⩩✦↷O4。┊MY PROTECTIVE WING

177 31 69
                                    

Baru saja aku tiba di dalam lift, seseorang mencegahku dan memintaku untuk keluar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baru saja aku tiba di dalam lift, seseorang mencegahku dan memintaku untuk keluar. Raut kekhawatiran benar-benar terpancar pada wajahnya. Aku sedikit terkejut dengan kehadirannya yang begitu tiba-tiba. Sejak kapan ia mengikutiku? Aku sedikit bergidik ngeri lantaran ia seringkali muncul secara tiba-tiba belakangan ini sejak tragedi tabrakan di depan pintu itu.

"Lift ini rusak, Zora. Ayo keluar sebelum liftnya ketutup!" serunya sambil mencekal pergelangan tanganku.

Aku menggeleng dan berusaha melepas cekalannya di pergelangan tanganku. Sial, cekalannya begitu kuat. Aku pun langsung menekan angka 3 pada deretan tombol di dekat pintu lift itu.

"Kamu gila? Lift ini rusak! Nggak--"

"Udah jelas di depan nggak ada tulisan peringatan kalau lift ini rusak. Ini juga masih bisa dipakai sebagaimana mestinya," potongku dengan cepat.

Seperti dugaanku, lift ini tidak apa-apa. Lift ini mulai naik dan aku merasa biasa saja, sampai yang diucapkan pria itu terjadi. Lift mendadak berhenti.

"Bisa nggak sih kamu dengerin aku? Udah dibilang lift ini rusak," omelnya.

Aku tahu niatnya memang baik untuk memperingatiku. Namun bukan Zora namanya jika tidak 'gengsi' dan bersikap seolah aku memang tidak pernah bertemu dan mengenalnya.

"Kalau kamu tahu lift ini rusak, ngapain kamu ikutan masuk?" tanyaku tanpa sekalipun menatap netranya.

Atensiku masih mengarah pada pintu lift yang tertutup rapat itu. Raut wajahku benar-benar datar, mungkin lebih tepatnya menampilkan wajah tidak bersahabat untuk pria yang terjebak denganku di ruangan lift yang sama. Namun seketika aku kembali teringat kepada Icha, bagaimana aku ingin mencarinya jika aku saja terjebak di dalam lift bersama orang yang tidak lain dan tidak bukan adalah orang yang selalu aku hindari?

"Kamu seharusnya nggak ikut masuk, Mas. Kamu terlalu berlebihan untuk sekedar memperingatkan," lanjutku. Kali ini nada bicaraku mulai melembut, tidak ketus seperti biasanya. Bahkan tanpa kusadari, aku baru saja memanggilnya dengan sebutan 'Mas'.

Aku meliriknya sekilas. Tampak, ia sedang berkutat dengan ponselnya. Entahlah ia ingin menghubungi siapa. Namun yang jelas, ia terlihat sedikit kesal sambil menggerak-gerakkan ponselnya.

"Kamu masih sama aja kayak dulu. Bukannya seneng diperhatiin malah kayak gitu. Duh, sinyalnya ke mana sih, ilang mulu dari tadi."

Aku membisu. Aku tahu semua ini salah. Jika aku tidak dimutasi ke Jakarta, pasti aku tidak akan bertemu dengan Mas Ge lagi. Ah, tidak. Lebih tepatnya jika aku tidak bekerja di PT Ibtesam Sejahtera, pasti aku sudah hidup bahagia dengan pilihanku sendiri.

"Kamu kenapa diem aja? Harusnya kamu cari bantuan juga, bukannya lihatin pintu lift terus. Pintunya nggak akan kebuka sendiri, Zora," lanjutnya.

Aku pun turut mengeluarkan ponsel dari saku celanaku. Aku bingung ingin menghubungi siapa lantaran isi buku teleponku hanya ada Papa, Icha, Noverisa, Akbar, Mbak Liza, Vano, Pak Ibtesam, Pak Reynand, dan Pak Shivash. Dengan sedikit menurunkan egoku, akhirnya aku memberanikan diri untuk menghadap ke arahnya. Kini atensiku sepenuhnya tertuju pada pria yang sudah benar-benar menjeratku dengan pesonanya sejak beberapa tahun silam.

GZ SERIES 02 - MY EX IS MY HUSBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang