[ 📢 warning!
Ini area mature. Diharap bijak, ya! ]
,🔥🔥🔥
“Apa kau tidak bisa memakai baju dengan benar?”
Kancing kemeja Ruby tidak terpasang dengan benar. Separuh bagiannya terangkat begitu naik dan itu memang style-nya, karena ia habis melakukan performa dance. Gadis yang baru selesai melepas segala peralatan manggungnya itu kini mendekat pada Junyoo. Yang menatap tanpa ekspresi, tapi Ruby tahu jika masih ada rasa yang dimiliki pemuda itu untuknya.
Maka ketika keduanya terpaut satu langkah, Ruby mendongakkan wajahnya, menatap tepat pada bolamata Junyoo yang tidak pula melepaskan tatapannya.
“Tidak. Mungkin kau berkenan membantu?” dua tangan Ruby bertaut di belakang tubuhnya sendiri. Sorotnya yang terlihat lugu—nyatanya tidak begitu—menatap lekat Junyoo yang bergeming.
Hening menyelimuti untuk beberapa saat. Sampai kemudian Junyoo mengambil jarak selangkah yang tersisa, dan membuat ujung sepatu mengkilapnya bersinggungan dengan kaki telanjang milik Ruby. Kepalanya menunduk, menatap lebih lekat bolamata gadis dihadapannya.
Dan dalam ruang ganti yang tidak ada seorang pun di sana selain keduanya, Junyoo berucap rendah. "Masih banyak staff yang bisa membantumu. Pergilah dan minta bantuan mereka."
Ruby menikmati ini.
Menikmati waktu demi waktu yang berjalan dengan Junyoo yang menatapnya sedekat ini.
Dan senyuman manis itu tak terelakkan.
“Kenapa aku harus berjalan keluar dan mencari orang lain, jika disini saja sudah ada dirimu yang bisa membantuku?” Ruby mengikis jarak wajah mereka, berbisik tepat di hadapannya dengan nada lirih.
“Kau sendiri yang mengatakan aku tidak bisa menggunakan baju dengan benar. Maka cepatlah, perbaiki dan buat aku mengerti.” sambung Ruby.
Oh, siapapun tahu jika percakapan itu hanyalah omong kosong.
Karena jelas, itu tak bermakna apapun kecuali ....
"Kau ingin aku menyentuhmu, begitu?"
Suara berat Junyoo menerbitkan senyum manis nan polos milik Ruby. Meski Junyoo tahu, jika senyuman gadis ini tidaklah sepolos yang dimaksud.
Terlebih kala satu tangan Ruby muncul dari balik tubuhnya, untuk menuntun satu tangan Junyoo yang semula terbenam dalam saku celana untuk kemudian gadis itu letakkan di salah satu kancing bajunya.
“Perbaiki saja.” karena jujur Ruby merindukan pembicaraan omong kosong ini bersama Junyoo.
Dan, pada akhirnya pemuda itu tak menolak. Junyoo perlahan melepas mata kancing yang tidak terpasang dengan sesuai. Melepas semua, hingga terpampang sport bra Ruby di atas kulit putihnya, di antara perut rata dan collarbone.
Siapapun tahu, kemana omong kosong ini akan mengarah. Pun, Junyoo takkan membenarkan kancing baju itu. Karena menyentuh langsung pinggang Ruby seperti sekarang adalah hal yang lebih ia inginkan dibanding membenarkan baju itu. Untuk memeluknya tanpa terhalang apapun. Kemeja yang masih terpasang dengan bagian depan terbuka itu menjadi akses luas untuk Junyoo menyentuhnya, disela ciuman yang terjalin sejak kancing terakhir dibuka.
Mencecap, menyesap, melumat. Adalah hal yang dikerjakan dua belah bibir yang bertaut panas itu. Suara decapannya mengisi seluruh ruangan, atmosfer sekitar menjadi panas. Bagaimana Junyoo memeluk, memudahkannya mencumbu Ruby lebih dalam. Membelitkan lidahnya dan menjelajahi seisi mulut Ruby dengan gairah. Usapan Junyoo pada punggung Ruby, atau rematan Ruby pada tengkuk Junyoo, menciptakan decapan tak berujung.