“Kenapa ada kesedihan di hati ini saat kau pergi, padahal aku yang menginginkanmu menjauh dari hidupku. Kenapa rasanya aku tak sanggup jauh darimu, tapi mau apalagi, takdir yang membuat kita begini. Aku menyesal telah menuduhmu sebagai seorang pengkhianat. Padahal aku yang .... Maafkan aku Bram, karena aku juga telah menuduhmu sebagai pembunuh mamaku. Sekarang aku sadar, akan takdir yang ditimpakan tuhan pada umatnya. Untung saja aku tidak menyingkirkanmu Bram.”
Matanya menatap langit yang tak berbintang.
“Semoga dirimu mendapatkan bahagiamu di sana dan mendapatkan wanita yang baik untukmu.” Mata wanita itu berkaca-kaca seiring mobil yang semakin jauh meninggalkannya.
“Kenapa masih termenung di pintu? Yuk kita masuk, sudah malam,” ucap sang suami menggandeng tangan sang istri.
Kesedihan menyeruak di hati wanita itu, setelah mendengar apa yang di paparkan oleh mantan kekasihnya. Sakit hati pada lelaki itu, karena menganggap gadis cilik itu adalah anak kandungnya ternyata salah besar dan sekarang perasaan benci itu telah pupus seiring menjauhnya sang mantan dari kehidupannya. Sekarang ada rasa yang berbeda menyelinap di hatinya.
“Eh, iya Mas.” Ia terkejut dari lamunan.
“Ayo, lagi melamunkan apa, kok matanya berkaca-kaca begitu. Sedih ditinggalkan Bramustio ya.”
“Mas, kan, mulai lagi.” Ia merajuk masuk ke dalam rumah. Sang suami mengikutinya dari belakang.
“Sudah ah, jangan cemberut, ia, kan, sudah menjauh dari kehidupan kita.” Lelaki itu menepuk manja bahu sang istri.
“Andai Mas tahu perasaanku,” ucapnya, “ tapi kenapa Salsa merasa begitu dekat denganku ya. Apakah karena ia anak dari uda Prasetyo? yang dulu pernah juga mengungkapkan isi hatinya padaku, dan aku waktu itu lebih memilih Bram adiknya.
Ah ... sudahlah, aku nggak mau mengingat masa lalu lagi.” Kemudian ia membawa nampan yang berisi gelas kotor ke belakang, sedangkan sang suami beranjak masuk kamar.
“Kita nggak menyangka ya, Dek, gadis cilik itu ditinggalkan kedua orang tuanya untuk selamanya waktu ia masih bayi,” ucapnya pada sang istri.
“Iya, Mas, pantas saja kemarin ia memintaku untuk memeluk dan menciumnya sebelum masuk kelas. Katanya ia ingin seperti teman-temannya yang selalu dipeluk dan dicium oleh ibu mereka sebelum masuk kelas, sedangkan ia tak pernah merasakan itu katanya. Kemudian aku peluk dia, ada kepiluan di hatiku saat memeluknya.” Wanita itu menghapus buliran bening yang mulai jatuh.
“Sudahlah, kita doakan saja mereka bisa mendapatkan kebahagiaan setelah ini dan kita pun bisa hidup bahagia,” sahut sang suami.
Begitu leganya ia, karena laki-laki masa lalu sang istri telah menjauh dari kehidupan keluarganya. Jadi ia tak perlu susah-susah menyingkirkannya.
“Untung saja ya, Mas. Kita tidak jadi menyingkirkannya. Andaikan itu terjadi betapa besar dosa kita pada Salsa.” Wanita itu naik ke tempat tidur dan membaringkan tubuhnya yang ramping sambil menarik selimut.
“Sudahlah, nggak usah itu lagi yang dibahas. Sekarang yang harus kita pikirkan kebahagiaan kita, termasuk mama dan papa.” Kemudian ia mengelus pipi lembut sang istri.
“Mas lihat tadi kamu begitu baik memperlakukan gadis cilik itu, aura keibuanmu itu terlihat loh, Dek,” ucapnya melihat sang istri. Apalagi kalau anak kita ya, sepertinya kamu sudah cocok jadi seorang ibu,” senyuman nakal pun mengembang di bibirnya.
Kemudian sepasang cecak terlihat bercumbu di loteng kamar, seakan tak mau kalah dengan dua insan di peraduan itu.
***
“Maafkan papa ya, Nak, yang tak bisa membahagiakanmu. Papa terpaksa memilih jalan ini, supaya tante cantikmu bisa bahagia. Bukannya papa tak sayang kamu.” Laki-laki itu membelai gadis ciliknya yang masih terlelap di sampingnya.
Kemudian ia kembali melihat jalanan yang sudah mulai lengang, hanya beberapa kendaraan yang lalu lalang dalam temaram lampu jalan.
“Aku harus bisa melupakanmu, Santi. Aku tak mau memperturutkan ego, karena aku tak mau kamu menderita karenaku. Biarlah kubawa gadis cilikku menjauh dari hidupmu.” Ia kembali memperhatikan gadis ciliknya yang masih terlelap.
Biarlah kenangan kita, masa putih abu-abu menjadi sebuah cerita untuk anak cucu-cucu kita nanti.” Kembali ia melihat jalanan. “
“Oh, nooo, Ia segera membanting setir ke kiri saat melihat seseorang melintas ... dan mobil itu pun menabrak pohon besar di pinggir jalan.
“Ya tuhan, ada yang kecelakaan rupanya. Sebuah mobil yang sedang melintas memberhentikan mobilnya. kita berhenti dulu, Pa. Kita harus tolong orang yang ada di dalam mobil itu.”
Kemudian dua orang itu keluar dari mobil dan beberapa kendaraan yang melintas juga menepi ke tempat kecelakaan.
Setelah beberapa orang mencoba membuka pintu mobil akhirnya pintu mobil itu pun dapat terbuka. Orang-orang terkejut saat melihat dua orang yang ada dalam mobil tersebut. “Ya tuhan ... sebaiknya kita bawa mereka ke rumah sakit.” Kemudian mereka membawa korban kecelakaan itu ke rumah sakit.
***
Keesokan harinya, wanita yang selalu mendapat sapaan dari seorang gadis cilik, merasa ada yang kurang di pagi itu. Tak ada sapaan lagi dari gadis kecil bermata sipit, yang selalu bergelayut manja sebelum ia pamit untuk masuk kelas, tak ada ciuman hangat dari bibir gadis itu pada punggung tangannya. Pagi yang hampa ia rasakan.
Ia jadi ingat kembali saat semalam, gadis itu begitu manja padanya, ia seperti mendapatkan seorang ibu yang begitu menyayanginya. “Semoga setelah ini kamu bisa mendapatkan seorang ibu, Nak,” bisiknya lirih.
Saat jam istirahat, wanita itu terlihat termenung duduk dalam ruang guru. Tatapannya kosong, ia seperti kehilangan semangat hidup, karena ditinggal orang yang dicintainya.
“Kelihatannya hari ini bu Santi, kok nggak bergairah sama sekali. Apa ibu kurang enak badan?” tanya salah seorang guru laki-laki yang duduk di sebelah mejanya.
“Enggak pak Narwo, saya nggak apa-apa kok,” sahutnya tersenyum. ‘Kenapa aku jadi memikirkan anak itu ya. Semoga dia nggak kenapa-kenapa dan selamat sampai di tempat barunya,’ batinnya.
Sepulang sekolah wanita itu segera beristirahat di kamarnya. Ia merasa kurang enak badan sejak di sekolah. Ia merasa tubuhnya letih tak bertenaga. Setelah sang suami pulang, barulah ia bangkit dari tidurnya.
“Eh, Mas sudah pulang, sudah sore rupanya,” ucapnya pada sang suami yang baru masuk kamar.
“Kamu kelihatan pucat, Dek. Kamu sakit?”
“Enggak, mungkin karena capek saja, Mas.” Kemudian ia merebahkan tubuhnya lagi.
“Kalau nggak sakit, kok tiduran lagi? Kita ke dokter ya. Nanti kamu kenapa-kenapa.”
“Aku nggak kenapa-kenapa suamiku sayang, aku cuma pengen rebahan saja kok,” sahutnya tersenyum.
“Ya sudah kalau memang nggak kenapa-kenapa, Mas ganti baju dulu.” Laki-laki itu membuka pakaiannya dan meletakkan di atas tempat tidur.
“Baju mas kok bau sih?” Wanita itu menutup hidungnya.
“Bau gimana?” Laki-laki itu mengambil dan mencium kemeja yang barusan diletakkannya. “Nggak bau kok, seperti biasa saja. Sudah lebih satu bulan loh, Dek, kita jadi suami istri. Kemarin-kemarin kamu nggak ada bilang bau, sekarang bilang bau, kok aneh,” ucapnya heran, “atau jangan-jangan kamu memang sakit, Sayang.”
“Mas ini apaan sih, orang nggak sakit di bilang sakit,” sahutnya cemberut.
“Bukan gitu, kamu tu aneh dari biasanya.” Ia mendekati sang istri dan memegang dahi sang istri.
“Mas jangan mendekat, aku nggak tahan bau badan mas. Mas mandi dulu deh.” Ia mendorong bahu sang suami dengan sebelah tangan, sedangkan tangan kirinya menutup hidung.
“Kamu kenapa, Sayang. Biasanya kamu suka nyungsep di bawah ketek mas. Sekarang malah bilang bau.” Ia menggeleng-geleng menuju kamar mandi.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Tanpa Cinta (TAMAT)
RomanceSebagian cerita telah dihapus karena yang baca udah lebih 5000 tapi yang ngasih vote hanya seratusan. Jadi bagi yang mau lanjut baca ceritanya silakan baca di KBM APP dengan judul yang sama. Terimakasih telah membaca cerita author dan maaf atas semu...