BAB XVIII: Flora & Fauna

116 43 23
                                    

Penulis hanya manusia yang tak pernah luput dari kesalahan, pun dalam melontarkan argumentasinya. Mohon dikoreksi apabila ada yang salah atau kurang berkenan.

**

Memasuki kecamatan Gala-Gala, hari sudah mulai sore. Choky mematikan pendingin mobilnya kemudian membuka jendela untuk mempersilakan udara sejuk khas pedesaan menerpa wajahnya. Udara yang selama ini menjadi favoritnya karena memiliki kelembaban dan aroma khas. Damar melakukan hal serupa agar di dalam mobil tidak terlalu pengap karena ac-nya telah dimatikan Choky. Bia sedang mengetikkan pesan untuk Zia, memastikan bahwa di rumah sudah dirapikan dan disiapkan makanan untuk para tamunya.

"Kok lu gak bilang sih, Bi, kalo desa lu di kecamatan Gala-Gala?" ceteluk Choky tiba-tiba.

Bia menoleh pada Choky dan menekan tombol kunci agar layarnya mati, "Memangnya kenapa, Kak?"

"Oh, nggak. Udaranya enak, sejuk, jadi pengen punya rumah di sini."

Dengan senyuman samar Bia menanggapi ujaran Choky, ia bahkan tak yakin bila Choky bisa betah di tempat pelosok seperti desanya selama seminggu ke depan dengan terbatasnya fasilitas dan akses internet. Bahkan ia selama ini berkomunikasi dengan orang rumahnya dengan aplikasi perpesanan dan telepon manual yang tanpa membutuhkan jaringan internet.

"Lu kenal sama Gus Hamdan?" tanya Choky kemudian.

Bia menggeleng, "Siapa itu kak? Saudara Kak Choky?"

Choky menoleh pada Bia sekilas dengan mata membelalak, kemudian tersenyum menetralkan ekspresinya. Ia bergumam lirih, "Padahal beliau sudah terkenal sampai ke Swiss, tetapi orang se-kecamatannya bahkan tak tahu."

"Apa kak?"

"Enggak, eh iya sodara gue. Perempatan di pasar depan itu terus ke mana?"

"Kanan," tunjuk Bia dengan mengulurkan tangan kanannya dan memposisikan jempolnya ke arah kanan.

Choky tersenyum melihat cara Bia mengarahkan dengan tangannya. Tak seperti pemuda zaman sekarang yang menunjuk dengan jari telunjuk, Bia masih mempertahankan nilai kesopanan dalam adat Jawa sehingga ia memilih jempolnya sebagai petunjuk. Damar di belakang sebagai operator musik dari ponselnya yang dihubungkan pada sambungan blutooth pemutar musik di mobil Damar mengganti lagu ost Shinchan yang sempat fenomenal di masa kecilnya yang di cover oleh peng-cover lagi cewek Indonesia.

Seluruh kota merupakan tempat bermain yang asyik

Oh senangnya...

aku senang sekali

Kalau begini akupun jadi sibuk

Berusaha mengejar-ngejar dia

Matahari menyinari semua perasaan cinta

Tapi mengapa hanya aku yang dimarahi

**

Memasuki pekarangan rumah Bia, Choki dan Damar sempat tersentak karena rumah semi permanen tersebut tampak kurang layak huni bagi mereka. Damar mencoba mengalihkan perhatian pada Choky agar tak menyinggung perasaan Bia dan keluarganya atas ekspresi mereka.

"Lu bawa apa aja sih Chok tadi?" ucapnya ketika menuruni mobil dan melenggang ke belakang arah pintu bagasi.

Choky yang masih dikuasai rasa syok tergagap, "Hah, uh, ya biasa. Gue naik gunung aja heboh," sahutnya menyadari upaya Damar untuk menyamarkan kesan pertamanya.

"Ebuset tadi jalanan batu cadas udah berapa lama tuh dipasang, Bi? Gak diaspal aja sekalian," Damar juga melemparkan sebuah pertanyaan pada Bia, mengikis kegugupan ketika Bia membantu mengangkat barang bawaan mereka yang ada di bagasi mobil.

Rudinmeter (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang