Dilema

1.2K 80 10
                                    

Happy reading 💜💜

*****
Nadine menatap kearah dua orang tersayangnya yang sedang bercanda, hatinya menghangat berharap kebahagiaan ini akan selamanya ia rasakan.

"Bunda ngapain bengong disana, ayok main bersama," ajak sosok kecil yang selalu menjadi alasannya untuk terus tersenyum.

"Lea nggak perlu bilang begitu sama Bunda, langsung aja kita Siraaaam!!" ucap James langsung mengarahkan selang air kearah istrinya Nadine.

Sontak ketiganya larut dalam candaan layaknya keluarga bahagia.

"Udah ya Lea, hari sudah semakin sore, Lea janji mau kerumah nenek kan? jadi mainnya udahan dulu," ucap Nadine.

"Yaaa mama, orang lagi asyik juga" ucap Lea sambil cemberut

"Kan kemarin Lea yang janji mau mengunjungi Nenek. ingat kata Ayah nggak boleh ingkar janji," ucap James

"Oke Lea akan kerumah nenek, tapi ayah harus janji dulu buat menemani bunda seharian, nggak boleh ketemu tante Fiona " ujar Lea sambil menjulurkan jari kelingkingnya meminta ayahnya untuk berjanji.

James menghela nafas sejenak "hmmm oke ayah berjanji" ucapnya.

"Bunda ayo kepangin rambut Lea, Lea nggak mau oma yang kepangin nanti" ujar Lea sambil menarik tangan Nadine memasuki rumah mereka.

James memandang dua sosok itu dengan pandangan yang tak bisa diartikan.

Tiga Puluh menit setelah perginya Lea, hanya keheningan yang mengisi rumah itu. Keduanya sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

"Mas, mau makan sekarang? Nadine udah masakin sayur sup kesukaan mas."

"Boleh."

Enak! itulah kalimat pertama yang James ucapkan setiap memakan masakan Nadine. James bahkan rela pulang kantor saat makan siang demi memakan masakan istrinya itu.

drrrttttt

Handphone James bergetar pertanda pesan masuk, hanya dengan melihat senyumnya Nadine dapat menebak jika itu pesan dari Fiona, ia tersenyum miris, selama tiga tahun pernikahan mereka tak sekalipun James tersenyum tulus untuknya. Namun, hanya dengan satu pesan Fiona mampu membuat James tersenyum, senyum yang amat Nadine dambakan.

Nadine melihat itu, senyuman James mendadak terganti wajahnya yang suram, Nadine faham. Entah karena lama bersama atau Nadine yang terlalu menggilai James hingga Nadine tau gerak tubuh James.

Perempuan itu menghela nafas. "Kamu kalau mau pergi nggak apa-apa kok Mas, aku nggak keberatan." Nadine mengatakan kalimat itu dengan tak ikhlas. 

James menatap Nadine dengan ragu, tentu saja karena janjinya kepada Lea anaknya, bukan karena tak ingin meninggalkan Nadine sendiri.

"Tak apa Mas, Lea takkan tau. Lagipula mungkin Fiona lebih membutuhkanmu." Hati Nadine teriris mengatakan kalimat itu. Katakan saja bahwa ia munafik, Nadine tak akan menyanggahnya karena nyatanya ia memang begitu. 

Air matanya jatuh saat melihat punggung James berlalu meninggalkan rumahnya, jika bisa Nadine ingin sekali berteriak bahwa ia tak rela, namun raut sedih James merupakan salah satu kelemahan bagi Nadine, wanita itu akan suka rela melakukan apapun untuk membuat prianya tersenyum, termasuk yang tengah dilakukannya saat ini.

*********

Dia tampan, mempesona, baik dan pengertian. Namun sayang dia tak dapat Nadine miliki,   Nadine selalu bertanya apa kurangnya? ia cantik, mandiri dan mempunyai satu kelebihan yang tak dimiliki wanita manapun yaitu Lea, buah hatinya bersama James. Namun semua itu tampaknya tak berarti apa-apa bagi James, mata dan hatinya hanya tertuju pada Fiona wanita yang bagi Nadine bahkan namanya tak pantas untuk disebut James.

One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang