24. I AM NOT CHILDISH

3.6K 793 237
                                    

Eonni, Eonni!”

Tangan Jatu yang hampir meraih segerombolan jambu air di pucuk dahan, terhenti. Namun, segera digelengkannya kepala. Pikiran semalam pasti membuatnya telah berhalusinasi.

Gadis itu kembali memanjangkan tangan, hendak meraih buah-buah yang sudah diincar. Ukurannya besar-besar. Warnanya merah-merah. Jatu sudah membayangkan rasanya yang manis dan segar.

Eonni!”

Panggilan itu terdengar lagi. Kali ini lebih dekat, lebih kencang, lebih jelas. Jatu kembali terhenti. Sebegitu kuatkah pengaruh yang diberikan gadis kecil itu? Atau sebegitu takutkah dirinya akan kehilangan Amore? Juga papanya? Ia terus bertanya-tanya dalam hati.

“Teh Jatu, ada yang manggil.”

Suara Doni menyadarkan Jatu dari lamunan. “Eh, kenapa?” tanya perempuan itu pada bocah tetangga yang ada di dahan tepat di bawahnya.

“Itu, ada yang manggil.” Bocah berkulit legam itu mengerling ke arah bawah. 

Dari tempatnya memanjat, Jatu mengintip. Tidak jauh dari pohon jambu, ada Amore tengah mendongak sambil tersenyum lebar. Tak jauh dari gadis itu ada Sasti yang tengah mengulum senyum. Juga Titan yang tengah memijat kening dengan telunjuk dan ibu jari.

Saat itu, Jatu hanya memiliki satu doa sederhana. Seandainya bisa, ia ingin berubah menjadi gurita saat itu juga sehingga bisa mengklamufasekan diri menjadi batang pohon, daun, atau mungkin segerombolan jambu air. Namun, bukankah gurita hanya tinggal di laut bukan di pohon jambu?

Eonni, aku minta juga, ya!”

Teriakan Amore kembali terdengar. Dengan terpaksa gadis itu mengangguk pelan, lalu memetik segerombolan buah yang tadi diincar. Ia kemudian perlahan menuruni dahan demi dahan, tidak mungkin terus berada di atas dan mengabaikan tamu yang datang.

Di bawah, Titan berulang kali menghela napas melihat kelakuan Jatu. Tiba-tiba ada tanya yang menyeruak. Apakah dia bisa memercayakan gadis itu untuk mendidik Amore?

Saat telah berhasil menapakkan kaki di tanah, Jatu menyadari hal aneh lainnya. Selain kehadiran satu keluarga itu, ia juga melihat beberapa orang tengah berdiri di balik pagar. Entah sejak kapan para ibu tetangga telah bergerombol di sana, persis seperti jambu air.

Untuk sejenak, Jatu ingin mengabaikan hal itu. Ia segera berpaling pada Sasti dan menyalaminya. “Apa kabar, Bu?” sapa gadis itu.

“Baik," jawab Sasti sambil tersenyum. "Kamu gimana?” Wanita itu balik bertanya.

“Sehat, Bu.” Jatu mesam-mesem. 'Tapi saat ini saya khawatir dengan kesehatan jantung saya,'  tambahnya dalam hati.

Gadis itu kembali teringat grup alumni. Tepat setelah postingan Langit, Titan mengirimkan ucapan selamat kepada seluruh alumni baru. Jatu yakin, itu adalah sinyal bahwa sang dosen melihat foto dan membaca caption Langit.

“Pasti sehatlah, Bu. Bahkan kelewat sehat, sampai bisa manjat-manjat,” komentar Titan sinis yang segera dipotong oleh desisan Sasti.

Jatu mengabaikan komentar Titan. Tidak etis rasanya menanggapi sang dosen di depan calon mertuanya. Ia kembali menatap Sasti. “Lagi ada urusan di Serang, Bu?” tanyanya basa-basi.

“Suruh masuk rumah dulu, kek, baru nanya-nanya.” Titan kembali berkomentar ketus. 

“Hush!” Kali ini Sasti mencubit lengan Titan. Gemas pada tingkah anak semata wayangnya. “Ibu sama Titan mau ketemu sama orang tua kamu,” jawabnya kemudian.

Jatu menelan ludah. Tiba-tiba, teringat hal penting lainnya. Dengan secepat kilat, ia berlari menuju rumah yang terletak delapan meter dari pohon jambu air berada. Gadis itu segera masuk dan mendapati orang tuanya tengah bersantai di depan TV.

A-MORE (End Versi Wattpad)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang