Ia sudah pasrah, toh ia tak bisa melakukan apapun lagi. Ia mengulurkan tangan putihnya memberikan kertas keterangan dokter kepada Pluem. Walau kebingungan, Pluem mengambil kertas itu dengan cepat dan membacanya
"Phi, aku hamil" ucap Chimon dengan sesegukan, ia merasa kacau. Pluem terdiam dan masih menatap surat keterangan itu ditangannya. Berlahan kaki Pluem mundur, lalu berbalik dan berlari pergi dari sana, membuat Chimon makin terluka, ia sudah menduga, Pluem akan meninggalkannya bila mengetahui semua ini. Kaki Chimon serasa lemas dan jatuh terduduk dilantai atap beton itu. Ia hanya bisa menangis sejadi-jadinya.

Chimon berhenti menangis lalu mengangkat kepalanya, ia menatap bingung Pluem yang kembali keatas sana dengan nafas terengah-engah karena lelah berlari, lalu mata Chimon tertuju pada tas sekolahnya yang sempat ia jatuhkan tadi ditangga sekolah kini ada ditangan Pluem
" Kenapa kau menangis ? Kenapa kau ingin bunuh diri ? Ku ingin membunuh anakku ?" Tanya Pluem ketika bisa mengatur nafasnya
"Phi....."

"Apa ? Kau tak berfikir macam-macam tentangku kan ? Aku pergi bukan untuk kabur, tapi mengambil tasmu" jelas Pluem memperlihatkan tas Chimon ditangannya
"Tapi tadi kau diam saja phi!! Aku takut kau pergi" Isak Chimon
"Itu tak mungkin, aku bahagia, saking bahagianya aku tak tau mau berekspresi apa, ini seperti mimpi'' jujur Pluem
"Apa ?" Heran chimon, kali ini semua diluar dugaannya.
"Yah jangan menangis, itu tak baik untuk bayi kita" Pluem mendekat menarik Chimon agar kembali berdiri, Pluem menghapus air matanya
"Kau tak cocok menangis" ucap Pluem lagi, ada sebersit rasa legah dihati Chimon, berlahan bibir pucatnya tersenyum walau ia masih tak menyangka kejadian ini. Chimon memeluk erat Pluem dan kekasihnya itu juga memeluknya
"Aku takut sekali phi"
"Tak usah khawatir, selama aku ada, kau akan baik-baik saja. Sudah kubilangkan, kau harus selalu percaya padaku" ucap Pluem lagi.

Tangan Pluem turun menyentuh perut Chimon, dilubuk hatinya yang paling dalam ia bahagia sekali,  bahkan untuk teriak bahagia saja itu tak cukup menggambarkannya, ia akan punya bayi, bayi dari seseorang yang amat ia cintai, rasanya hari ini seperti mimpi saja. Ia sama sekali tak menyangka ada anaknya yang hidup diperut itu, berlahan bibirnya tersenyum hangat sambil menatap perut Chimon. Saking senangnya, ia menangis sambil tersenyum lebar, sesekali satu tangannya yang bebas menghapus air matanya
"Rasanya seperti mimpi, ada bayiku disini, terima kasih Chimon" ucap Pluem
"Ini adalah hadiah luar biasa, tak semua orang bisa memiliki bayi, jadi jangan coba-coba menghilangkannya" lanjut Pluem lagi
"Maafkan aku phi, aku ketakutan" jujur Chimon. Pluem menghela nafas, ia bersyukur ia dapat menyelamatkan semuanya.

"Ayo naik" ajak Pluem dan berjongkok didepan Chimon membuat Chimon makin bingung
"Aku akan menggendongmu turun, bahaya kalau kau turun tangga. Kalau kau jatuh bagaimana ? Bayinya bagaimana ?" Khawatir Pluem
"Itu berlebihan, aku tak mungkin jatuh"
"Naik saja" paksa Pluem, Chimon tersenyum dan naik kepunggung Pluem yang kini mengendongnya. Rasanya legah sekali, sekarang selama Pluem berada disisinya ia tak takut dan khawatir apapun lagi. Pluem akan selalu menjaganya.

.
.
.
.

Tbc

Tbc

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pregnant (Pluem - Chimon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang