Empat Puluh Tujuh

1.6K 122 3
                                    

Aku merebahkan diri di kasur, aku melihat pergelangan tangan dimana melingkar jam tangan kulit warna hitam. Sudah menunjukan jam sebelas malam ternyata. Semenjak tiba di Bali jam tiga sore tadi aku belum istirahat sama sekali. Rasanya badanku lengket dan kaku semua.

 Sebenarnya pertemuan resmi dengan pihak klien baru besok pagi, tapi karena aku mengambil alih pekerjaan ini dari Gita, jadinya aku berangkat tadi siang dari Jakarta untuk melihat lihat terlebih dahulu seperti apa proyek yang sedang dikerjakan.

Aku menginap di Villa di daerah Ubud. Ubud terkenal dengan Villa asri yang menyatu dengan alam. Proyek yang kami kerjakan juga adalah iklan dan promosi untuk sebuah Villa di Ubud yang sedang dalam tahap pembangunan.

Pemiliknya sama dengan pemilik Villa yang sekarang ku tempati, kami memang sudah bekerja sama dalam beberapa proyek. Akupun sudah pernah menangani salah satu proyek milik Pak Arundapati, pengusaha real estate yang terkenal di Bali, beliau mempunyai beberapa villa dan hotel yang tersebar di seluruh Bali.

Aku datang lebih awal untuk mempelajari secara langsung konsep proposal yang Gita tawarkan dengan keadaan villa secara langsung. Proposal yang Gita buat sudah bagus, aku hanya perlu menambahkan sedikit apa yang kurang saat aku melihat langsung tempatnya. 

Perutku berbunyi kelaparan, aku belum makan malam, aku memutuskan menelpon resepsionis meminta mengantarkan nasi goreng ke kamarku.  Aku sudah tidak ada tenaga untuk keluar mencari makan. Padahal suasana di Vila ini pada malam hari pasti indah banget.

Makan malam di restoran villa dengan pemandangan hamparan sawah yang membentang dengan lampu lampu yang indah di pasang di sana sini. Tapi tidak, aku hanya ingin mandi dan tidur secepatnya, besok pagi aku ada rapat dengan Pak Arundapati pagi pagi sekali.

Bunyi notif pesan masuk ke ponselku, aku meraba raba kasur di sebelahku mencari ponsel yang berada di dalam tas yang tadi kulemparkan asal keatas kasur.

Dallas mengirimiku pesan, aku tersenyum sendiri membacanya.

Dallas : Udh smpe kamar blm?.

Me : Udah

Baru saja pesanku terkirim, panggilan masuk dari Dalas masuk. Kuangkat benda pipih itu dan kutempelkan di telinga masih dengan posisi tidur.

"Baru selesai?". Suara Dallas terdengar yang membuatku tersenyum seketika.

"Iya, kamu udah di rumah?". Tanganku mulai tak bisa diam semenjak mendengar suaranya.

"Udah dari tadi, kamu udah makan belum?".

"Belum, ini lagi pesen nasi goreng minta dibawain aja ke kamar, males banget mau keluar". Aku memainkan rambutku sampai menjadi tidak beraturan.

"Si tukang makan malah lupa makan". Aku bisa mendengar Dallas tertawa. Dan aku memutar bola mata, dia tau kalau nafsu makanku berbeda dengan perempuan kebanyakan.

"Ini kan proyek Gita, jadi aku harus pelajari lagi sambil lihat tempatnya langsung, eh malah kelupaan makan. Kamu udah makan belum?". Aku mengusap usap perutku entah karena lapar atau karena akhir akhir ini sudah jadi kebiasaanku semenjak aku tahu sedang hamil.

"Udah, tadi Bunda masak lobster banyak, tumben banget makan besar gak ada acara apa apa".

"Enak dong kamu makan lobster, apalagi yang masak Tante Rani". Suara bel pintu terdengar, pasti makananku sudah datang,  aku berjalan ke arah pintu masih dengan ponsel di telinga.

"Kamu sambil ngapain?".  Dallas bertanya seolah dia tau aku baru saja berdiri.

Aku mengangguk dan tersenyum sebagai tanda terima kasih, kala seorang pelayan villa membawa masuk nampan berisi makanan dan minuman masuk dan menaruhnya di meja. Aku mengambil kamar yang tidak terlalu besar karena memang hanya tidur sendiri. Adit dan tim yang lain menginap di hotel lain karena proyek mereka berbeda denganku, hanya Adit yang akan menemaniku meeting besok sebagai perwakilan manager dari perusahaanku.

Namanya DallasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang