Penulis hanya manusia yang tak pernah luput dari kesalahan, pun dalam melontarkan argumentasinya. Mohon dikoreksi apabila ada yang salah atau kurang berkenan.
**
Kotak-kotak styrofoam berjajar rapi di atas etalase. Dengan cekatan Bia mencentong nasi dan di cetak dalam mangkuk bulat berwarna putih yang mirip dengan kopiah Haji Khoir. Tangannya juga gesit memasukkan daun singkong, nangka muda, dan berbagai santan di dalam plastik. Lalu meletakkannya di bagian styrofoam yang khusus tempat sayur serta menaruh lauk-pauk yang bermacam-macam ragam ke masing-masing wadah lauk di styrofoam itu.
Teman-temannya menanti dengan sabar hingga Bia membungkuskan semua pesanan Choky. Hanya Retno yang makan dengan nyaman nasi padang lauk otaknya. Yang lain mendadak tidak nafsu makan dirundung rasa cemas apabila perang besar antara Bia dan Choky akan terulang kembali. Haji Khoir yang duduk terpekur di balik meja kasir pun merasakan aura tegang yang sama dan hanya bisa mengamati apa yang akan terjadi di antara muda-mudi ini.
Damar mencoba basa-basi untuk mencairkan suasana, "Gimana perkembangan café lu?" ia menepuk bahu Choky agar menoleh padanya dan tidak terus-terusan menatap tajam Bia seakan ingin dimangsa.
"Bagus, profitnya naik drastis setelah gue buka cabang di dekat-dekat sekolah kayak yang lu saranin. Yang di mall juga masih oke sih," jawab Choky dengan semangat.
Cara mengajak ngobrol terbaik adalah memilih topik yang paling diminati oleh lawan bicara. Damar yang mengenal Choky dari lama tak pernah gagal menggunakan cara ini. Ia berhasil mengalihkan fokus Choky.
"Lu gak pengen buka cabang di sini gitu?" tanyanya lagi.
"Lihat pasarnya dulu nanti, sama cari tempat yang lokasi dan harga sewanya bagus."
Rendy mulai tertarik dengan percakapan mereka pun ikut nimbrung. "Trus cafému yang di bekasi siapa yang ngawasin pas kamu kuliah gini? Kan udah buka cabang lumayan banyak."
"Ya gue, dibantu manager di sana. Gue kemarin ada meeting sama orang perusahaan start up gitu sih di sekitar sini. Dia nawarin kerjasama."
"Gaya-gayaan lu meeting." Retno tak pernah ingin melewatkan kesempatannya mengatai Choky meski mulutnya tengah penuh mengunyah makanan.
Choky mendesis, "Ikut aja lu, makan noh selesaiin dulu."
"Eh tapi, kerjasama apaan?" Rania pun ikut penasaran.
"Gue langganan pake aplikasi start up dia, dikasih trial selama 3 bulan untuk semua café gue. Yah lumayan lah hemat beberapa juta."
"Itu sih dia jualan bukan ngajak kerjasama, hahaha" Retno meledek sambil tertawa hingga beberapa butir nasi dari mulutnya menyembur ke arah Choky.
Dengan sigap Choky berdiri menghindari serangan hujan nasi dari Retno.
"Jorok banget sih lu," umpatnya.
Masih terkekeh Retno mengambil segelas es jeruknya lalu meneguknya hingga habis.
"Coba jelasin gimana mekanisme kerjasamanya?" Kali ini Retno benar-benar ingin mempermalukan Choky.
"Dia kan bergerak di bidang aplikasi start up untuk pengkasiran sama bisa sebagai pemantau stock bahan baku. Karena sistemnya berbasis online, gue bisa pantau laporan keuangan yang keluar-masuk secara langsung dari semua café gue. Juga sisa bahan yang ada di sana sehingga bisa menghindari penggelapan. Gue bisa cocokin laporan dari manager gue dan data yang terakumulasi di aplikasi tersebut. Gue rasa konsepnya cemerlang, jadi gue gak perlu sering bolak-balik ke Bekasi buat mantau ketersediaan bahan baku," terang Choky panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rudinmeter (End)
Ficção Geral"Is human value based on the money they can earn?"-NF- Adalah keluarga Darmana, keluarga sederhana, bukan keluarga cemara. Para saksi betapa dunia memiliki sisi yang begitu kejam. Terdiri dari seorang kepala keluarga yang bernama Darmana, Istrinya D...