20. SURPRISE!

3.9K 788 334
                                    

Jatu membuka pintu ruang dosen. Dilayangkan pandang ke seluruh ruangan, mencari sosok yang ingin ditemui. Namun, tidak ada. Di sana, hanya ada lima orang dosen yang sedang sibuk memandangi layar laptop masing-masing.

Dengan penuh percaya diri, gadis itu masuk, langsung menuju salah satu meja di sisi kanan. Sambil berjalan santai, ia mencuri-curi lihat apa yang tengah dilakukan salah satu dosen di dekat meja yang dituju.

“Astaga!” Yoga memekik saat menyadari Jatu telah berdiri tepat di belakang, dengan posisi setengah menunduk. Terlalu fokus mendata nilai para mahasiswa membuatnya tak awas. “Kamu ngapain di sini?”

Jatu menegakkan tubuh sambil tersenyum lebar. Bukannya menjawab, ia malah bertanya, “Nilai saya A-man kan, Pak?” Gadis itu menjulurkan leher, mencoba kembali mencuri lihat.

Yoga melirik sekilas, lalu menurunkan layar laptop hingga hampir menutup. “Tenang aja. Di kelas kamu nggak ada yang dapet C,” tukasnya.

“Ehm. Maksud saya, nilai saya A-man kan?” Jatu memberi penekanan pada huruf A di depan kata aman.

Yoga mengabaikan pertanyaan Jatu. Pria itu kembali menegakkan layar laptop, tapi  mengalihkan halaman ke tabel nilai milik kelas lain.

“Kehangatan di mobil pada malam i--”

“Ssst!” Yoga melotot sambil meletakkan telunjuk di bibir, lalu tersenyum pada dosen-dosen lain yang sedang menatapnya dengan heran. “Maaf, Pak, Bu.”

Pria itu menatap tajam pada Jatu. “Kami nggak ngapa-ngapain malam itu. Nggak ada kehangatan-kehangatan,” bisiknya dengan suara tertahan.

Jatu berdehem. “Padahal saya cuma mau bilang, hangat kap Pajero malam itu masih terasa di telapak tangan saya,” kilahnya sambil memalingkan wajah ke arah langit-langit.

Mengingat kejadian itu, Yoga menggemeletakkan gigi. Dia tidak menyangka Jatu akan memergoki. Dipikirnya seluruh mahasiswa tengah sibuk belajar. Ternyata ada satu yang masih kelayapan.

Yoga menghela napas. "Kamu mau ngancem saya, ya?"

Jatu menyeringai. “Mana berani saya ngancem-ngancem bapak.”

Dengan mata berkilat, Yoga menatap Jatu. Dugaannya tak mungkin salah. Mahasiswi tomboi di hadapan pasti berniat menjadikan peristiwa malam itu sebagai senjata untuk mengancamnya.  Ah! Titan harusnya tidak boleh dekat-dekat dengan mahluk ini, rutuknya dalam hati.

Sementara Jatu balas menatap dengan tajam. Sebenarnya, kedekatan Raven dan Yoga membuat ia lega. Akhirnya, sang sahabat bisa move on, tidak lagi bergelut dengan masa lalu yang tidak pasti. Namun, ia harus memastikan Yoga benar-benar serius dan tak akan menyakiti Raven.

“Sudah di sini?”

Ucapan Titan menghentikan aktivitas tatap-menatap antara Yoga dan Jatu. Keduanya berpaling pada sosok yang tengah melangkah sambil membawa segelas kopi di genggaman tangan kiri.

“Sudah.”

“Udah.”

Yoga dan Jatu menjawab hampir berbarengan, lalu kembali saling menatap. Yoga mendelik jengkel, sementara Jatu kembali menyeringai karena yakin pertanyaan Titan ditujukan padanya. Tentu saja.

“Siapin laptop kamu! Duduk di tempat saya saja.” Titan menunjuk kursi di samping Yoga.

Kening Yoga berkerut. Tidak biasanya Titan mempersilahkan orang lain, terlebih lagi mahasiswa untuk duduk di singgasananya.

“Mau ngapain dia?” tanya Yoga sambil mengamati laku Titan. Sang sahabat kini sudah berdiri di samping Jatu dan menyalakan laptop miliknya sendiri.

A-MORE (End Versi Wattpad)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang