four: he's here, the demon

230 62 3
                                    

Sudah beberapa hari sejak kamu memanggilnya. Kamu tak berani untuk datang kesana apalagi memanggilnya lagi. Kamu hanya bisa melakukan rutinitasmu sambil menunggu datangnya hari dimana demon akan mengambil nyawamu. Jika ditanya apakah kamu takut atau tidak? Jawabannya sangat-sangat takut, siapa yang tidak takut dengan kematian memangnya. Apalagi kalau orang itu sudah tahu kapan kematiannya akan terjadi. Itu bukannya semakin mengangkat beban mu malahan itu semakin membebanimu.

Kamu menghela nafas kasar seraya mengusap peluh dari dahimu. Lalu duduk di salah satu kursi kosong yang ada di gudang. Kamu tak menyadari jika sedaritadi bayangan hitam terus memandangimu dari kejauhan, tampak dia sedang mengawasimu dari tempatnya bersembunyi. Dan saat ada seorang laki-laki berjalan menghampirimu, secara tiba-tiba bayangan itu langsung berpindah tempat—berada di sebelahmu.

“Noona!”

“Oh,” Kamu mendongak menatapnya. “Jihoon, hei.”

Ia tersenyum menyodorkan sebotol minuman dingin kepadamu. Jihoon tahu saja kalau kamu sedang haus-hausnya. Kamu tentu menerimanya dengan senang hati dan berterimakasih kepadanya. Namun bayangan hitam di sebelahmu itu terlihat aneh, seperti ia tak begitu menyukai keberadaan Jihoon di dekatmu. Siapa sebenarnya bayangan hitam ini?

“Nanti malam apa Noona di rumah? Jihoon shift malam, mau mampir sebentar.”

Jangan!

Seketika sekujur tubuhmu merinding, bulu-bulu halus di tanganmu berdiri merasakan hawa dingin dan mencekam secara tiba-tiba ini. Tanganmu mengusap-usap leher dan tengkukmu karena merasa ada seseorang yang berada di dekatmu. Tatapanmu melirik ke kanan dan kiri mencari keberadaan sosok tak terlihat itu. Kamu takut jika ada hantu atau arwah yang diam-diam mengikutimu.

“Noona?”

“O-oh, iya?”

“Noona kenapa?”

Kamu menghela nafas sembari melempar senyum tipis kepadanya, merasa tak enak untuk menolak permintaannya tadi. Namun kamu teringat dengan Luna, malam ini kamu harus kembali ke rumah sakit untuk menemaninya.

“Maaf Jihoon, tapi malam ini aku harus ke rumah sakit lagi untuk menjaga Luna.”

Ia tersenyum–bayangan hitam yang berada di sebelahmu–namun dibalik senyumannya, ia menyimpan sedikit perasaan aneh yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Sedangkan Jihoon yang kembali gagal untuk pergi ke rumahmu sedikit merasa kesal. Sia-sia usahanya selama ini untuk mencaritahu soal keberadaan demon itu. Namun, andai saja jika Jihoon dan kamu tahu, kalau sebenarnya demon itu ada disini bersama mereka. Pasti Jihoon langsung kalang kabut mencari ponsel untuk menghubungi bosnya. Demon ini sudah tahu niat jahat Jihoon sejak awal. Ia sudah mengikuti Jihoon secara diam-diam setelah Jihoon dari rumahmu waktu itu. Ia cukup senang karena kamu menolak permintaan Jihoon yang hendak ke rumahmu nanti malam.

“Ah, begitu ya.”

“M-maafkan aku Jihoon.”

“Tidak, Noona tidak perlu meminta maaf padaku. Luna memang jauh lebih penting untuk saat ini, tidak apa-apa.”

“Terimakasih Jihoon.”

“Sampaikan salamku untuk Luna, semoga dia lekas sembuh.”

Kamu menganggukkan kepala pelan menanggapinya. Jihoon pun pamit pergi, kembali membiarkanmu duduk sendirian di gudang. Hari ini kamu sendirian karena Yeri bekerja pada shift malam, kamu sangat bersyukur Yeri mau dititipi Loui selama kamu pergi bekerja sampai pergantian shiftnya.

“Pilihan yang bagus,”

Kamu tersentak kaget saat suara seorang laki-laki muncul secara tiba-tiba disini. Menengok ke kanan dan kiri kamu tak melihat ada siapapun selain kamu disini. Lalu suara milik siapa itu?

DEMON (TAEYONG) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang