-9. Kubisme-

151 29 0
                                    

'Bagaimana mungkin aku punya waktu untuk menyukai seseorang saat setiap detiknya aku sibuk mempertahankan kewarasanku?'

Kaminaga Fuyuki.

.

.

.

Tanpa sadar Fuyuki menatap jalanan yang dipenuhi salju. Sudah musim dingin. Musim gugur sudah usai. Dan saat ini, Fuyuki tengah berada di Akita, tempat di mana seluruh pemandangan dipenuhi warna putih salju. Jangan tanyakan lagi. Hawanya dingin luar biasa. Entah berapa rangkap pakaian yang dikenakan Fuyuki saat dia meninggalkan Tokyo untuk pulang ke Akita. Murasakibara saja bahkan bilang dia muak melihat hamparan salju saat musim dingin di Akita dan berharap jika saja hamparan salju itu bisa tiba-tiba berubah menjadi hamparan maibou. Kan seru. Bisa dia punguti tiap kaki melangkah.

Namanya memang diambil dari kata 'Fuyu' yang artinya musim dingin, tapi, Fuyuki yang ini tidak suka musim dingin. Dia tidak tahan dingin. Gampang sekali sakit saat kedinginan. Rawan sekali terkena hipotermia saat lupa menggunakan seperangkat alat pengusir dingin. Fuyuki juga kadang heran kenapa namanya harus Fuyuki? Kenapa bukan Akira atau Haruki atau Natsumi coba? Kan setidaknya dia tidak harus menjelaskan kenapa orang dengan nama 'Fuyu' tidak suka musim dingin.

Bus yang ia tumpangi berhenti tepat di stasiun. Sudah saatnya kembali ke Tokyo. Fuyuki mendesah pelan. Kepalanya menoleh buat menatap kembali pemandangan musim dingin Akita yang tak ada bandingannya. Dia tersenyum paksa. Napasnya berembus pelan, menciptakan uap akibat suhu yang rendah. Kepala mengangguk tanpa sadar. Menyemangati diri. Dia harus kembali ke Tokyo. Sebesar apa pun keinginannya untuk tinggal beberapa hari lebih lama, dia tidak bisa melakukannya. Dia harus segera kembali ke Tokyo dan bekerja lagi. Ya. Hanya itu yang harus dia lakukan.

Kaki melangkah memasuki shinkansen. Masih ada setengah jam sebelum waktu keberangkatan, tapi Fuyuki memilih langsung masuk dan duduk di tempatnya alih-alih berdiam diri di luar untuk menunggu.

Tatapan matanya terlihat hampa saat kembali menatap salju yang terus turun. Bibirnya bergerak pelan. Bergumam lirih.

"Ittekimasu."

.

.

.


Osamu mengerjap. Dia menatap keberadaan sosok yang tidak pernah ia duga akan kembali menemuinya. Seorang gadis. Perawakannya tinggi semampai dengan wajah yang nyaris tanpa cela. Senyumnya terlihat halus. Rambut berwarna terang itu tergerai hingga punggung. Dia tersenyum hangat sembari mengangkat sebelah tangan. Memanggilnya.

"Osamu kun!" Suaranya terdengar begitu merdu. Mengalun menyenangkan.

Osamu diam. Untuk sesaat dia tidak bisa bereaksi. Hanya diam sembari menatap lurus sosok yang berjalan menuju kearahnya dengan senyum cemerlang. Dia masih sama. Sosok itu, justru semakin terlihat matang. Garis-garis kecantikannya seolah semakin halus. Menambah kesan nyaris sempurna pada wajahnya.

"Naomi?"

Senyum itu semakin lebar. Beberapa pegawai Osamu bahkan sampai tersipu saat melihat senyum anggun dari gadis luar biasa mempesona itu.

"Apa kabar Osamu kun? Ah aku senang sekali bisa bertemu denganmu!"

Osamu menghela napas pelan sebelum akhirnya mengangguk kecil. Ekspresi wajahnya kembali seperti semula. Seolah rasa kaget atas kedatangan tanpa terduga gadis ini tidak pernah ada.

SenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang