Indira menatap seisi ruangan kamar nomor 12 yang menjadi kamar miliknya setelah membayar uang sewa pada pemilik indekos. Ruangan yang cukup nyaman dengan kamar mandi dalam yang sudah dilengkapi ranjang plus almari pakaian. Ada juga sepasang piring, sendok, serta garpu yang melegakan untuk Indira. Ia belum berbelanja apapun untuk urusan dapur. Dan dengan adanya alat makan yang sudah disediakan, setidaknya bisa mengurangi beban Indira yang harus berbelanja setelah lelah membersihkan kamar.
Lagi-lagi disela sesi rehatnya, Indira teringat dengan alamat yang sempat ia baca dari ponsel supir taksi mengenai lowongan kerja sebagai asisten dokter Bramantya di klinik mandiri dokter spesialis anak tersebut.
Jalan Rambutan area Sambilegi Kidul merupakan alamat yang sempat ia baca di ponsel supir taksi tadi. Jaraknya tidak terlalu jauh dari area indekos milik Indira. Hanya sekitar tiga kilometer, dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki demi menghemat pengeluaran.
Netra Indira melirik jam di ponsel, yang mana waktu telah menunjukkan pukul tiga lewat tiga puluh sore. Rupanya sesi bersih-bersih dan rehat sejenak sudah menyita waktu Indira selama berjam-jam lamanya. Ia lantas menuju kamar mandi dengan meraih asal pakaiannya yang sekiranya tidak cukup layak ia gunakan untuk dijadikan handuk sementara. Selain melupakan berkas penting, Indira juga lupa memasukkan alat-alat mandi. Untungnya, untuk sabun dan pasta gigi, ia sudah sempatkan membeli di mini market dekat indekos yang cukup lengkap menjual berbagai barang.
Indira membersihkan diri dengan cepat dan segera mengganti pakaian dengan pakaian yang sopan dan layak, berdandan sedikit dan segera berangkat dengan terus menatap ponsel untuk mengikuti alur peta digital yang membawanya menuju alamat tujuan. Nyaris lima belas menit Indira menuju ke alamat, dengan bertanya kesana kesini, akhirnya Indira berhasil menjejakkan kakinya di sebuah pelataran rumah yang asri dan penuh keceriaan khas anak-anak.
Ada berbagai macam permainan yang pastinya disukai anak-anak ketika datang untuk berobat. Dan rasanya, dengan membayangkan keriuhan itu saja sudah sanggup memunculkan tawa di bibir Indira. Anak-anak memang selalu bisa membuat suasana hatinya membaik, bahkan hanya dengan membayangkannya saja.
"Siang Mbak. Maaf, cari siapa nggih?" Indira terkesiap dan segera menoleh ke sisi kanan ketika mendapati seorang wanita paruh baya menyapa dirinya dengan raut sopan dan senyum menenangkan.
Indira segera mengulurkan tangan yang disambut wanita itu ramah. "Siang Bu. Ehm, apa benar ini klinik mandiri nya dokter Bramantya?"
"Iya betul, Mbak. Ini tempat prakteknya den Bram, sekaligus rumahnya. Ada apa ya Mbak?" Jawaban wanita paruh baya itu tentu saja membuat Indira sumringah. Tidak sia-sia peluh yang ia keluarkan untuk bisa sampai ke tempat asri ini.
"Begini Bu, saya dengar-dengar, dokter Bramantya sedang mencari asisten untuk bantu-bantu di klinik, ya? Apa lowongan itu masih terbuka, Bu? Kalau masih, saya berminat untuk mendaftarkan diri menjadi asisten beliau."
Wanita paruh baya itu semakin lebar tersenyum. Dengan lembut, tangan renta nya lantas membawa tubuh Indira untuk mengikuti langkahnya menuju ke area inti rumah besar milik dokter Bramantya.
Meski terlihat megah, namun rumah ini justru dominan dengan etnik-etnik jawa yang kental mengisi seluruh penjuru ruang. Banyak nya ornamen-ornamen jawa seperti pewayangan, justru dijadikan wallpaper dari keseluruhan isi rumah megah nan asri ini.
"Monggo Mbak, den Bram nya ada di dalam. Lagi siap-siap mau buka praktek. Mungkin Mbak'e bisa langsung ngobrol saja sama beliau biar jelas." Tanpa menunggu jawaban Indira, wanita itu lantas mengetuk pintu jati sebuah ruangan dengan pelan. Ada jawaban dari sebuah suara teduh dan dalam yang justru sanggup membuat Indira gugup setengah mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Goodbye
General FictionVERSI LENGKAP TERSEDIA DALAM BENTUK PDF Tentang Anggara yang meratapi penyesalannya, dan tentang Indira yang berusaha membangun hidup barunya.