Bab 15. Mata-mata

70 18 0
                                    

BAB 15.
MATA-MATA

***

ARJUNA yang terbangun pagi itu merasa bingung melihat dua orang asing di meja makan. Ia menatap awas pada mereka yang sedang duduk sembari menikmati sepotong roti panggang selai stroberi.

"Kalian siapa?" Tanyanya.

Kedua manusia yang tidak menyadari keberadaannya itu sedikit terkejut. Namun kemudian tersenyum ramah.

Salah satu dari mereka seorang lelaki dengan kaki yang terbalut perban menyapanya, "Hai, selamat pagi!"

Arjuna tidak menjawab, ia justru berlari keluar mencari Sofia yang tidak terlihat batang hidungnya pagi. Tanpa disadarinya, pria itu mengikuti dengan jalannya yang sedikit tertatih. Teriakan Arjuna yang memanggil nama Sofia menggema ke seluruh penjuru hutan. Suaranya nyaring membuat pria yang di berada di belakangnya mengernyit.

"Mereka sedang mencari makanan di luar, ku rasa," kata pria itu lagi.

Bocah berambut blonde itu menoleh. Ia tidak sedikitpun menurunkan tingkat kewaspadaannya. Orang asing. Entah sejak kapan tubuhnya bereaksi lebih saat bertemu dengan orang tak dikenalnya. Tangannya sudah mulai bergetar dengan keringat dingin mengucur dari dahinya. Arjuna nyaris saja ingin berteriak sebelum tubuhnya tertarik masuk ke dalam dekapan seseorang.

"Maaf, sepertinya aku menakutinya," kata pria tak dikenal itu pada sosok yang kini mendekapnya. Arjuna mendongak. Ia tersenyum saat mengetahui Kevin lah yang datang.

Pria itu-Mario-tersenyum kikuk. Kevin sama sekali tidak membalas perkatannya. Alih-alih menyelaraskan tubuhnya dengan Arjuna dan mengusap helaian *blonde bocah itu.

"Kau baik-baik saja?" Kevin mengusap keringat pada dahi Arjuna. Pertanyaannya dijawab dengan sebuah anggukan oleh bocah dihadapannya. Ia lalu menggendong dan membawanya masuk.

Kevin mengabaikan dua tamunya. Ia sibuk membuat makanan, pancake untuk Arjuna, empat buah telur dengan ham untuk dirinya, Sofia serta kedua tamunya. Serta lima gelas susu.

Ruang makan pagi itu diselimuti hawa yang amat kelam. Terlebih dengan tatapan Kevin yang belum bisa melunak sejak semalam. Ia duduk di atas kursi meja makan, memberikan masing-masing makanan yang dibuatnya untuk mereka.

"Maaf membuat kalian menunggu lama untuk sarapan," ucap Kevin. Ia menatap kedua tamunya dengan tatapan penuh rasa bersalah yang dibuat-buat. "Maaf juga aku hanya bisa memasak ini."

Julia menggeleng kecil. "Tidak apa-apa, Raven. Kami mengerti."

Kevin sedikit tersenyum miring saat panggilan itu keluar dari mulut Julia, seakan ia merasakan kemenangan karena kedua tamunya begitu mempercayai kebohongan yang dibuatnya. Tapi ia tidak bodoh. Ia mengetahui kedua manusia dihadapannya sedang bersandiwara. Kevin hanya mengikuti permainan keduanya yang entah sampai kapan akan terus berlangsung.

"Omong-omong, dia siapa?" Julia menunjuk Arjuna yang tampak sibuk memotong pancake ke dalam potongan-potongan kecil.

"Namanya Bian, anak saya dan Luna," jawab Kevin sambil mulutnya tidak berhenti mengunyah telur. Dibalik rasa santainya itu ia terus mengamati Julia dan Mario. Sedangkan yang menjadi topik pembicaraan menatapnya bingung dengan dahinya yang berkerut.

"Oh iya. Di mana Luna?"

"Dia suka sekali pergi ke sungai dekat sini pagi-pagi. Sudah menjadi kebiasaan. Untuk menenangkan pikiran, katanya. Dia akan kembali setelah satu jam di sana." Kevin menjawab dengan acuh, sengaja menciptakan kebohongan lain agar tamu-tamunya itu merasa senang.

THE CHILD [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang