7. Bullying

542 123 194
                                    

Kalau sudah tahu bahwa manusia itu tidak ada yang sempurna, kenapa masih saja menghina?

Anissa Filza Zhafira

.

.


COBA TEBAK KENAPA AKU UPDATE HARI INI?😂

Selamat Membaca❤️

"Jaket siapa itu, Za?"

Filza yang baru saja masuk mobil langsung menoleh ke arah Papanya yang menatapnya heran. Gadis itu melepaskan jaketnya sebelum menjawab pertanyaan Papanya.

"Dipinjemin sama kakak kelas, Pa," jawab Filza jujur.

"Cowok apa cewek?" tanya Ridwan lagi.

"Cowok, Pa," jawab Filza ragu-ragu. Ia menatap Ridwan sedikit takut.

"Kamu nggak pacaran kan, Za?" selidik Ridwan. Filza membulatkan kedua bola matanya terkejut.

"Nggak, Pa. Filza nggak mau pacaran. Dosa," jawabnya yakin. Filza sadar bahwa banyak yang mendekatinya, termasuk Azka yang tak henti-hentinya mencuri perhatiannya sejak TK sampai sekarang. Namun Filza tidak mau berpacaran, ia tak ingin terjebak dalam perbuatan dosa. Apalagi dosanya saja sudah banyak, Filza tak ingin menambah lebih banyak lagi.

Ridwan menghela napas lega. Sebagai ayah, Ridwan berkewajiban mendidik anak-anaknya agar menjadi putra putri yang shalih dan shalihah. Karena anak merupakan titipan yang harus dijaga dan dirawat dengan baik. Anak itu ibarat kertas putih, jika orang tua menulis di atas kertas itu dengan baik dan cantik, maka hasilnya juga akan cantik. Sebaliknya, jika kertas putih itu dicoret-coret, maka hasilnya akan buruk.

Apalagi Filza adalah anak perempuan satu-satunya dan kini sudah beranjak remaja. Tentu ia harus semakin memberikan pengawasan ketat agar putrinya itu tidak salah pergaulan.

"Jangan sampai pacaran, Papa bakal marah banget sama kamu kalau sampai itu terjadi. Kamu itu mutiara, bukan bunga di jalan yang bisa bebas diambil orang. Kamu itu wanita, kehormatanmu tinggi, Nak. Jadi harus dijaga baik-baik." Ridwan memberi nasihat.

"Sekarang kamu fokus belajar, buat masa depan. Jangan main cinta-cintaan dulu, simpan rasa cintamu itu buat pria yang tepat. Nanti di waktu yang tepat pula," lanjutnya.

Filza tersenyum, "Filza janji, Pa, nggak bakal pacaran. Papa sama Mama udah ngasih Filza kasih sayang yang lebih, itu udah lebih dari cukup. Filza sayang sama Mama dan Papa, maka dari itu Filza nggak mau Mama sama Papa dapat dosa karena nggak bisa ngedidik Filza dengan baik," balas Filza sambil menyeka air matanya.

"Papa percaya sama kamu." Ridwan tersenyum, sambil mengelus puncak kepala Filza sebelum akhirnya menghidupkan mobilnya dan melaju menuju ke rumah.

***

"Baru masuk udah dikasih PR aja, busettt!" keluh Azka yang kini berkutat dengan buku tulis dan LKS-nya. Kini ia sedang berada di kamarnya ditemani Wahyu dan Rendi yang sibuk masing-masing. Wahyu mengerjakan tugas, sedangkan Rendi sibuk menonton acara bola sambil menyantap sebungkus kacang atom.

"Gue juga nih, baru masuk udah dapet tugas aja," sahut Wahyu sambil menulis jawaban yang ia dapatkan dari internet. Sebenarnya jawabannya ada di buku, cuma terkadang ia malas mencari. Lebih memilih cara instan agar cepat selesai. Ya walaupun jawaban di internet terkadang salah.

"Ren, Lo gak dapet tugas?" tanya Azka keheranan.

"Gak," jawab Rendi singkat.

"Beuh, enak bet sih Lo, bisa santai-santai. Lah gue? Ada PR matematika, mana tadi browsing kagak nemu jawabannya," kesal Azka.

Pangeran untuk Filza 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang