"Maaf sebelumnya nona y/n, tetapi saya harus mengatakan hal ini pada anda."
Kamu menelan saliva gugup saat melihat bagaimana dokter Kim menghela nafas panjang dengan raut wajah melas, seakan ada sesuatu yang buruk yang ingin diberitahukan dia kepadamu. Kamu berharap ini tidak tentang Luna, walau kamu sendiri sudah tahu kalau Luna yang akan dibicarakan oleh dokter Kim.
"Umur Luna tidak akan lama lagi,"
Air mata menetes begitu saja dari pelupuk matamu. Tanganmu bergetar hebat mendengar ucapan dokter Kim. Kamu mencoba untuk tetap tegar menyatukan fokusmu agar adikmu tidak curiga. Namun kamu tak bisa, setelah dokter Kim pamit. Kamu masih berada di luar ruangan adikmu dirawat sambil menangis tiada henti.
Kamu tahu ini bukanlah salah Tuhan dengan takdir yang telah ditulis untuk adikmu. Tapi kamu tak dapat menahannya, kamu tetap menyalahkan takdir yang terus membuatmu kehilangan satu persatu orang tercintamu. Pertama ayahmu, kedua ibumu, dan sekarang Luna?
"Unnie?"
Kamu tersenyum lemah mendengar suara lirihnya memanggil namamu. Menarik kursi yang berada di sebelah ranjang pasiennya, kamu duduk sambil menggenggam tangan adikmu. Luna Choi akan menginjak umur 17 tahun seminggu lagi, tepat seperti perkiraan dokter Kim kepadamu tadi. Dan kamu mana mungkin bisa selamat dari trauma jika nyawa adikmu benar-benar terenggut di hari ulang tahunnya.
"Unnie habis menangis ya?"
"T-tidak," kamu menggeleng kepala menanggapi ucapannya. "Unnie tidak menangis,"
Luna ingin tersenyum melihat ketegaran sang kakak selama ia dirawat disini. Tapi untuk tersenyum saja Luna begitu kesulitan, tubuhnya yang begitu lemah membuatnya tak bisa merasakan apa-apa, sekalipun selang yang menancap di tubuhnya. Luna begitu menyayangimu seperti ia menyayangi kedua orang tuanya. Bagi Luna kamu sudah seperti orang tua yang selalu menjaga dan merawatnya dengan sepenuh hati.
"Luna sayang dengan y/n unnie,"
Kamu mengatupkan bibirmu rapat-rapat menahan air mata yang bisa menetes kapan saja ini. Kamu pun menundukkan kepala untuk menghindari tatapan Luna lalu mengecup punggung tangannya.
"U-unnie juga sayang sekali dengan Luna, cepat sembuh ya peri kecil unnie."
"Tapi Luna tidak akan bisa sembuh, unnie."
"Luna pasti sembuh, Luna harus semangat hmm. Untuk unnie, untuk Loui, dan untuk Luna sendiri?"
"Luna takut unnie,"
Kamu menghapus air mata adikmu disaat kamu sendiri juga sedang menangis dihadapannya. Kini kamu maupun Luna tak dapat membendung perasaan ini lagi, perasaan sedih, takut, dan bingung bercampur menjadi satu dalam batin kalian. Ketakutanmu akan kehilangan adikmu melebihi ketakutan Luna sendiri.
"Aniyo, Luna tidak boleh takut, Luna harus kuat dan terus berdoa pada Tuhan supaya diberi kesembuhan."
Luna menganggukkan kepala pelan menanggapimu. Suara ketukan pintu terdengar cukup keras pada pintu, kamu menoleh kearah dimana pintu sudah terbuka. Itu adalah suster yang membantumu menjaga sekaligus merawat Luna selama disini. Namanya Minji, perempuan berusia 27 tahun yang sudah bekerja selama tiga tahun sebagai suster di rumah sakit ini.
"Nona y/n?"
"Ah, ne Minji-ssi."
Kamu melepas genggaman tanganmu pada Luna lalu berdiri untuk menghampiri Minji. Ia tersenyum ramah kepadamu sambil mengusap bahumu untuk mengurangi perasaan takutmu sedikit.
"Anda harus pergi bekerja bukan?"
"Ah, ne."
Kamu menoleh kearah Luna yang terkulai lemah diatas ranjang. Minji mengikuti arah pandanganmu lalu berkata, "Anda tidak perlu khawatir soal Luna. Saya akan menjaganya disini,"
KAMU SEDANG MEMBACA
DEMON (TAEYONG) [END]
Fanfiction[LEE TAEYONG X READER] Semua usaha telah kamu lakukan demi menyembuhkan adikmu - Luna. Namun kondisinya tak kunjung membaik sampai saat dokter menyampaikan jika umur Luna tak akan lama lagi. Perasaanmu begitu hancur dan takut akan kehilangan satu-sa...