-19. Alodinia-

210 21 17
                                    

Ps: di bab sebelumnya ada sedikit pembaruan. Sediikit dari pandangan Atsumu pas dia baca chatingan di HP nya Fuyuki

.

.

.

Fuyuki bermimpi. Tidak. Lebih tepatnya dia sadar jika apa yang tengah dilihatnya detik ini adalah sebuah mimpi. Sesuatu yang tidak akan pernah nyata.

Dia bisa melihat ayah dan kakeknya duduk. Di meja makan sederhana, ayah dan kakeknya duduk sembari membahas sesuatu, sementara Fuyuki di dapur. Berkutat dengan masakan. Itu... Itu adalah kebiasaan mereka setiap akhir minggu. Waktu di mana ayahnya punya banyak kemungkinan berada di rumah tanpa disibukkan oleh pekerjaan.

Kehidupan damai mereka saat mereka masih tinggal di Chiba. Itu benar-benar terlihat sangat jelas.

Fuyuki berjalan dengan gemetar. Langkahnya pelan. Terasa berat.

"Otou san--" Dia bisa merasakan suaranya tercekat tatkala memanggil sangat ayah.

"Ojii chan--" Tangis itu tidak terbendung. Dia menangis sembari merengkuh kedua sosok itu. Dua sosok yang teramat ia rindukan. Sangat-sangat Fuyuki rindukan.

"Ah anak gadis tou san manja... " Bahkan suaranya sama. Benar-benar suara yang Fuyuki ingat. "Yuki, maafkan tou san, pasti menyakitkan ya?"

Fuyuki bergeming. Dia menangis. Seperti anak kecil. Mengadu.

Tangan lebar itu mengusap kepalanya dengan penuh perasaan. Hangat yang familiar itu menyeruak. Menjalar ke segala penjuru.

"Yuki, kau sudah melakukan semuanya dengan sangat baik. Sangat sangat baik, jadi, tolong bertahan sebentar lagi, ya? Kenji dan Narumi masih membutuhkanmu."

Fuyuki masih diam. Napasnya berat. Ini benar-benar mimpi yang luar biasa.

Apa begini mimpi yang dilihatnya sesaat sebelum kematian menjemput?

Fuyuki tidak tahu. Dia hanya ingin tetap mendekap kedua sosok itu. Mendekap mereka erat sampai kerinduannya sedikit terbayar.

.

.

.

Restaurant keluarga, 22.30

Kedua pemuda itu masih berunding dengan serius. Membiarkan satu gadis di sana mengamati, tanpa menginterupsi. Dia minum dengan tenang. Tidak memesan makanan berat. Yang dia pesan hanya salad buah dan jus rasa stroberi. Menu diet.

Si gadis mengerjap. Dia menatap arloji mahal yang melingkari pergelangan tangan kiri.

Eh?

Tunggu dulu, Naomi menggigit bibir bawah. Ingatannya bergerak cepat.

'Jam setengah sebelas malam... Jangan bilang---

Hahaha, mustahil kan gadis itu masih menunggu?'

Dia menatap keluar jendela restaurant. Salju terus turun dengan lebat. Apalagi beberapa saat lalu sempat terjadi badai, meski hanya sebentar. Dia menelan ludah susah payah. Mengenyahkan sesuatu yang mengusik diri.

Kaminaga Fuyuki tidak mungkin sebodoh itu untuk tetap menunggu di cuaca seperti ini-- kan?

Ya. Mana ada seseorang yang dengan bodohnya menunggu kedatangan sosok lain selama berjam-jam dalam kondisi sedingin ini.

SenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang