"Semuanya terasa membingungkan. Antara aku dan kamu, yang bahkan tidak saling kenal."
🏍️🏍️🏍️
Pagi harinya, keadaan rumah sudah kembali stabil. Pintu dan jendela pun sudah diganti dengan yang lebih berkualitas, kata Banu saat mereka menyantap sarapan di meja makan. Setidaknya, semuanya diketatkan oleh Banu, cowok dengan tinggi 175cm lebih tersebut tidak mau ada kejadian serupa yang terulang kembali. Cctv pun terpasang di beberapa sudut rumah.
Abel hanya bisa pasrah menerimanya. Ia rasa ini sedikit berlebihan. Iya, kan?
Banu emang terlalu berlebihan menurutnya, tapi Abel tau itu juga demi kebaikannya sendiri. Apalagi orang tuanya yang pergi ke Bandung sejak dua hari yang lalu, sedangkan orang tua Banu yang memang mengejar bisnis di London.
Abel yang tengah memasang sepatu, lantas menghela napas panjang. Sedari malam tadi ia tidak bisa berpikir jernih. Tentang perlakuan Atlantas yang menyerahkan jaket dan juga ucapan ambigu cowok tersebut.
Banu hanya berkata kalau itu demi kebaikannya, tapi mau dipikir dari segi apapun, Abel merasa tidak ada gunanya juga buat memakai jaket kebanggaan anak Bandidos tersebut. Terlebih lagi, jaket tersebut terlalu kebesaran di tubuhnya.
"Ngapain bengong, sih, Bel? Buruan! Gue mau makan di warung Teteh Cici," kata Banu. Teteh Cici adalah wanita berusia 50 tahun yang berjualan gorengan samping sekolah. Tongkrongan anak-anak bolos biasanya.
"Sabar napa, ish! Abel tuh lagi mikir."
"Mikir apaan coba? Otak aja lo kagak punya, Bel."
"Nggak ada akhlak!"
"Ada, tapi sedikit." Banu terkekeh pelan. Abel hanya mencibir dan berjalan mendahului Banu menuju motor di ikuti cowok tersebut dari belakang.
"Abang, kok, pakai baju olahraga?" tanya Abel sesaat motor hitam milik Banu sudah bergabung dengan pengendara lainnya di jalan raya. Sedikit memajukan tubuhnya agar pertanyaan tersebut bisa didengar oleh Banu.
"Hari selasa, kan? Hari ini kelas gue olahraga."
"Pagi?"
"Iya."
"Lho, kok, nggak pakai seragam putih abu-abu dulu? Biasanya gitu, kan, nanti pas jamnya olahraga baru diganti."
"Gue males."
Abel memukul punggung Banu dengan kesal. Jawaban macam apa tadi yang ia dengar. Sangat menyebalkan.
Setelah itu, keaadan di atas motor kembali hening. Abel dan Banu fokus dengan pikiran masing-masing.
Abel masih memikirkan Atlantas dan jaketnya. Harus ia apakan jaket Atlantas? Serahkan kembali? Tidak buruk juga sebenarnya, tapi ia malu tuk mengembalikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATLANTAS || END
Novela Juvenil[ Winner of the co-writing event held by TWT] Warning ⚠️ Terdapat banyak kata-kata kasar, harap bijak dalam membaca. Bandidos, siapa yang tidak mengenal nama Geng Motor terbesar di Jakarta tersebut. Diikuti oleh ratusan anggota dari berbagai siswa...