Mauven dan Ayu yang baru saja keluar dari minimarket mengerutkan kening ke arah dua gadis di depan minimarket dengan baju yang sedikit basah.
Mauven melihat ke arah gadis yang memegang sesuatu di tangannya. Dahinya semakin mengerut memperhatikan benda yang dipegang gadis itu.
Oh shit! Seketika kerutan di dahinya berganti dengan raut kaget begitu menyadari benda apa yang dipegang gadis itu. Tidak salah lagi, itu spion mobilnya.
Gea yang tidak sengaja melihat ke arah minimarket membelalakan matanya.
"Gawat, ketangkep nih,"
Hana yang mendengar itu mengikuti arah pandang Gea. Matanya membelalak panik. Jemarinya meremas spion di tangannya. Sementara Gea sudah berlari ke arah motornya.
"Hana! Ngapain?! Ayo naik!" Teriak Gea pada Hana yang masih menatap horor ke arah Mauven.
Tersadar, Hana segera membuang spion di tangannya dan berlari ke arah motor. Dengan panik dia menaiki motor dengan Gea yang menyetir di depannya. Tanpa menunggu lama, mereka berdua kabur memasuki gang-gang kecil meninggalkan Mauven dan Ayu yang masih melongo.
****
Hari senin adalah hari paling menyebalkan untuk mahasiswi yang rada malas namun maksa rajin seperti Hana.
Menahan rasa sakit di bahu kirinya akibat kejadian hari sabtu kemarin, Hana berangkat ke kampus. Kali ini dia diantar ayahnya.
Tentu saja Hana tidak memberitahukan perihal hari sialnya kemarin. Entahlah, mungkin lebih tepatnya hari sial Gea. Karena dia harus merelakan motornya lecet, walaupun sedikit.
Intinya Hana sudah tobat.
Empat mata kuliah sudah Hana lewati. Sekarang sudah tengah hari. Perutnya mulai lapar. Setidaknya Hana harus mengisi perut untuk persiapan dua matakuliah lagi sampai sore nanti.
"Makan yuk," Ajak Widy salah satu temannya yang sedari tadi ngotot ingin ke kantin.
"Yah, gue bawa bekal, Hana juga kan?" Tanya Wila yang paling rajin membawa bekal sendiri semenjak semester satu.
Hana mengangguk sebagai jawaban.
"Gue bawa banyak nasi, kita tinggal beli lauk aja, nanti makan sama-sama," Ajak Hana yang diangguki empat temannya.
Selalu seperti itu. Jika salah satu dari mereka membawa bekal, aturannya satu untuk semua. Gak perlu bakso atau apalah itu kalau satu ikan asin dimakan rame-rame aja serasa makan di warung tiga huruf? Sampe sini, paham?
Setelah membeli beberapa lauk di kantin, mereka berlima berjalan menuju ke lopo yang berada di depan gedung jurusan, tempat ternyaman mereka.
Disana ada beberapa senior semester empat se-jurusan dengan mereka. Setelah menyapa, mereka duduk bersama dan makan.
"Sumpah demi apapun, pak Mauven keren banget, karismatik tingkat dewa..," Celetuk salah seorang senior pada dua senior lain yang didengar jelas oleh Hana dan teman-temannya.
"Kok setelah ketemu dia, gue jadi rela kuliah gak abis-abis yah?"
"Eh, pak Mauven itu masa depan gue, ya!"
"Kampret, Lo! Parah, bentar lagi pasti dia bakalan populer di kalangan mahasiswi,"
"Dosen-dosen muda apalagi,"
"Uhh, sumpah cara dia ngajar tadi itu, senyumnya, so cool,"
"Satu jam aja kuliah sama dia itu gak cukup,"
Diam. Hanya itu yang bisa dilakukan junior ketika bersamaan dengan para seniornya apalagi disaat seperti ini. Bukan takut, tapi segan.
"Cepetan makannya," Ujar Linda yang sudah tidak tahan. Tentu saja di ucapkan pelan-pelan.
Selesai makan, mereka segera menuju ruang kuliah umum.
"Duduk dibangku belakang aja yuk," Ujar Nelchy yang sudah menarik tas Hana.
"Gak deh, mata gue rabun kalo terlalu jauh,"
"Lo duduknya dibelakang terus, sekali-sekali di depan dong, contoh ni gue," Ujar Linda yang sudah mengeluarkan notebooknya dan buku paket untuk matakuliah jam itu.
Nelchy yang kesal menarik kepang rambut Linda hingga kepalanya terhuyung ke belakang.
"Tai kucing, Lo!" Umpat Linda.
"Habis UTS, pasti ganti dosen lain, penasaran gue, semoga bukan dosen killer," Ujar Widy dari belakang Hana.
Entahlah. Kalau di kampus, Hana mendadak jadi kalem. Munafik, ei.
"Selamat siang," Sapaan dingin itu datang dari arah pintu. Semua mahasiswa memalingkan wajah dan terkaget-kaget hampir semuanya. Mahasiswi khususnya.
Ada yang menyeletuk dari belakang, "Tau gini gue duduknya di depan aja tadi,"
"Segar nih mata, Ya Gusti,"
"Artis nih keknya,"
"Coba lihat jari manisnya? Gak ada cincin, Yes!"
Hampir semua mahasiswi di ruangan itu tampak senang dan bersemangat. Pemandangan yang lebih dari indah sudah di depan mata pasalnya menurut mereka. Ya. Hampir semua karena hanya satu orang yang sekarang terlihat panik.
Mampus lo, tamat lo, abis lo, mamaaaa! Teriakan hati Hana siang itu. Dia merasa inilah akhir dari masa depannya. Inilah azab untuk gadis bandel sepertinya. Seketika dia menyesal duduk di depan.
Dari semua orang, dari semua dosen berkompeten di kampusnya, di jurusannya , kenapa harus saksi kejadian kemarin yang jadi dosennya?
Hana yakin, malam ini, dia tidur di lapas.
Buku paket milik Linda adalah senjata ninjanya sekarang untuk menutupi wajah kriminalnya. Setidaknya dengan begini dia aman. Menurutnya.
Mauven yang berniat memperkenalkan diri, mengambil spidol lalu menulis namanya dengan jelas di papan.
"Nama saya sudah tertera sangat jelas, kalian bisa memanggil saya Mauven. Untuk matakuliah Inventarisasi Hutan sampai UAS nanti saya yang akan mendampingi kalian, peraturan saya tidak beda jauh dari dosen lain, cukup taati dan kalian aman,"
"Masih ada pertanyaan?" Tanya Mauven lagi.
"Statusnya gimana pak?" Ujar Cesa mahasiswa yang terkenal centil sampai ke tulang-tulangnya.
Pertanyaan itu lantas mengundang huraan dari teman-temannya yang lain. Tentu saja Hana yang semakin merana.
"Jika itu menunjang nilaimu yang anjlok di UTS kemarin, kemungkinan sangat kecil saya akan menjawab,"
Jleb. Sakit banget. Ini mulut apa cabe? Jawaban menohok dari Mauven membuat ruangan menjadi kembali tenang. Tidak ada yang mau jadi korban selanjutnya.
"Ganteng-ganteng tapi killer boleh juga ya, Han?" Bisik Linda dari samping.
Hana menoleh, "Apaan, sih?"
"Kalian punya kutubuku ya di prodi ini?" Pertanyaan Mauven mengundang bingung seisi ruangan. Jangankan menjadi kutubuku, melihat HVS kosong saja sudah malas.
"Baiklah. Sepertinya buku teman anda lebih seru dipandang dari pada matakuliah saya,"
Linda yang menyadari arah tatapan Mauven pada Hana yang masih menutupi wajahnya dengan buku, menoel-noel pinggang Hana.
"Apa sih, Lo?" Linda mengisyaratkan Hana dengan tatapan mata.
Hana yang mengerti segera menaruh buku seperti sediakala dengan tangan kiri menutupi wajahnya.
Syukurlah. Mauven kembali melanjutkan materi tanpa memerdulikannya setelah sebelumnya mengabsen mahasiswa satu persatu.
Pasti dia lupa, muka gue kan pasaran. Hana tersenyum atas keberuntungannya.
Satu jam sudah Mauven mengajar. Satu jam yang sangat cepat berlalu untuk mahasiswi lain dan serasa se-abad bagi Hana.
Mauven mengakhiri kuliahnya dengan memberikan tugas. Dia mengambil absen pribadinya lalu melingkari salah satu nama dengan spidol merah. Mahasiswi atas nama Hanandya Putri Maria.
To be continued
Terimakasih sudah membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak😊
~DewiPuteri~
KAMU SEDANG MEMBACA
Forester In Love (On Going)
RomanceFollow dulu sebelum membaca ya.. Bagaimana rasanya mencari masalah dengan orang yang memiliki peran besar dalam masa depanmu?