enam

374 46 63
                                    

▀▄▀▄Happy▄▀▄▀
▀▄▀▄Reading▄▀▄▀

✿✿✿✿✿✿

Udara dingin malam menusuk hingga ke tulang. Rembulan dan bintang enggan menunjukkan keindahannya didinginnya malam. Langit yang mendung membuat sebagian orang enggan keluar rumah, tidak untuk seorang gadis yang tengah berjalan di trotoar.

Malam telah menunjukkan pukul sepuluh malam namun, Keisya masih berjalan sendirian di trotoar karena cafe cukup ramai hari ini.

Suara petir menandakan akan segera turun hujan. Keisya mempercepat langkahnya supaya tidak kehujanan di jalan namun, nihil. Hujan dengan derasnya mengguyur Kota Jakarta membuat Keisya berteduh di salah satu toko yang telah tutup.

"Keburu ujan, deh. Mana sendiri lagi," ucapnya sambil menolehkan kepalanya kekanan dan kiri berniat mencari seseorang di sekitarnya.

Keisya hanya sendirian di sana. Dia mencoba menghangatkan tubuhnya dengan menggosok-gosokkan telapak tangannya.

"Baru pulang?" tanya seseorang membuat Keisya menolehkan kepalanya seratus delapan puluh derajat dari posisi semula. Dapat dilihat Rian tengah berdiri di belakang Keisya saat ini dengan wajah datarnya. Pertanyaan yang laki-laki itu tanyakan pun terdengar seperti sebuah ucapan ketimbang pertanyaan.

"Lo dari kapan di sini?" tanya Keisya mengabaikan pertanyaan dari Rian sebelumnya.

"Tadi."

"Kok gue nggak liat?"

"Ini berapa?" tanya Rian sambil menunjukkan tiga jarinya ke arah Keisya, dengan wajah dan nada datarnya.

"Tiga."

"Itu ngerti, berarti bisa liat."

Keisya berdecak kesal. Hey, bukan itu maksudnya pertanyaan dari Keisya. Maksud dari pertanyaannya adalah kenapa tadi ia tak melihat keberadaan Rian di sana.

"Tau ah!"

Keduanya hening selama beberapa saat, hingga Rian menjulurkan ponselnya di hadapan Keisya. Keisya yang bingung hanya menaikkan sebelah alisnya beberapa senti dari semula.

"Nomor HP lo."

"Buat?"

"Lo masih terikat perjanjian. Jadi, kalau gue butuh lo gampang ngabarinnya."

"Gue nggak punya HP."

Rian menampakkan muka tak percayanya selama beberapa saat, hingga dia menormalkan wajahnya datar kembali.

Rian mengambil sesuatu dari saku hoodie putihnya dan menyerahkannya kepada Keisya.

"Gue bilang gue nggak punya HP, Rian. Lo budeg ya?" tanya Keisya menatap Rian tak percaya. Tadi laki-laki itu telah mengeluarkan ponselnya dan meminta nomornya, tapi sekarang dia mengeluarkan ponsel lain dari saku bajunya.

"Buat lo."

"A_apa?"

Rian berdecak lalu mengambil tangan Keisya dan menyerahkan ponsel kepada Keisya.

"HP buat lo."

"Tapi gue nggak minta," ucap Keisya sambil berusaha menyerahkan kembali ponsel itu.

"Lo masih terikat perjanjian."

"Ya terus?"

"Biar gampang suruh-suruh lo."

Keisya mendengkus kesal. Jadi, Rian memberikan ponsel untuknya karena tidak ikhlas?!

Terjerat Pesona Ketua OSISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang