Jinhwa

648 22 9
                                    

“Hujan salju semakin lebat.”

Panik, cemas, dan takut. Itulah yang Jinhwa rasakan sekarang. Malam bersalju yang menghantarkan dingin pada tubuh kecilnya tidak membuat ia gentar dan tetap berusaha.

“Sial! Udaranya dingin sekali.” gadis berusia 18 tahun itu merapatkan long coat hitam milik sang kakak. Karena dia tidak memiliki banyak pakaian dengan warna hitam, membuatnya harus meminjam walau ia tak bilang pada pemiliknya. Oh, tak masalah sebenarnya. Terlebih, Junyoo pastinya takkan mempermasalahkan itu.

Yang jadi masalah sekarang adalah hawa dingin di saat hujan salju menyulitkannya untuk menarik seonggok tubuh tanpa nyawa yang beberapa menit lalu ia tembak dengan pistolnya.

Seorang pemuda seusianya yang hampir membuatnya dilecehkan oleh kakak laki-laki itu. Jinhwa memperhatikan wajah pucat itu, dan seketika rasa panik dan yang lainnya tergantikan oleh rasa puas akan apa yang telah dia lakukan. Tentu saja, pemuda itu pantas menerimanya setelah apa yang ia coba lakukan.

“Kau pikir aku seorang jalang yang bisa dijadikan santapan 'pesta'? Jangan harap!” Jinhwa memaki pada tubuh yang hampir kaku itu.

“Aku tidak berminat mengotori tanganku dengan darahmu, tapi apa yang kau lakukan membuatku harus mengantarkanmu menemui kakak-kakakmu yang bajingan itu.” bahkan setelah mencapai tepi sebuah tebing, ia masih memakinya dan mengumpati mereka.

“Sekarang pergilah dan selamat bersenang-senang di alam baka.”

Pemuda yang hampir menghancurkan hidup Jinhwa itu kini terhempas, mengikuti tarikan gravitasi yang menarik tubuh kakunya ke dasar jurang. Seperti yang Jinhwa lakukan pada empat 'bajingan' lainnya, yang merupakan kakak pemuda tadi beserta teman-temannya.

Jinhwa berbalik, namun tak beranjak.

Ia hanya menatap lurus ke arah depan, dengan kaki yang seolah tertanam dalam tanah.

Satu, dua, tiga.

Hingga tiga menit berikutnya, ia tetap diam.

Kedua tangannya mengepal, bibirnya bergetar, dan airmatanya luruh.

Mengingat apa yang hampir terjadi beberapa jam lalu, yang membuat dirinya dilanda kepanikan dan ketakutan akan hal yang sangat ia jaga. Tentang bagaimana dirinya tak percaya jika pemuda yang barusaja ia buang mayatnya itu hampir membuat hidupnya hancur dengan melemparkan ia untuk kakak-dan teman-temannya.

Rasa kemanusiaannya telah terkikis habis kala mereka mulai memaksa dan meneriakinya dengan berbagai kata kotor.

Semula Jinhwa hanya akan membuat mereka berakhir di rumah sakit. Tapi mengingat mereka lebih dari satu, hanya akan membuat masalah berbuntut dan dendam pasti tidak terelakkan.

Daripada berurusan dengan mereka semua berulang kali, lebih baik menguras energinya untuk menghabisinya dalam satu kali. Baginya, tak ada waktu dan ruang untuk bajingan-bajingan seperti mereka hidup lebih lama. Yang melihat wanita hanya sebagai pemuas nafsu dan mainan.

Seandainya mereka memiliki cinta, atau paling tidak sedikit manusiawi dengan saling menghargai, Jinhwa yakin tanpa paksaan pun mereka bisa mendapatkan wanita untuk menemani.

Dan jika benar-benar sudah kepalang tak tahan nafsu, kenapa tidak ke klub dan mencari jalang saja? Kenapa harus menarik gadis sepertinya?

Apa mereka pikir, mungkin karena ia adalah seorang gadis SMA dan berharap bisa mendapatkan keperawanannya?

Hhh, jika memang begitu maka mereka salah.

Karena mereka tidak akan mendapatkannya dari Jinhwa.

No 'One' Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang