Untung Ibu bilang kalau Tante Rani ulang tahun baru baru ini, saat aku menelpon Ibu kalau minggu ini Dallas mengajakku berkunjung kerumahnya, jadi menurut Ibu, bisa jadi acara makan keluarga itu untuk merayakan ulang tahunnya.
Jahat banget kalau memang benar dan Dallas tidak memberitahuku, aku bisa berakhir datang dengan tangan kosong, dan aku bisa malu.
Tentu saja seenggaknya aku akan bawa buah tangan, mungkin buah atau makanan lain walaupun Tante Rani tidak ulang tahun pun, tapi kalau untuk ulang tahun sebaiknya aku bawa tambahan bunga untuk Tante Rani.
Aku tidak berpikir kado lain untuknya, aku juga tidak tau apa yang dia suka, dan kayaknya terlalu berlebihan kalau aku datang dengan suatu hadiah yang bahkan Dallas saja tidak bilang tentang ulang tahun Ibunya, bisa jadi kan ada ritual tidak boleh tukar kado di keluarga mereka,hal semacam itu ada di beberapa tradisi keluarga.
Ibu membuat bermacam macam kue untuk Tante Rani ,mereka sudah berteman lama, jadi Ibu ingin memberikan kado untuk sahabatnya.
Aku mematut diri di depan cermin sekali lagi. Entah kenapa aku menjadi sedikit gugup. Bertemu dengan orang tua pacarku bukan hal yang pertama, dulu aku sangat dekat dengan keluarganya Saga, mereka sangat baik padaku. Bisa dibilang, mereka pengganti keluargaku saat di bekerja Bandung dan jauh dari keluarga.
Kalau aku kangen pada Ibu, aku pasti berkunjung ke rumah Saga untuk bertemu Ibunya, kami biasa mengobrol dan memasak bersama. Aku memang tidak bisa memasak, aku cuma membantu Mama Asih memotong motong bumbu atau sayuran. Aku memanggilnya mama, sudah sedekat itu hubungan kami, seolah pernikahan sudah ada di depan mata. Jadi tidak heran saat perpisahanku dengan Saga, yang paling menyayangkan perpisahan kami adalah orang tuanya. Aku juga lebih sedih saat melihat Ibunya menangis memelukku untuk kali terakhir saat aku berkunjung ke rumahnya untuk pamit.
Lebih mudah rasanya merelakan hubunganku dengan Saga karena hubungan kami sudah sangat rapuh jauh sebelum adanya penghianatan saga. Dan diperparah dengan penghianatan itu, jadi disitulah akhir panjang dari hubungan kami yang mati matian disambung walaupun sudah ada tambal dimana mana. Makannya periode kesedihanku kehilangan Saga lebih pendek, ketimbang kehilangan kedekatanku selama itu dengan seorang wanita yang sangat menyayangiku seperti anaknya sendiri.
Mungkin karena orang tuanya Dallas sudah lebih dulu dekat dengan Ibu dan keluargaku, dan sekarang aku akan bertemu mereka dengan cara yang berbeda, sebagai pacar anaknya.
Aku takut pandangan mereka padaku akan jadi seperti apa, mungkin mereka sudah punya pandangan tersendiri jauh sebelum aku dan Saga berpacaran, apalagi sekarang ditambah dengan adanya ikatan itu.
Walaupun Ibu dekat dengan Tante Rani, tapi tidak bagiku. Aku jarang di rumah dan tidak pernah bersosialisasi dengan tetanggaku, aku saja baru tau kalau aku dan Dallas bertetangga, seburuk itulah kehidupan sosialku.
Aku beberapa kali bertemu Tante Rani saat berkunjung untuk ngobrol dengan Ibu di rumah, aku biasanya hanya bersalaman dan berbasa basi saja, aku tidak pernah menjerumuskan diriku dengan terpaksa untuk berbasa basi panjang lebar duduk ikut dalam pembicaraan Ibu Ibu.
Biasanya aku langsung masuk ke kamar dan menyibukan diriku dengan duniaku sendiri di kamar kalau Ibu sedang ada tamu, makannya aku takut ada pikiran buruk dari Tante Rani padaku. Itulah gunanya kita harus bertegur sapa dengan baik sesame makhluk ciptaan Tuhan, kita tidak tau kedepannya akan jadi siapa orang yang pernah kita temui di masa lalu, persis yang terjadi padaku.
"Kamu udah cantik Sya, gak perlu terus muter muter gitu di depan kaca." Aku hampir saja terjatuh saking kagetnya, Ibu masuk ke kamarku saat aku terlalu asyik sibuk dengan pikiranku di depan cermin.
"Ikh Ibu, kaget tau gak!." Aku memegang dadaku spontan dan berjalan ke arah nakas mengambil ponsel dan memasukkannya ke dalam tas.
"Ibu dari tadi manggil manggil loh dari luar, tuh Dallas udah datang jemput." Ibu ikut masuk ke dalam kamarku dan duduk di tepian ranjang.
"kamu udah cantik ko, gak usah gugup gitu dong, kamu kan udah kenal sama Tante Rani, mereka orangnya baik." sambungnya lagi.
Aku merapikan rangkaian buket bunga yang tadi pagi diantar ke rumahku. Kemarin sepulang kerja aku memang mampir ke toko bunga dekat kantor, aku sengaja minta di antarkan pagi ini, terlalu repot kalau aku harus mendadak mengajak Dallas untuk mampir ke toko bunga dulu.
"Ibu bilang gitu karena orang tuanya, masa Ibu bilang aku jelek." Aku mematut diri sekali lagi di depan cermin. Memakai dress biru muda selutut dengan hiasan bunga bunga putih, berlengan panjang dengan model terompet dan ber serut di ujung pergelangan tangan, dengan kerah tinggi menutupi leher. Aku ingin penampilanku cukup sopan di depan keluarganya Dallas.
Rambut kubuat bergelombang dan ku ikat asal, cukup cantik dengan tambahan anting emas putih yang menggantung agak panjang di telingaku, anting yang dari beli tidak pernah aku pakai, akhirnya inilah kesempatannya untuk keluar dari peraduannya.
Hanya aku mungkin wanita yang menganggap dirinya cantik walaupun dalam keadaan gugup seperti ini. Rasa percaya diri tingkat tinggi. Narsis.
"Bu, Tante Rani bakalan mikir apa ya tentang aku, dia pernah cerita sesuatu gak sama Ibu dulu?."
Ibu berdiri dan menarik tanganku keluar. "Udah jangan banyak pikiran ini itu, kasian Dallas udah nungguin, kalo kamu datang kesono telat malah gak enak, kamu udah kenal mereka, udah tau mereka kaya gimana kan!."
Aku menghembuskan napas gugup. Justru karena aku udah kenal makannya begini, kalo belum kenal malah aku bakal bodo amat.
Dallas memasukan kantong kue titipan Ibu ke dalam mobil, aku ikut menaruh buket bunga di kursi belakang.
Aku melambaikan tangan pada Ibu yang mengantarkan kami ke teras ,Dallas membuka pintu mobil untukku, setelahnya dia menyusulku masuk ke belakang kemudi.
"Kamu cantik banget si." Dallas mengambil tanganku dan diciumnya ,langsung di usapnya rambutku tapi langsung kuturunkan tangannya dari kepalaku.
"Ikhhh..nanti rambut aku berantakan, dari pagi aku catok ini supaya bagus gini". Aku merapikan kembali rambutku.
"Ko kamu sampe segitunya si, gak dandan juga kamu udah cantik ko."
"Gombal, perayu." Sengaja kumanyunkan bibirku untuk menggodanya.
Dallas tertawa dan kembali ingin mengusap kepalaku tapi aku memundurkan badanku ke pintu mobil untuk menghindarinya.
"Aku gak pernah ngerayu kamu sayang." Dallas mengedipkan sebelah matanya lalu tertawa, kuputar mataku ke atas untuk balasan leluconnya.
"Kamu kenapa gak bilang kalo tante Rani ulang tahun?." Aku baru ingat untuk menanyakan ini.
Dallas menengok ke jok belakang tempat bunga untuk Tante Rani diletakkan.
"Oh jadi itu sebabnya kamu bawa bunga itu?"
"Gak mungkin kan aku datang dengan tangan kosong saat ada yang berulang tahun, kamu aja yang jahat, untung Ibu kasih tau aku, Kalau nggak, aku bakal nyalahin kamu habis habisan".
Dallas kembali meraih tanganku dan dibawanya ke bibirnya lalu diciumnya. "Aku gak mau kamu repot mikirin harus kasih kado ini itu, Bunda udah tua, gak perlu kado ini itu, pengennya kumpul semua keluarga, makan bareng, dia udah seneng".
Aku kembali memutar bola mata. "Kalau hanya harus beli bunga gak bakal repot lah, Tante Rani pasti seneng dapet kado walaupun sederhana, itu tanda perhatian kita, aku tau karna aku juga perempuan."
"Berarti kamu suka dapat kado juga?." Dia masih menggenggam tanganku dan memainkannya di pangkuannya.
"Percaya sama aku, gak ada yang gak suka hadiah."
"Kamu pengen hadiah apa?".
"Really! Lucu banget kalo aku jawab pertanyaan kamu, kamu cari tau sendiri dong, dan juga aku gak minta dibeliin kado, itu khusus buat acara penting aja kalau kamu mau beliin." Aku tertawa "Wanita dan segala misterinya". Dallas menimpali sambil geleng geleng kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Namanya Dallas
Romance*Terdapat beberapa konten untuk 21+, harap pembaca bijak. Hidupku berubah dalam satu malam. Hanya karena matanya yang seperti bulan sabit saat tersenyum, bibir tipis yang selalu menyunggingkan senyum jahil, dan alis matanya yang lebat terukir rapi...