8. Saya Ris

515 119 68
                                    

Maaf udah nunggu lama😅

Selamat Membaca❤️

Haris menatap semua muridnya bergantian. "Ada apa ini?"

Semuanya mendadak diam. Caca— cewek yang tadi hampir saja menampar Filza kini hanya bisa diam dan menunduk. Badannya gemetar, jantungnya berdegup kencang, takut jika ia akan terkena masalah yang besar. Caca kira ia tak akan ada di situasi seperti ini. Kalau saja ia tahu bahwa akan seperti ini, ia tidak akan berani mengganggu Filza. Karena Filza mempunyai banyak pelindung.

"Kalian dengar saya tidak?!" Nada Haris meninggi. Pria itu menatap salah satu siswa yang berdiri di sampingnya. "Jelaskan pada saya, ini ada apa," katanya.

"A- anu, Pak, tadi si Caca bully Riana. Trus Filza datang mau membela Riana, tapi si Caca nggak terima. Akhirnya.." cowok itu menggantungkan ucapannya, ia melirik ke arah Caca yang menggeleng pelan mengisyaratkannya agar tidak memberi tahu yang sebenarnya.

"Akhirnya apa? Kamu jangan bertele-tele!"

"Caca menampar Filza," jawabnya pelan.

Kedua bola mata Haris terbelalak kaget. Rahangnya mengeras, namun sebisa mungkin ia berusaha membawa diri. Pria itu menoleh cepat ke arah Filza yang duduk di bangku belakang sambil menenangkan seorang siswi.

"Kenapa Filza nggak dibawa ke UKS?" tanya Haris dingin.

"Filza nggak kena tamparannya Pak, karena tadi tangan Caca dicekal sama Rendi," timpal seorang siswi.

Mendengar itu, Haris menghela napas lega. Pria itu berjalan ke hadapan Caca yang tak berani mengangkat kepalanya. "Kamu itu baru kelas satu udah berani membully orang, gimana nanti kalau udah kelas tiga? Belum ada seminggu sekolah di sini kamu udah buat ulah. Membully, sampai menampar teman yang nggak bersalah. Orang tua dia aja nggak berani nampar anaknya, kok kamu yang cuma temen bertindak sampai segitunya?"

Hati Caca mulai terbakar karena kesal dipojokkan. Semua membela Filza, tidak ada seorang pun yang berpihak padanya. "Kenapa sih semua ngebelain Filza? Kenapa nggak ada yang belain saya?"

"Semua orang masih waras, makanya nggak ngebelain lo!" celetuk Rendi, ia tersenyum miring.

"Kamu mau pembelaan atas dasar apa? Udahlah, mending kamu ikut saya ke ruang BK. Saya nggak bisa biarin kasus pembully-an."

"Pak, saya nggak salah. Filza aja yang ikut campur urusan saya." Caca membela dirinya sendiri. Semua orang malah menatapnya sinis.

"Trus menurut Lo Filza harus diem aja pas tau Lo bully seseorang? Kalo gue jadi Filza sih gue bakal ngelakuin hal yang sama," sahut seorang siswa yang langsung disetujui oleh lainnya.

Haris menghela napas berat. "Rendi," panggilnya.

"Iya, Pak."

"Kamu bawa Caca ke ruang BK, karena kamu tadi saksinya, 'kan? Nanti saya menyusul," titah Haris yang langsung diangguki oleh Rendi. Cowok itu mengisyaratkan Caca agar ikut dengannya.

"Kalian semua bubar," ucap Haris dingin. Semua muridnya langsung duduk di bangku masing-masing.

Pria itu berjalan menuju ke bangku Filza. Ia tersenyum tipis saat melihat Filza sedang mengobrol bersama kedua temannya. "Kamu nggak pa-pa?"

Filza menoleh, lalu tersenyum sopan. "Baik-baik saja kok, Pak."

Haris tersenyum lega. "Syukurlah. Tapi, apa kamu perlu ke UKS?"

Filza menggeleng pelan. "Saya nggak kenapa-kenapa kok, lagipula saya pengin ikut pelajaran."

"Oh, gitu. Oke," ucap Haris. Ia tak tahu harus berbicara apa lagi. Pria itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, laku berusaha bersikap biasa saja.

Pangeran untuk Filza 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang