24. Orang Tua Abel

4.6K 417 15
                                    

“Aku punya keinginan tapi semesta punya kenyataan,” —Abel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Aku punya keinginan tapi semesta punya kenyataan,” —Abel.

🏍️🏍️🏍️

Pagi-pagi sekali Abel sudah keluar dari rumah sakit. Tentu saja setelah meminta racikan obat yang bisa ia minum saat di rumah nanti kepada Dokter.

Saat ini mereka berada di Bandara. Di sisi ada Banu yang terlihat sedikit gelisah.

“Bang Banu jangan tegang gitu dong. Abel ikutan tegang, nih.”

“Gue cuman takut, Bel.”

“Orang tua Abel nggak makan orang, Bang.”

“Iya, tau. Tapi bokap lo itu kalau marah, Kak Ros juga bakalan lewat.”

“Berlebihan,” ucap Abel sambil tertawa.

“Serius gue, Bel. Gue takut kalau mereka marah sama gue walaupun seharusnya gue memang di marahin. Gue lalai jaga lo.”

Abel mengamit lengan Banu dengan lembut. “Orang tua Abel pasti mengerti. Bang Banu nggak usah khawatir, ya.” Ia tersenyum.

Banu menepuk-nepuk pelan puncuk kepala Abel. “Ya, semoga aja.”

Abel mengangguk. Lalu netranya menatap ke seluruh penjuru Bandara yang dipenuhi oleh orang hilir mudik.

Tanpa sadar Abel jadi tersenyum. Tidak jauh darinya ada dua anak kecil yang tampak bahagia kala menyambut kedatangan orang tuanya.

Abel mengeratkan pelukannya pada lengan kiri Banu. “Mama sama Ayah kapan datang, ya?”

“Mungkin beberapa menit lagi.”

Ugh, udah nggak sabar lagi.”

“Makin deg-degan gue, Bel.”

Mereka tertawa secara bersamaan.

Rilex, kita omongin masalah Abel besok-besok aja. Jangan hari ini, takut mereka panik. Abel juga nggak mau masuk rumah sakit lagi, nggak enak, membosankan.”

“Emang.”

Tak lama setelah itu kedua orangtuanya tampak berjalan dengan koper di tangan sang Ayah—Frams.

“MAMA, AYAH!”

Abel sedikit berlari, memeluk kedua orangtuanya dengan perasaan membuncah. Killa—ibu Abel hanya bisa tertawa pelan. Mengusap-usap punggung anaknya dengan sayang.

“Abel bersyukur kalau kalian datang dengan selamat.”

“Kami juga bersyukur kalau kamu baik-baik aja, Sayang.” Killa merapihkan rambut panjang Abel. Menatap sang bungsu dengan sorot hangat. Abel tersenyum manis.

“Ayo, kita pulang.” Banu mengambil sebuah tas besar dari tangan Killa begitu saja. “Biar Banu yang bawain, Ma. Pasti berat, kan? Mana kalian habis turun dari pesawat lagi. Pasti masih kelelahan. Sini, Pa, kopernya Banu yang bawa juga.”

ATLANTAS || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang