Prolog

858 96 0
                                    

Prolog

“JUNA ingin apa di hari ulang tahun nanti?” Sofia bertanya pada Arjuna di sampingnya. Tiga hari lagi, ia genap berusia 10 tahun. Sofia menetapkan hari ditemukannya Arjuna sebagai hari ulang tahunnya.

“Entah,” Jawab Arjuna singkat. Ia sibuk memandang berkeliling, memandangi jalanan yang padat di jam 12 siang. “Mungkin hanya ingin menghabiskan waktu dengan kak Sofia saja. Tahun lalu kau sibuk dengan urusan rumah sakit.”

Lima tahun berlalu sejak kejadian itu, hidup Sofia dan Arjuna jauh lebih tenang. Sofia kembali menjalani rutinitasnya menjadi psikiater di rumah sakit lama. Dia tidak akan pernah berpindah dari tempat itu, meskipun telah memunculkan trauma baginya. Sofia mendaftarkannya sekolah saat umur Arjuna tujuh tahun, kini ia berada di tingkat empat sekolah dasar. Sofia telah mengurus segalanya, mendaftarkan Arjuna sebagai anggota keluarganya, serta membuatkannya surat-surat resmi agar tercatat dalam negara.

Sofia tersenyum mendengar perkataan Arjuna. Ia selalu bangga pada Arjuna yang tidak pernah meminta banyak hal. “Maaf. Tapi saat itu memang ada hal yang tidak bisa kutinggal.”

Setahun yang lalu, ketika seharusnya Sofia bisa merayakan ulang tahun Arjuna, ia justru disibukkan agenda kegiatan rumah sakit sehingga membuatnya terpaksa pergi mengikuti workshop di luar kota. Sofia menitipkan Arjuna pada Riana selama tiga hari. Mereka merayakan ulang tahun Arjuna melalui video call.

“Hai, Sofia!” Sofia menoleh, mendapati Riana dengan anaknya yang kini berusia delapan tahun, Joshua. Keduanya telah tiba di depan komplek perumahan.

“Hai, kau ingin pergi kemana?” tanya Sofia.

“Pergi makan siang. Tino mengajak kami makan di salah satu restoran dekat kantornya.”

“Oh, baiklah. Hati-hati. Have fun.”

Begitu mengucapkan kalimat perpisahan, Riana berlalu. Sofia dan Arjuna melanjutkan perjalanan mereka hingga akhirnya sampai di rumah. Tadinya keduanya ingin makan siang di restoran usai menjemput Arjuna pulang sekolah. Tapi kemudian ia teringat dengan kotak bento yang semalam ia dapatkan dari atasannya belum tersentuh sama sekali. Arjuna langsung berlari menuju kamarnya. Ia hanya mengangguk ketika Sofia menyuruhnya untuk pergi ke ruang makan lima menit lagi.

Lingkup pertemanan Sofia tidaklah besar. Ia telah belajar dari kesalahannya untuk tidak terlalu percaya pada orang lain. Di rumah sakitpun, ia seakan berubah menjadi lebih pendiam dibanding biasanya. Berbicara seperlunya pada orang-orang yang bekerja dengannya. Termasuk dengan Aditya. Sofia ingat sekali kalau Aditya sangat mempermasalahkan sikapnya yang berubah. Pemuda itu berharap Sofia mampu melewati semuanya dan kembali menjadi Sofia yang dulu. Tapi ia sangat menghargai usaha Aditya dalam membantunya bertahan.

“Juna, kau sudah ganti pakaian?” Diketuknya pintu berwarna putih bertuliskan ‘Arjuna’ di depannya. Arjuna kini sudah berusia 10 tahun, di mana itu artinya ia bukan anak kecil lagi. Sofia mulai membiasakan Arjuna untuk melakukan semuanya sendiri. Mulai dari hal-hal kecil seperti merapikan tempat tidurnya tiap kali bangun, memakai baju sendiri juga menyiapkan segala keperluan sekolah sendiri.

“Sebentar lagi!” Balas Arjuna.

“Baiklah. Aku menunggumu di meja makan.”

Kotak bento yang didapatnya sudah ia hangatkan kembali menggunakan microwave. Bersamaan dengan itu, Arjuna keluar dari kamarnya dengan kaos putih dan celana pendek cokelat. Ia duduk dengan tenang sembari memakan bentonya.

Suatu malam, ketika umur Arjuna sembilan tahun, anak itu tiba-tiba bertanya pada Sofia. Nadanya terdengar serius.

"Kak, sampai detik ini aku masih penasaran pada sesuatu.." katanya. Sofia menatap Arjuna yang menunduk, enggan memandang Sofia. Lalu melanjutkan. "Tidakkah kau takut padaku?"

Dahi Sofia berkerut. Ia bingung dengan pertanyaan yang terlontar oleh Arjuna. "Kenapa harus takut?"

"Aku hanyalah anak yang tidak sengaja ditemukan lalu kau dengan baik hatinya justru merawatku. Aku tidak ingat apapun tentang diriku, bagaimana jika aku terlahir dari seorang penjahat?"

Sofia tidak mengerti harus menjawab bagaimana pertanyaan itu. Sejak kecil ia paham, bahwa Arjuna mempunyai pola pikir yang lebih matang dari anak seusianya. Sehingga membuat Arjuna bisa lebih dewasa dalam menyikapi apapun. Bahkan Sofia mengakui kalau Arjuna lebih peka terhadap keadaan sekitar dibandingkan dengannya.

Dan Sofia terkejut Arjuna bisa berpikiran seperti itu. Karena selama ini semuanya nampak baik-baik saja.

"Ya, kamu memang tidak memiliki identitas. Tapi aku tulus ingin merawatmu. Kalaupun kau terlahir dari orang yang jahat, aku hanya bisa berharap kau tidak seperti mereka," Jawab Sofia.

Semenjak Sofia menemukan Arjuna, dia sendiri tidak mengerti bagaimana bisa berakhir ingin merawat bocah kecil malang itu. Tidak ada sedikitpun perasaan menyesal karena telah membawa Arjuna. Sofia juga tidak mempermasalahkan apapun. Baginya, Arjuna justru melengkapi hidupnya, memberikannya banyak warna yang semula hanya abu-abu. Apalagi usai kejadian itu.

Namun Arjuna masih terlihat belum puas. Ia bertanya lagi dengan gugup, "Dan aku bisa saja membahayakanmu.. kau tahu kan?"

Sofia menggeleng kecil. "Jangan berpikiran buruk. Kita memang tidak tahu bagaimana masa depan. Berdoa saja semoga kita selalu dalam keadaan baik. Kau tidak perlu khawatir."

Arjuna tidak bisa lagi membantah. Menurutnya Sofia benar. Ia tidak perlu mengkhawatirkan sesuatu yang belum pasti terjadi. Kemudian ia mendekat pada Sofia, memeluk wanita yang cukup lama dikenalnya, orang pertama yang membuatnya mengenal dunia, dan orang pertama yang tulus menyayanginya.

"Sebenarnya aku cukup malu mengatakan ini, tapi terima kasih sudah mau menerimaku, kak Sofia," Bisiknya.

Bersambung

THE CHILD [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang