Fuyuki menahan gemetar pada tangan. Mati-matian dia mengambil ponsel. Mengetikkan beberapa kalimat sebelum akhirnya mengirimkannya tanpa bernapas. Dia... Dia berjanji. Sungguhan. Apa pun konsekuensi yang akan didapatnya, dia tidak bisa mundur sekarang.
Lalu, dengan langkah pincang, Fuyuki berjalan keluar. Keningnya sedikit mengernyit saat kaki ia masukkan kedalam sepatu. Napas dihela panjang. Dia harus bergegas. Kenji menunggunya. Adiknya menunggu kedatangan Fuyuki.
"Yuki nee chan,"
Fuyuki menoleh. Dia memberikan senyum hangat pada gadis remaja yang memanggilnya dengan nada kalut.
"Kau sudah makan, Naru?" Dia bertanya. Tahu pasti jika dia dengan sengaja mengalihkan pembicaraan.
"Onee Chan, maafkan aku... " Suaranya pelan. Nyaris terisak.
"Hm? Nani, nani? Kenapa Naru-ku tersayang meminta maaf?"
"Karena aku one chan--" Dia benar-benar terisak. Menangis pelan. Pundaknya bergetar menahan isak tangis. Agar suara tangisannya tidak terdengar sampai rumah.
"Tapi nee chan baik-baik saja? Nee Naru, untuk sekarang, nee chan akan pergi menemui Kenji, apa Naru mau ikut?"
Gadis remaja itu menggeleng pelan. Meski ekspresi wajahnya penuh pengharapan, namun jelas dia tidak bisa pergi.
"Kenapa? Apa Naru tidak mau menemui Kenji?"
"Kalau aku ikut--" Dia tersentak saat mendengar bantingan pintu. Ekspresi wajahnya berubah cepat.
Fuyuki mendesah. Dia menghela napas berat. Mengangguk. Mengerti.
"Baik. Naru bisa masuk sekarang. Ingat apa yang nee chan katakan sebelumnya? Kalau ada apa pun, segera hubungi onee chan. Kau mengerti, Naru?"
Gadis remaja itu mengangguk kecil. Takut-takut, dia menarik ujung baju Fuyuki.
"Onee chan,"
"Ya?"
"Jangan sering pulang," Suaranya terdengar sangat pelan. Nyaris berupa bisikan saja.
"Eh?"
"Aku tidak mau melihat Yuki nee chan sering terluka--"
Fuyuki diam. Terpaku. Gadis ini... Mendesah berat. Fuyuki tersenyum lebar. Tangannya bergerak mengusap lembut rambut si gadis remaja.
"Jangan khawatir. Nee Chan baik-baik saja. Kalau begitu, segera masuk, ayahmu akan marah kalau dibiarkan menunggu lama."
"Mm," Dia masih menunduk. Tidak berani menatap tepat di mata Fuyuki.
"Jaa, ittekimasu."
"Mm. Itterashai Onee chan,"
Fuyuki tersenyum sebelum akhirnya berbalik. Pergi. Berjalan dengan langkah setengah diseret. Dia mendesah kasar. Ini semakin terasa menyiksa. Bukan. Ini bulan masalah tentang dirinya. Fuyuki sudah terbiasa bertahan sejak ayahnya meninggal apalagi sejak kakeknya sakit. Dia sudah terbiasa. Tapi... Itu tidak sama dengan adik dan sepupunya. Mereka berdua...
Napas berembus kasar. Dia berhenti tepat di halte bus. Pemandangan di sekelilingnya dipenuhi warna putih salju. Fuyuki merenung. Dia... Tidak punya pilihan lain. Sembari menunggu kedatangan bus, tangannya bergerak pelan. Sangat-sangat pelan. Berat ponsel seolah berlipat ganda menjadi berton-ton beratnya saat ia pegang. Kepala digelengkan keras. Dia harus melakukannya. Masa bodoh apa yang akan dipikirkan orang itu tentangnya yang begitu seenaknya. Prioritas Fuyuki saat ini bukan untuk menjaga citra diri, tapi, kelangsungan kehidupan adik dan sepupunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandika
FanficSenandika (se.nan.di.ka) n wacana seorang tokoh dalam karya susastra dengan dirinya sendiri di dalam drama yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan, firasat, konflik batin yang paling dalam dari tokoh tersebut, atau untuk menyajikan informasi yang...