4. Dihukum, Lagi!

594 115 250
                                    

Happy Reading ❤️

"Kamu ... masih inget sama saya?" Haris menatap Filza dengan tatapan biasa aja. Namun jauh di lubuk hati paling dalam pria itu berharap jika perempuan di hadapannya ini bisa mengenalinya.

"Maksudnya, Pak?" Filza mengerutkan kening bingung. Apa tadi? Ingat? Bahkan, ia baru melihat Haris tadi pagi.

"Tadi kamu panggil saya, kan?"

Filza menggeleng. "Saya panggilnya Riz, bukan Ris."

"Iya, saya Ris!"

"Saya panggil Kak Riz bukan Pak Ris. Pakai Z bukan S," jelas Filza karena gurunya itu bersikukuh bahwa yang ia panggil adalah beliau. Padahal tidak.

"Perasaan dulu kamu juga panggil saya Kak,"  gumam Haris yang masih didengar samar oleh Filza.

"Hah? Apa, Pak?"

"Tidak. Yasudah saya permisi. Kamu cepat pulang, daripada bikin susah orang tua. Daripada dimarahin." Haris langsung pergi meninggalkan Filza yang kebingungan. Pria itu sedikit kecewa, tadi ia lihat Filza mengenali Rizki karena mereka dulu pernah bertemu. Tapi, kenapa Filza tidak mengenalinya?

***

"Tadi ngapain cari Rizki?" Vino yang sedang menyetir melirik Filza sebentar sebelum akhirnya kembali fokus ke jalanan depan.

"Mau ngembaliin uang, tapi tadi gak ketemu orangnya," jawab Filza sambil memakan donat dengan topping messes warna-warni, yang tadi sempat ia beli sebelum masuk ke mobil.

"Ngembaliin uang? Berapa? Emang kamu tadi nggak dikasih Om Ridwan uang saku, sampe pinjem ke Rizki? Kenapa nggak pinjem ke Mamas aja?" tanya Vino beruntun membuat Filza terkekeh.

Gadis itu mengambil sesuatu dari tasnya dan menunjukkannya pada Vino, "Nih. Limaratus."

"Limaratus?!" Vino menghela napas pelan, "Itu kamu simpan aja, biar besok Mamas yang ganti."

"Jangan!" cegah Filza. "Tadi gue nggak pinjem, Kak Rizki-nya aja yang tiba-tiba naruh uang ini di meja, katanya biar koin Filza ada temennya."

"Berarti kamu itu dikasih, Za."

"Tapi tadi Kak Rizki ngasih ke koin gue, bukan ke gue."

"Koin kamu, berarti punya?"

"Gue," jawab Filza dengan polos.

"Nah, sama aja Rizki ngasih ke kamu."

"Ih beda!"

Vino mengembuskan napas, "Yaudah mana koinnya, biar besok Mamas balikin ke Rizki."

Filza mengangguk lalu memberikan koin yang dipegangnya pada Vino. Lalu gadis itu kembali menyantap donat kesukaannya. Dari dulu makanan kesukaannya tidak berubah. Donat tetap menjadi nomor satu.

Mobil mereka berhenti di seberang jalan tepat di depan SD Garuda, tempat Rafka dan Shila bersekolah. Rafka sudah kelas lima, sedangkan Shila duduk di bangku kelas empat. Filza dan Vino tidak turun dari mobil, melainkan menunggu di dalam mobil sambil sibuk bermain gawai masing-masing.

Tak berselang lama, seseorang mengetuk pintu mobil. Terlihat dua anak berseragam sedang berada di luar mobil mereka yang ternyata adalah Rafka dan Shila. Kedua bocah itu masuk ketika Filza membukakan pintu.

"Gimana sekolahnya?" tanya Filza begitu Rafka dan Shila duduk di kursi belakang. Mendengar itu, Rafka langsung memutar bola matanya malas.

"Baru duduk loh, Kak, udah diinterogasi."

Filza terkekeh geli, "Sebagai Kakak yang baik, Kakak itu harus tau perkembangan nilai adiknya."

"Nilai cuma sementara, yang penting masuk surga," jawab Rafka cuek.

Pangeran untuk Filza 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang