Cerita Delapan

4.5K 444 53
                                    

"Nee-san?!!" Naruto berteriak keras ketika ia sudah menemukan sosok wanita yang beberapa jam yang lalu menjadi target pencarian Shikamaru.

Naruto berlari ke arah (y/n) dengan tergesa-gesa. Bisa ia lihat keadaan kakaknya itu sedang kurang baik-baik saja. Kedua lututnya yang sedang ia peluk erat, tatapannya yang menyiratkan kehampaan, serta punggungnya yang kesepian membuat Naruto semakin khawatir pada keadaannya.

"Nee-san kau baik-baik saja? Kemana saja kau seharian ini? Shikamaru bahkan sempat menyerah untuk mencarimu..." ujar Naruto panjang lebar.

(y/n) tersenyum tipis pada pria bersurai kuning itu. "Ah... Aku jadi merasa sudah merepotkan Shikamaru. Tolong sampaikan maafku padanya nanti kalau kau bertemu dengannya ya?" balasnya.

Naruto duduk di sebelah (y/n) dengan kaki bersila. Ia memperhatikan seluk beluk wajah dan keadaan wanita itu dari ujung rambut hingga kaki. Merasa diperhatikan, (y/n) mengerutkan keningnya.

"Kenapa? Apa ada yang salah denganku sampai kau memperhatikanku seperti itu?" tanyanya.

Naruto menatap kedua manik wanita itu seraya berkata...

"Nee-san... Kau baik-baik saja?"

Kalimat yang sederhana namun memiliki makna yang dalam dikondisi tertentu. Seperti saat ini dimana (y/n) merasa kalimat itu cukup menghantam hatinya dengan keras. Dengan Naruto yang menatapnya lembut serta perkataannya yang terkesan hati-hati dan khawatir membuat hati (y/n) melemah saat itu juga.

"Hikss... M-maaf hiks..."

Pada akhirnya, benteng pertahanan hati yang selama ini (y/n) bangun runtuh seketika. Benteng yang ia bangun itu hancur hanya dengan satu pertanyaan. Selama ini ia berusaha untuk terus tampil baik-baik saja di depan semua orang, apalagi di depan suaminya yang kini (y/n) tidak tau apakah pria itu masih ingat dan membutuhkannya atau tidak.

Sewaktu-waktu hati dan logika tidak bisa berjalan berdampingan. Ketika suara hati menuruti perkataan logika, hal itu terkadang justru menjadi boomerang bagi diri sendiri. Ada kalanya logika lebih unggul dibandingkan suara hati yang berusaha untuk menyuarakan pendapatnya sendiri.

Seperti yang terjadi pada (y/n) saat ini. Logikanya menyarankan kalau ia harus terus tampil kuat di depan semua orang. Namun diwaktu yang bersamaan, suara hatinya mengatakan kalau ia harus mengutarakan semua perasaannya agar dirinya tidak menanggung rasa sakit akibat kebisuannya.

Dilema yang dirasakan (y/n) akhir-akhir ini membuat dirinya lemah tak berdaya. Entah ini berlebihan atau tidak tapi jiwa serta dunianya seolah menghilang bersamaan dengan Kakashi yang semakin menjauh dari dirinya.

Meskipun (y/n) berusaha untuk terus mensugestikan dirinya kalau ia tidak boleh menjadi wanita manja, tapi apakah ia harus terus seperti itu? Apakah ia tidak boleh merasakan kebahagiaan bahkan hanya karena hal kecil yang ia lakukan bersama Kakashi?

Hatinya merindukan hal-hal kecil yang selalu ia lakukan bersama Kakashi. Dirinya merindukan saat-saat yang ia habiskan bersama Kakashi. Ia merindukan semua yang berkaitan dengan Kakashi. Semuanya tanpa terkecuali.

Dan saat ini, ketika (y/n) sadar akan kenyataan bahwa ia tidak bisa memanggil Kakashi dan menariknya kembali ke dalam kehidupannya, air mata yang selama ini ia tahan tidak bisa ia bendung lagi. Hanya ini satu-satunya cara yang bisa ia lakukan untuk melampiaskan emosinya. Ia berharap tangisan ini bisa meredakan emosinya meskipun persentasenya sangat kecil.

Naruto dibuat terkejut ketika melihat (y/n) menangis di depannya. Hal yang membuatnya terkejut adalah kakaknya ini tiba-tiba saja menangis sejadi-jadinya. Ia bahkan sampai meminta maaf padahal Naruto tidak tau dimana letak kesalahan (y/n).

Little Things || Hatake Kakashi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang