Dilema II

637 58 7
                                    

Happy Reading.

****
James pulang ke kediamannya dengan membawa bakso langganan Nadine, anggaplah sebagai sogokan karena meninggalkannya untuk bertemu Fiona.

Disana terlihat Lea cemberut dengan menyilangkan tangannya. Ah anaknya menggemaskan sekali.

"Anak Ayah kenapa cemberut gini?" tanya James. "Ayah bawain Mie ayam loh, nggak mau ya?" lanjutnya.

Raut wajar Lea berbinar seketika, tangannya terulur meminta bingkisan yang dipegang ayahnya.

"Lea masih marah ya sama Ayah, ayah bilang nggak boleh ingkar janji, Lea udah curiga Oma suruh pulang duluan padahal Lea lagi asyik main, rupanya Ayah jalan sama tante Fi, Ayah ingkar janji tuh! Lea nggak terima sogokan, pokoknya selesai makan Lea marah lagi sama Ayah!"

James memandang Lea yang berlari kecil membawa makanan kesukaannya, bagaimana James bisa lupa jika anaknya jauh lebih cerdas dibanding anak seusianya, bahkan diumurnya yang baru menginjak empat tahun dua bulan yang lalu Lea sudah lancar berbicara tanpa cadel. Tentu saja Lea akan curiga dengan sikap Omanya yang tak biasa. Bagaimanapun Lea hanya anak berumur empat tahun mudah dibujuk dengan mainan atau makanan seperti yang ia lakukan saat ini, namun James tau Lea bisa merasakan kesakitan yang ibunya rasakan, jadi sudah sepantasnya anak itu melarang James bertemu Fiona.

Hufhhhh, James menghembuskan nafasnya merutuki dirinya selama ini, kemana akal sehatnya?

Hati James menghangangat melihat Istri dan Anaknya terlihat bahagia hanya dengan hal sederhana. Jika diperhatikan Lea benar-benar duplikatnya, bentuk wajah, hidung bahkan warna mata mengikutinya, hanya dimple yang terdapat pada kedua pipinya yang mengikuti Nadine.

"Ayah mau bengong terus? kalau nggak mau basonya biar Lea dan Bunda yang habisin,"

James tersenyum. "Enak saja, Ayah juga mau. Minggu lalu jatah bakso Ayah juga Lea yang makan." James menarik kursi tepat disamping Nadine. "Bukain dong Bunda basonya," pintanya manja.

"Ck, Ayah manja. Nggak boleh dekat-dekat Bunda, ini Bundanya Lea tau!" ujar Lea sewot.

"Kan Bundamu Istri Ayah nak, masak nggak boleh dekat-dekat?"

"Nggak boleh pokoknya!"

"Kak, udah ya. Ayah juga," ucap Nadine mencoba melerai mereka, Nadine menyiapkan peralatan makan James. "Ini Ayah makan, Kakak mau Bunda suapin?" tanya Nadine yang diangguki Lea.

Nadine tersenyum haru, hanya saat bersama Lea ia bisa merasakan kehangatan keluarga seperti ini.

Adegan seperti ini memang biasa terjadi, bocah peremuan itu tak mengizinkan siapapun mendapat perhatian Nadine melebihi yang didapatnya, dan James memanfaatkan itu untuk menjahili Lea. Bila dipikirkan lagi hidupnya selama lima tahun bersama Nadine begitu indah dengan keluarga yang lengkap, apalagi yang ia cari? kenapa hatinya begitu beku untuk menerima kebahagiaan ini.

Astaga! berapa banyak lagi penyesalan yang harus ia tanggung?

James menatap Nadine yang saat ini tengah berkutat dengan skincare, entah apa yang perempuan itu pakaikan untuk mukanya, yang jelas melihat perempuan itu melakukan aktifitas didepan cermin terasa menyenangkan.

"Mas, ada yang salah?" ucap Nadine akhirnya, merasa risih ditatap seperti itu.

James tersenyum kemudian menggeleng. "Kesini sebentar deh," ujar James menyuruh Nadine duduk di sisinya.

"Ada apa?" Nadine menatap James dengan pandangan bingung, hari ini kelakuan suaminya serba tak biasa.

Tanpa kata James membawa Nadine kepelukannya, tubuh wanita ini terasa pas dalam dekapannya, selama beberapa menit tak satupun dari mereka berbicara namun Nadine sadar jika pelukan James kali ini berbeda dari biasanya, hingga tanpa sadar air matanya jatuh entah karena apa, Nadine sendiri tak mengerti. Yang ia tau hanya dengan pelukan ini dunia Nadine terasa sempurna.

One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang