11 | RUMAH STELLA

11.7K 2K 383
                                    

DARREN buru-buru membetulkan posisi koran yang sedang dibacanya ketika mendengar Zevanya berlari kecil untuk masuk rumah. Ia tahu suasana hati Zevanya sedang baik. Terbukti dari raut mukanya yang ceria.

"Nggak usah lari-lari, Zee."

Teguran Darren membuat kaki-kaki Zevanya berbelok ke ruang keluarga tempat ayahnya sedang duduk sambil baca koran.

"Kok, Daddy nggak kerja? Tadi Zee diusir biar nggak gangguin." Anak itu memberengut sekilas. Ia merasa dibohongi.

"Ya masa kerja terus? Capeklah!"

Zevanya duduk-duduk di sebelah Darren. Ia memerhatikan koran bekas kemarin yang dibaca ayahnya itu. Koran baru masih terlipat rapi di meja. Sepertinya memang belum disentuh sejak pagi. "Daddy?"

"Apa?"

"Korannya kebalik, tuh!"

Menyadari kebodohannya sendiri, Darren berdeham pelan sambil membalik koran yang ia jadikan sebagai kamuflase. "Sengaja."

"Biar apa?" tanya Zevanya polos.

"Biar jago baca not balok."

"Bukannya Daddy udah jago?"

"Supaya makin jago, Zee. Kayak Maestro." Darren merutuki dirinya dalam hati karena telah berbohong kepada anaknya sendiri. Mulut Zevanya membentuk huruf o kecil.

Darren melirik putrinya. "So, having fun there?"

Anak itu mengangguk sambil lalu. Ia selalu dalam suasana hati baik setiap kali pulang dari rumah Didi. Hari ini terasa lebih istimewa karena Darren tiba-tiba menyuruhnya pergi ke sana tanpa diminta. Dengan begitu, Zevanya sudah tak perlu mengendap-endap lagi.

"Tadi Didi nyuruh Zee makan malam dulu sebelum pulang. Bareng sama temennya Didi."

"Om-om yang pake mobil putih itu?"

Darren melipat korannya dengan gaya sok cuek. Mobil putih yang dimaksudnya sudah pergi sebelum jam tujuh. Menandakan kalau tamu Didi juga sudah pulang. Sesorean tadi, ia dilanda penasaran. Jadi, ia mengirim Zevanya sebagai mata-mata. Hitung-hitung membuat hati putrinya senang setelah seharian belajar di sekolah. Menyenangkan anak sekaligus mengobati rasa penasarannya.

"Namanya Om Randy. Dokter, lho! Baik orangnya."

Darren menahan diri untuk tidak memutar bola mata secara terang-terangan. "Kalian ngobrolin apa aja?"

"Banyak. Om Randy suka sama Nanna. Zee juga. Jadi, kita ngobrolin Nanna bareng di depan kandangnya."

Bukan itu informasi yang paling ingin Darren dengar.

"Om Randy temennya Didi?"

Zevanya mengangguk. "Kayak Om Rafael sama Om yang waktu itu. Yang jemput Didi di rumah, tapi nggak bawa dompet."

Darren mengernyit, tetapi memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh.

"Mereka akrab banget? Peluk-pelukan?"

Lelaki itu mengingat interaksi Didi dan Rafael yang dinilainya terlalu akrab untuk sekadar dikatakan sebagai teman. Ia ingin tahu, sebenarnya pacar Didi yang mana. Obrolan terakhir mereka tidak mengindikasikan satu pun tanda-tanda kalau status Didi single saat pasrah dijodohkan oleh keluarga.

"Didi nggak peluk siapa-siapa."

Darren tersenyum tipis. Mungkin tamu Didi tadi merupakan salah satu calon yang dijodohkan dengannya. Dari informasi Arya di telepon yang ia curi dengar semalam, ada lebih dari dua pria yang akan dikenalkan kepada Didi. Randy pasti salah satunya.

Smitten [Published by Karos]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang