Part 10

7 2 0
                                    


Hana yang baru akan terlelap seketika terkesiap karena merasa tasnya ditarik dari pangkuannya. Dia membuka matanya cepat dan mendapati Mauven Fiery, dosennya itu sudah berdiri di sampingnya dengan wajah datar. Astaga, pantas saja busnya yang tadi dipenuhi oleh suara-suara berisik dari teman-temannya mendadak hening.

Sementara Mauven sedang menahan kekesalannya pada mahasiswi sekaligus tetangganya satu ini. Berani-beraninya dia tidur sementara dosennya sudah menunggunya. Benar-benar minta TL. Alias tidak lulus.

Hana mengerjap beberapa saat. Dia cengo sendiri melihat dosennya sekarang. Tidak habis pikir dia akan disamperin.

"Pak Mauven.." Hana meneguk salivanya kasar. Tenggorokannya mendadak kering.

Ini sopir bus kemana sih?!

Mauven tidak menggubrisnya dan langsung menarik tangan Hana membuat gadis itu menoleh dan berdiri serentak.

"Pulang sama saya." Ujar Mauven sarat akan perintah.

Setelah berkata begitu, Mauven tidak menarik tangan Hana untuk keluar bersamanya melainkan berlalu duluan keluar dari bus dengan membawa tas Hana.

Sementara Hana hanya berdiri di tempatnya terlihat berusaha mencerna suasana. Dia tidak mimpikan? Tadi itu benar-benar dosennya sendiri yang menghampirinya, kan? Astaga.. mahasiswi macam apa?

Dia melirik teman-temannya yang juga sedang menatapnya bingung. Tampaknya Hana tidak bingung sendiri.

Tanpa pikir panjang Hana keluar dari bus. Berjalan dengan kaki dihentak-hentakkan sedikit kesal.

Mauven yang baru sampai langsung mengarahkan kunci pada mobilnya hingga terdengar bunyi bip. Dia lalu membuka pintu mobil dan menaruh tas Hana di jok belakang. Sementara Ayu yang melihatnya semakin bingung.

Tak lama kemudian kerutan di kening Ayu mengurang tatkala melihat seorang gadis yang berjalan misuh-misuh ke arah mobil Mauven. Wajahnya berubah datar. Tidak suka.

"Masuk." Titah Mauven singkat ketika berjalan memutari bagian depan mobil.

Hana dan Ayu saling bertatapan. Hana yakin, senyum wanita di depannya ini terlihat palsu. Sudahlah.

Ayu melipat kedua tangan di depan dada. Meneliti Hana dari atas hingga ujung kaki seolah menilai.

Aduh. Salah orang, mba. Hana tidak akan ambil pusing. Sementara Ayu sudah lebih dulu membuka pintu mobil depan kemudian masuk.

Hana mengendikkan bahunya lalu ikut masuk.

**

Sudah hampir satu jam mereka di perjalanan. Hana sendiri sibuk bergumam tidak jelas dari tadi. Dia tampak kesal karena merasa seperti obat nyamuk saja. Bayangkan, dia duduk di bangku belakang sementara wanita di samping dosen gantengnya ini seperti berusaha menarik perhatian Mauven dengan menanyakan ini itu, mengomentari apapun dan siapapun yang lewat juga tertawa dan senyum-senyum dari tadi. Mauven juga tidak kalah ramah dengan pacarnya itu. Dia merespon Ayu dengan senyum manis membuat Hana di belakang ingin sekali muntah. Lagi.

Bagaimana tidak kesal, giliran Ayu berbicara atau bertanya sesuatu saja, Mauven pasti meresponnya tak kalah ramah. Nah, giliran Hana? Begini contohnya.

"Pak, nanti turunin saya di kampus saja. Saya mau kerja laporan di kosan teman," ujar Hana seraya memiringkan kepalanya sedikit agar bisa melihat wajah Mauven dari samping.

"Terserah."

Sedikit sakit, sih sisanya malu. Tapi iya sudahlah. Semenjak itu Hana memutuskan untuk diam saja.

"Aku seperti pernah melihatmu. Wajah kamu gak asing," tak berapa lama kemudian, Ayu kembali bersuara. Dan Hana yakin menghembuskan nafas jengah dengan keras membuat Mauven meliriknya dari spion.

Seolah baru menyadari perkataan Ayu yang tertuju padanya, tubuh Hana seketika membeku.

"Tapi di mana, ya?" Ayu terlihat berpikir sementara Hana sudah pucat di kursi belakang.

Hana melirik takut-takut pada Mauven yang justru terlihat cuek bebek. Buatlah dia lupa, ya Tuhan..

Ayu yang sedang berpikir tiba-tiba menoleh syok ke arah Mauven yang masih serius menyetir.

"Ven.."

Mauven menoleh singkat. "Ya?"

"Kamu gak ingat? Dua orang cewek yang nyerempet mobil kamu di jalan depan minimarket itu, lho.."

Demi apapun, keringat sebesar biji jagung turun dari dahi ke pelipis Hana membuat Mauven meliriknya dari kaca spion dan mengulum senyum saat Hana menelan salivanya berat karena Ayu menoleh horor padanya lalu kembali pada Mauven.

"Salah satunya kamu, kan?" Ayu berbicara dengan nada menuduh seolah sangat yakin dirinya benar.

Hana tergagap seketika. Bisa dibayangkan betapa malunya dia saat masa lalunya yang kelam diungkit di depan tokoh utamanya. Huuu...

Ia melirik Mauven menunggu penjelasan sang dosen agar setidaknya, mungkin, dia selamat. Walaupun kecil kemungkinan. Dan sepertinya Ia memang harus mengakui perbuatannya di depan Ayu karena Mauven justru terlihat tidak ingin tahu.

"Eh.. itu.. sa-saya su--,"

"Masa? Kamu salah orang," ujar Mauven kemudian membuat Hana dan Ayu sama-sama menoleh ke arahnya. Mauven masih fokus menyetir.

"Bukan dia," ujar Mauven lagi sembari menatap Hana dari spion.

Hana membuang wajah dan pandangannya keluar jendela. Seketika merasa malu dan bersalah. Tali tas yang ada di pangkuannya di gulung-gulung tak tentu.

"Tapi.. gak. Gak mungkin aku salah, Ven. Orang jelas-jelas dia sama temennya yang udah nyerempet mobil kamu," ngotot Ayu tak terima.

"Emang sa--"

"Saya hantar kamu duluan," ujar Mauven memotong pembicaraan Hana. Ia tahu, Hana akan mengakuinya.

"Sa-saya, pak?" Tanya Hana pelan.

Mauven meliriknya sebentar "Kamu itu tujuan terakhirnya sama saya," ujar Mauven membuat Ayu menoleh. Ada rasa tak terima di raut wajahnya.

Hana baru akan membuka mulutnya untuk berbicara lagi ketika Mauven mendelik tajam padanya lewat spion dan berkata, "kamu pikir saya bakal ijinin kamu ke kosan teman?"


To be continued...

Dewi Puteri

Jangan lupa tekan bintang di pojok kiri bawah teman-teman. Terimakasih sudah mau meluangkan waktu untuk  membaca :)

Forester In Love (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang